Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Maudu Lompoa Cikoang

BREAKING NEWS: Dikemas Secara Adat, Begini Proses Hidangan Makanan Ma'udu Lompoa

Ketua Panitia, M Yunus Aidid Karaeng Sibali menuturkan, ayam yang dihidangkan dalam bakul adalah ayam kampung peliharaan.

Penulis: Ari Maryadi | Editor: Syamsul Bahri
Ari Maryadi/Tribun Timur
Kapal hias berisi bakul Ma'udu pada Perayaan Ma'udu Lompoa di Cikoang Kabupaten Takalar. 

TRIBUN-TIMUR.COM, TAKALAR - Ma'udu Lompoa merupakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw yang dikemas secara adat.

Kegiatan ini dihelat di Desa Cikoang, Kecamatan Manggarabombang, Kabupaten Takalar, Selasa (26/11/2019) hari ini.

Tradisi ini terus dilestarikan oleh keluarga Sayyid Al’-Aidid bersama Pemangku Adat Karaeng Laikang.

Ketua Panitia, Yunus Aidid Karaeng Sibali menuturkan, ayam yang dihidangkan dalam bakul adalah ayam kampung peliharaan.

Ayam itu dipelihara dan dikurung selama satu bulan. Tujuannya agar ayam kampung itu hanya memakan makanan yang suci dari pemilihnya.

Warga menghidangkan ayam terbaik demi mengungkapkan rasa cinta kepada Rasulullah Saw.

Setelah dikurung satu bulan, ayam kampung itu harus mandikan atau diwudu' sebelum disembelih.

"Begitupun proses menggorengnya, harus memakai minyak goreng kelapa asli," kata Karaeng Sibali.

Ia menegaskan, ayam tidak boleh digoreng dengan minyak buatan perusahan industri. Melainkan minyak kelapa asli yang dibuat dengan kecintaan dan kasih sayang.

"Ma'udu Lompoa ini adalah wujud kecintaan kita kepada Rasulullah. Kita bergembira merayakan kelahiran Nabi," tutur Karaeng Sibali.

Selanjutnya, ayam goreng disimpan di dalam perahu hias bersama Songkolo dan telur yang berwarna-warni.

Kapal hias berisi bakul Ma'udu pada Perayaan Ma'udu Lompoa di Cikoang Kabupaten Takalar.
Kapal hias berisi bakul Ma'udu pada Perayaan Ma'udu Lompoa di Cikoang Kabupaten Takalar. (Ari Maryadi/Tribun Timur)

Sajian makanan ini melambangkan bahtera yang membawa berkah bagi masyarakat Cikoang.

Sebanyak 123 kapal hias dihadirkan para warga. Kapal hias itu dinamakan Julung-julung yang berisi puluhan telur, songkolo' hingga ayam goreng.

Ratusan kapal hias itu ditempatkan di tepi pantai untuk mengenang awal jalur masuk penyebaran Islam di Sulawesi Selatan pada abad ke-16.

Ketika itu, kedatangan Sayyid Djalaluddin bin Muhammad Wahid Al’ Aidid menandai awal penyebaran Islam serta Kehadiran tradisi Maudu’ Lompoa di Cikoang.

Sayyid Djalaluddin adalah seorang ulama besar dan masih keturunan Nabi Muhammad SAW yang ke-27.

Sayyid Djalaluddin Al’ Aidid tiba di Kerajaan Gowa-Makassar melalui pantai Cikoang Kabupaten Takalar pada abad ke-16. Ketika itu adalah masa pemerintahan Sultan Alauddin.

Sayyid Djalaluddin asal Aceh, cucu Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, keturunan Arab Hadramaut, Arab Selatan. (*)

Laporan Wartawan Tribun Timur @bungari95

Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur

Follow akun instagram Tribun Timur:

Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:

(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved