Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Program Wajib Kerja Dokter Spesialis di Pelosok Dihapus, Ketua IDI Sulsel: Kami Punya Idealisme

Aturan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) sudah tak berlaku lagi pasca MA

Penulis: Alfian | Editor: Ansar
Dok Ichsan Mustari
Plh Kadis Kesehatan Sulsel dr Ichsan Mustari 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Mahkamah Agung (MA) menegaskan menghapus peraturan Presiden mengenai kewajiban dokter spesialis bekerja di wilayah pelosok selama setahun pascalulus dari program spesialis.

Aturan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) sudah tak berlaku lagi pasca MA membacakan utusan gugatan Judicial Review Nomor 62 P/HUM/2018.

MA mempertimbangkan bahwa WKDS adalah bagian dari kerja paksa dan dilarang oleh UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 19 Tahun 1999 tentang Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa.

Usai Perpres No 4 Tahun 2017 ini dihapuskan, Presiden Joko Widodo pun menerbitkan Perpres baru yakni Perpres Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis.

Fakta Foto Telanjang Wanita 30 Tahun Disebar Mantan Kekasih, Mulai Sakit Hati

Selama Operasi Zebra di Mamasa, Segini Pengendara Ditilang

Ini yang Diminta Afridza Munandar ke Ibunya Sejam Sebelum Tewas Balapan, Tapi Kini Tak Bisa Terkabul

"Pemenuhan pelayanan kesehatan spesialistik dilakukan melalui pemerataan dokter spesialis di seluruh wilayah Indonesia dalam bentuk pendayagunaan dokter spesialis rumah sakit," demikian bunyi pertimbangan Perpres No 31 Tahun 2019 itu.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sulawesi Selatan, M Ichsan Mustari, tak ada perubahan berarti pada Perpres tersebut sebab hanya mengubah diksi dari wajib ke pengabdian.

"Saya kira tak ada perubahan signifikan inikan diksinya yang diubah menjadi pengabdian sebab kalau wajib itu terkesan dipaksakan," ucapnya saat dihubungi, Senin (4/11/2019).

Dengan perubahan Perpres ini menurut M Ichsan tidak serta merta akan mengurangi jumlah tenaga dokter spesialis yang akan mengabdi ke wilayah pelosok.

Baginya sejauh ini idelisme para dokter bergerak untuk kemanusiaan dalam pemerataan layanan kesehatan masih begitu besar.

"Tentu idealisme dokter itu masih besar dan saya pikir tak akan ada yang berkurang dalam hal pengabdian," ucapnya.

Fakta Foto Telanjang Wanita 30 Tahun Disebar Mantan Kekasih, Mulai Sakit Hati

Selama Operasi Zebra di Mamasa, Segini Pengendara Ditilang

Ini yang Diminta Afridza Munandar ke Ibunya Sejam Sebelum Tewas Balapan, Tapi Kini Tak Bisa Terkabul

Hanya saja baginya Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah harus merumuskan sebuah aturan yang bisa diterima oleh para dokter spesialis jika bertugas di daerah.

"Semisal tentang fasilitas kesehatan yang harus memadai agar para dokter spesialis tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya.

Dan tentu juga soal intensif yang harus dibicarakan sebab tentu berbeda yang harus didapatkan ketika bekerja di pelosok karena ada pertimbangan-pertimbangan," tambahnya.

M Ichsan mencontohkan program Kementerian Kesehatan yakni Nusantara Sehat cukup diminati dan juga terbilang sukses.

Dikarenakan Kementerian Kesehatan memberikan jaminan yang sesuai dengan kinerja yang harus diberikan oleh para dokter dalam hal pengabdian di wilayah-wilayah terpencil.

Sementara itu Salah satu dokter Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar, dr Wawan Susilo, menyebut bahwa penghapusan program WKDS ini seperti buah simalakama.

Ia beralasan bahwa sudah sepatutnya pemerataan pelayanan kesehatan terjadi di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan program pemerataan yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

Hanya saja menurut dosen Fakultas Kedokteran UMI ini program WKDS juga sebetulnya terkesan dipaksakan.

Ada sejumlah alasan sehingga program tersebut terkesan dipaksakan menurut lulusan FK UMI tahun 2013 ini.

"Pertama dokter spesialis itu kewajibannya ditugaskan minimal Rumah Sakit Tipe D atau Tipe C yang hanya ada di ibukota Kabupaten, tentu tidak bisa bertempat di Puskesmas karena persoalan peralatan.

Itupun di kabupaten terkadang dan pasti fasilitas yang dibutuhkan juga kurang makanya selalu hanya merujuk pasien ke tempat lain yang lebih lengkap," ucapnya saat dikonfirmasi, Senin (4/11/2019).

Kedua yakni masalah tempat tinggal yang jauh dari sarana atau fasilitas publik.

"Dokter spesialis yang bertugas di kabupaten tentu jauh dari ibukota Provinsi bahkan terkadang tinggal di pelosok, mengakses bandara atau pelabuhan untuk pulang cukup jauh dan pastinya soal ini pasti dokternya jauh dari keluarga," terangnya.

Masalah ketiga yang menjadi persoalan soal pendapatan atau sallary yang dianggap tidak berkesesuaian dengan kerja yang dilakukan.

"Ini bukan soal hitungan pendapatan tapi seorang dokter spesialis dituntut kerja sempurna, mulai dari pemeriksaan awal istilahnya dari A sampai Z dan dibutuhkan waktu yang panjang.

Fakta Foto Telanjang Wanita 30 Tahun Disebar Mantan Kekasih, Mulai Sakit Hati

Selama Operasi Zebra di Mamasa, Segini Pengendara Ditilang

Ini yang Diminta Afridza Munandar ke Ibunya Sejam Sebelum Tewas Balapan, Tapi Kini Tak Bisa Terkabul

Serta dukungan fasilitas perlengkapan yang memadai. Sementara banyak ditemukan kasus tidak memadainya fasilitas beda kalau di kota pasti mudah," tambahnya.

Terakhir dr Wawan Susilo menyebut bahwa pemerintah melalui program WKDS seharusnya tak memberlakukan program ini secara umum baik dokter spesialis.

Ia beralasan bahwa dokter spesialis tak semuanya menyelesaikan studinya lewat program beasiswa atau bantuan dari instansi Pemerintah baik dari pusat maupun daerah.

"Yang menerima bantuan beasiswa atau semisal PNS dari daerah mungkin saja bisa kembali mengabdi di daerahnya masing-masing.

"Tapi yang lanjut spesialisnya dengan biaya sendiri tanpa beasiswa Pemerinta, apalagi yang lanjut di swasta masa dipaksakan untuk ditempatkan kerja di wilayah tertentu"

Bahasanya kami yang biayai diri sendiri soal tempat kerja harusnya kami juga harus bisa memilih sendiri," tutupnya.(tribun-timur.com)

Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, @piyann__

 

Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur

Follow akun instagram Tribun Timur:

Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved