TRIBUN WIKI
Pernah Tangkap Tommy Soeharto Kini Jadi Mendagri Jokowi, Simak Sepak Terjang Jenderal Tito Karnavian
Sosok Tito Karnivian kini melepas jabatannya sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
Pernah Tangkap Tommy Soeharto Kini Jadi Mendagri, Simak Sepak Terjang Tito Karnavian
TRIBUN-TIMUR.COM- Sosok Tito Karnivian kini melepas jabatannya sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Pasalnya, kini ia menduduki jabatan yang baru sebagai Menteri Dalam Negeri (mendagri).
Hal tersebut disampaikan langsung, Presiden Joko Widodo saat memperkenalkan sejumlah menterinya dalam Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019).
Salah satu nama yang menyorot perhatian adalah Jenderal Pol Tito Karnavian.
Siapa Tito Karnavian?

Dilansir dari wikipedia, Jenderal Polisi Prof Drs H Muhammad Tito Karnavian, MA, PhD lahir di Palembang, Sumatra Selatan, 26 Oktober 1964.
Ia adalah seorang perwira tinggi polisi yang saat ini menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tito Karnavian mengenyam pendidikan SMA Negeri 2 Palembang kemudian melanjutkan pendidikan AKABRI pada tahun 1987 karena gratis dan tidak ingin membebankan biaya orang tuanya.
Tahun 1993, Tito menyelesaikan pendidikan di Universitas Exeter di Inggris dan meraih gelar MA dalam bidang Police Studies, dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) di Jakarta tahun 1996 dan meraih Strata 1 dalam bidang Police Studies.
Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ditempuh di Sekolah Xaverius, kemudian sekolah menengah atas ditempuh di SMA Negeri 2 Palembang.
Tatkala duduk di kelas 3, Tito mulai mengikuti ujian perintis.
Semua tes yang ia jalani lulus, mulai dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Kedokteran di Universitas Sriwijaya, Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada, dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Keempatnya lulus, tapi yang dipilih adalah AKABRI, terutama Akademi Kepolisian.
Kapolda Papua
Dalam surat telegram Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo, Inspektur Jenderal Tito diangkat menjadi Kepala Polda Papua pada 3 September 2012 menggantikan pejabat lama, Irjen Pol Bigman Lumban Tobing.
Namun, secara resmi baru aktif pada 27 September 2012.
Padahal Polda Papua saat itu (2012) hanya memiliki satu Polda untuk Pulau Papua yang begitu besar, ini berbeda dengan Pulau lain yang memiliki beberapa Polda.
Dengan demikian banyak harapan dan tanggung jawab besar dipikulkan kepada Irjen Pol. Tito Karnavian yang saat itu masih berusia 47 Tahun.
Jauh setelah tidak menjabat Kapolda Papua dan terjadi kegaduhan politik di DPR akhir tahun 2015, akibat rekaman pembicaraan kasus pemufakatan jahat Mantan Ketua DPR terhadap PT Freeport bulan November 2015, nama Tito Karnavian disebut dalam rekaman yaitu yang berhubungan dengan Pilpres 2014 dalam kapasitasnya sebagai Kapolda Papua.
Tito pun membantah dan mengatakan bahwa dia pernah membicarakan Freeport tetapi konteksnya berbeda, yaitu kepada Menteri ESDM Sudirman Said dalam saran pengamanan Freeport.
Asrena Polri

Dalam rotasi pejabat tinggi dalam Polri setingkat Kapolda pada 2014, Kapolda Papua Irjen Pol Tito Karnavian menempati jabatan baru sebagai Asrena (Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran).
Tito menempati pos yang sebelumnya dipegang oleh Irjen Pol Sulistyo Ishak, yang mengakhiri jabatannya di Polri karena telah purna tugas.
Berada pada pusat episentrum Indonesia, Tito Karnavian mendapat banyak sorotan media dan publik.
Banyak gebrakan yang dilakukan Tito diawal jabatannya, salah satunya yaitu Tito meminta jajarannya untuk blusukan mengurai kemacetan setiap Senin pagi dibandingkan melakukan Apel Pagi.
Salah satu kasus besar yang dihadapi Tito yaitu teror bom dan penembakan di pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat pada awal Januari 2016.
Dengan pengalamannya yang mendalam soal terorisme, dalam waktu kurang dari 5 jam Ibukota sudah kembali dikuasai dan kondusif dan 7 tersangka sudah tertangkap.
Dalam surat telegram dengan nomor ST/604/III/2016 per tanggal (14/3/2016), Tito akan dipromosikan menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggantikan Komjen (Pol) Usman Saud Nasution yang memasuki masa pensiun.
Secara otomatis pangkatnya dinaikan menjadi bintang tiga atau Komisaris Jenderal Polisi. Penyesuaian Kepangkatan.
Kapolri
Polri dikritik karena lambatnya pengungkapan kasus penyiraman air keras oleh orang tak dikenal terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Walaupun polisi telah memeriksa 59 saksi, Tito menyebut pengungkapan kasus penyerangan Novel lebih sulit dibandingkan kasus Bom Bali dan Kampung Melayu.
Novel menduga serangan pada dirinya terkait sejumlah kasus korupsi yang ia tangani.
Tidak tuntasnya pengusutan kasus 100 hari pasca-kejadian membuat publik mempertanyakan kinerja kepolisian dan mendesak Polri untuk mengusut kasus serupa, yakni pembacokan pakar teknologi informasi Hermansyah.
Pencopotan Kapolres Solok
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mencopot Kepala Polres (Kapolres) Solok AKBP Susmelawati Rosya karena dianggap kurang tegas menangani persekusi yang diduga dilakukan Front Pembela Islam (FPI) terhadap seorang dokter, Fiera Lovita (FL).
Keputusan itu didasarkan atas keterangan FL yang merasa tertekan setelah mengalami persekusi berupa teror dan intimidasi oleh sekelompok orang dari ormas tertentu.
Kisah Tito Karnavian saat Mencari Tommy Soeharto
Tito Karnavian memang memiliki pengalaman matang selama mengabdi di Korps Bhayangkara.
Salah satu kasus yang membuat namanya dikenal publik adalah saat memburu putra bungsu presiden RI kedua Soeharto, Hutomo Mandala Putra. atau Tommy Soeharto.
Saat itu Tito Karnavian masih menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya dengan pangkat Komisaris Polisi.
Dilansir dari arsip Harian Kompas pada 4 Desember 2001, Tito Karnavian memimpin Tim Kobra dengan mengandalkan sejumlah penyidik spesialis, terutama dari unit Harta Benda.
Para penyidik yang menjadi anak buah Tito Karnavian merupakan para profesional yang telah menempuh pendidikan kejuruan reserse.
Setelah itu, mereka pun mendapat pendidikan bintara lanjutan hingga pendidikan perwira lanjutan yang mengarah pada spesialisasi khusus.
Meski memiliki penyidik spesialis, namun perburuan Tommy Soeharto tidak berlangsung mudah.
Apalagi, obyek yang dikejar merupakan anak mantan orang nomor satu di Tanah Air.
Penemuan bunker Dengan menghilangkan rasa sungkan terhadap keluarga besar Soeharto, para penyidik menelusuri sejumlah lokasi yang diduga menjadi lokasi persembunyian Tommy Soeharto.
Fokus pencarian dilakukan di sekitar Jakarta. Dikutip dari arsip Harian Kompas pada 15 November 2000, polisi pun mengirim 18 tim untuk melakukan penggerebekan di 18 lokasi pada 14 November 2000.
Sebanyak 206 anggota polisi diturunkan untuk melakukan penggerebakan secara serentak, termasuk di kediaman keluarga besar Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta.
Salah satu target penggerebekan adalah menemukan bunker yang diduga menjadi tempat persembunyian Tommy Soeharto.
Awalnya, pencarian tidak berlangsung dengan mudah.
"Kami sudah cari dengan berbagai cara, termasuk mengangkat karpet- karpet, mengetuk-ngetuk dinding, dan membuka semua lemari, tetapi kami tidak menemukan pintu masuk ke bunker atau ruang bawah tanah," kata Tito Karnavian.
Pencarian bunker itu pun kemudian membuahkan hasil setelah beberapa bulan pencarian. Pada 16 Januari 2001, polisi membongkar lantai rumah Tommy Soehartodi Jalan Cendana Nomor 12, Jakarta.
Menurut Tito Karnavian, pembongkaran lantai dilakukan bukan untuk mencari Tommy Soeharto, namun untuk memastikan ada ruang persembunyian khusus.
Dengan demikian, jika ada pemeriksaan lagi maka pencarian ruang bawah tanah yang diduga jadi tempat persembunyian terpidana tukar guling PT Goro-Bulog itu tidak akan luput dilakukan.
Ruang itu diketahui berukuran 4x4 meter di kedalaman 3 meter. Saat ditemukan polisi, ruangan tampak rapi dan tidak penuh debu.
Ada lemari dan kitchen set dalam formasi U di dalamnya. Periksa pola komunikasi Bunker ditemukan, namun Tommy belum juga ditemukan.
Tim Kobra pun terus melakukan pencarian dan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang diduga tahu keberadaan TommySoeharto.
Dilansir dari Harian Kompas pada 29 November 2001, titik terang baru didapat saat polisi menahan salah satu teman Tommy Soeharto, Hetty Siti Hartika di Apartemen Cemara, Menteng, Jakarta Pusat pada 6 Agustus 2000.
Keterangan tambahan juga didapat saat polisi menangkap tersangka pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita pada 7 Agustus 2000, yang ketika itu diketahui melibatkan Tommy Soeharto. P
enyidik berjumlah 25 orang yang dipimpin Tito Karnavian itu kemudian menemukan jaringan komunikasi orang-orang dekat Tommy Soeharto.
Diketahui, pola komunikasi kerap dilakukan di empat tempat, yakni Menteng, Pondok Indah, Bintaro, dan Pejaten.
Tim Kobra itu kemudian memantau sinyal telepon dan merekam pembicaraan telepon untuk mencari Tommy. Hingga kemudian penelusuran itu membawa polisi ke rumah di Jalan Maleo II Nomor 9, Bintaro Jaya, Tangerang.
Kemudian pada Rabu, 28 November 2001, penggerebekan pun dilakukan untuk menangkap Tommy. Tommy sedang tidur saat ditangkap. "Tampangnya sangat memelas," kata penyidik.
Penangkapan Tommy dinilai Kapolri saat itu, Jenderal S Bimantoro, sebagai salah satu prestasi Polri. Karena itu 25 anggota Tim Kobra pun mendapat kenaikan satu tingkat. Tito Karnavian yang saat itu berpangkat Komisaris Polisi pun dinaikkan setingkat menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi.
Tidak hanya kenaikan pangkat, penangkapan Tommy Soeharto pun menjadi salah satu momentum dalam karier Tito Karnavian, hingga akhirnya saat ini ditunjuk menjadi calon tunggal Kapolri.
Biodata:

Nama: Tito Karnavian
Nama Lengkap: Jenderal Polisi Prof Drs H Muhammad Tito Karnavian, MA, PhD
Lahir: Palembang, Sumatra Selatan, 26 Oktober 1964
Orang Tua: Kordiah (Ibu)
Achmad Saleh (Ayah)
Pasangan: Ir Hj Tri Suswati
Anak:Via
Opan
Agga
Alma mater: Akademi Kepolisian (1987)
Pekerjaan: Polisi
Penghargaan sipil: Adhi Makayasa (1987)
Riwayat pendidikan
SD Xaverius 4 di Palembang (1976)
SMP Xaverius 2 di Palembang (1980)
SMA Negeri 2 Palembang (1983)
Akademi Kepolisian (1987); Penerima bintang Adhi Makayasa sebagai lulusan Akpol terbaik.[7]
Master of Arts (M.A.) in Police Studies, University of Exeter, UK (1993)
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) (1996); Penerima bintang Wiyata Cendekia sebagai lulusan PTIK terbaik
Royal New Zealand Air Force Command & Staff College, Auckland, New Zealand (Sesko) (1998)
Bachelor of Arts (B.A.) in Strategic Studies, Massey University, New Zealand (1998)
Sespim Pol, Lembang (2000)
Lemhannas RI PPSA XVII (2011) penerima Bintang Seroja sebagai peserta Lemhanas terbaik.
Ph.D in Strategic Studies with interest on Terrorism and Islamist Radicalization at S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapore (magna cum laude) (2013)
Kasus menonjol yang pernah ditangani
Bom Kedubes Filipina (2000)
Bom malam Natal (2000)
Bom Bursa Efek Jakarta (2001)
Bom Plaza Atrium Senen (2001)
Bom Makassar (2002)
Bom JW Marriott (2003)
Bom Kedubes Australia (2004)
Bom Bali II (2005)
Mutilasi 3 siswi di Poso (2006)
Bom Pasar Tentena (2005)
Bom Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott (2009)
Bom bunuh diri Polres Cirebon (2011)
Bom Sarinah Thamrin (2016)
Operasi Tinombala (2016–Sekarang)
Buku
Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso, Gramedia, Jakarta, 2008.
Regional Fraternity: Collaboration between Violent Groups in Indonesia and the Philippines, Bab dalam buku "Terrorism in South and Southeast Asia in the Coming Decade", ISEAS, Singapura, 2009.
Bhayangkara di Bumi Cenderawasih, ISPI Strategic Series, Jakarta, 2013.
Explaining Islamist Insurgencies, Imperial College, London, 2014.
Tanda Pangkat
Letnan Dua (1987)
Letnan Satu (1990)
Kapten (1993)
Mayor (1997)
Ajun Komisaris Besar Polisi (2001)
Komisaris Besar Polisi (2005)
Brigadir Jenderal Polisi (2009)
Inspektur Jenderal Polisi (2011)
Komisaris Jenderal Polisi (2016)
Jenderal Polisi (2016)
Riwayat Jabatan
Pamapta Polres Metro Jakarta Pusat Polda Metro Jaya (1987)
Kanit Jatanras Reserse Polres Metro Jakarta Pusat Polda Metro Jaya (1987–1991)
Wakapolsek Metro Senen Polres Metro Jakarta Pusat Polda Metro Jaya (1991–1992)
Wakapolsek Metro Sawah Besar Polres Metro Jakarta Pusat Polda Metro Jaya
Sespri Kapolda Metro Jaya (1996)
Kapolsek Metro Cempaka Putih Polres Metro Jakarta Pusat Polda Metro Jaya (1996–1997)
Sespri Kapolri (1997–1999)
Kasat Serse Ekonomi Reserse Polda Metro Jaya (1999–2000)
Kasat Serse Umum Reserse Polda Metro Jaya (2000–2002)
Kasat Serse Tipiter Reserse Polda Sulsel (2002)
Koorsespri Kapolda Metro Jaya (2002–2003)
Kasat Serse Keamanan Negara Reserse Polda Metro Jaya (2003–2005)
Kaden 88 Anti Teror Polda Metro Jaya (2004–2005)
Kapolres Serang Polda Banten (2005)
Kasubden Bantuan Densus 88/AT Bareskrim Polri (2005)
Kasubden Penindak Densus 88/AT Bareskrim Polri (2006)
Kasubden Intelijen Densus 88/AT Bareskrim Polri (2006–2009)
Kadensus 88/AT Bareskrim Polri (2009–2010)
Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) (2011–21 Sept 2012)
Kapolda Papua (21 Sept 2012–16 Juli 2014)
Asrena Polri (16 Juli 2014–12 Juni 2015)
Kapolda Metro Jaya (12 Juni 2015–16 Maret 2016)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) (16 Maret 2016–13 Juli 2016)
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (13 Juli 2016–Sekarang).(*)
Resmi Jadi Menteri Pertanian, Ini Perjalanan Karier Birokrat Syahrul Yasin Limpo Sejak Jadi Lurah
DAFTAR LENGKAP 33 Calon Menteri Kabinet Kerja Jilid II Jokowi-Maruf Amin, Bakal Dilantik Hari ini
RESMI! Susunan Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Maruf Amin, Siapa Gantikan Susi Pudjiastuti?