Minyak Goreng Curah Dilarang, Disebut Berbahaya Bagi Kesehatan hingga Bekas Ambil dari Selokan?
TRIBUN-TIMUR.COM - Minyak goreng curah dilarang, disebut berbahaya bagi kesehatan hingga bekas ambil dari selokan?
TRIBUN-TIMUR.COM - Minyak goreng curah dilarang, disebut berbahaya bagi kesehatan hingga bekas ambil dari selokan?
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan akan melarang penjualan minyak goreng curah per 1 Januari 2020.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, alasan utama dari larangan ini adalah kesehatan karena minyak goreng curah tidak ada jaminan kesehatan sama sekali.
“Itu menjadi industri yang dari sisi kesehatan itu berbahaya bagi masyarakat. Bekas ambil dari selokan dan sebagainya," ujarnya di Sarinah, Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Alasan kedua, Enggar menjelaskan, yakni harga versi curah itu sering kali dijual di atas minyak goreng dalam kemasan sederhana dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 11 ribu per kilogram.
Jadi dengan alasan itu, kata Enggar, maka seluruh penjualan wajib dalam kemasan.
"Produsen wajib menjual atau memproduksi minyak goreng dalam kemasan dengan harga yang ditetapkan pemerintah dan tidak suplai minyak goreng curah," jelasnya dikutip Tribunnews.com.
Sementara itu, pemerintah belum memikirkan terkait sanksi karena saat ini lebih fokus menghilang suplai minyak goreng curah di masyarakat.
Baca: Penyebab Bayi Kembar Irish Bella dan Ammar Zoni Meninggal? Ini Kata Manajer, Kondisi Terkini Irish
Baca: Kronologis Polisi Aiptu Pariadi Tembak Istri Lalu Dor Kepala Sendiri hingga Tewas, Anak Ungkap Motif
Baca: Marc Marquez Juara Dunia MotoGP 2019, Menang Dramatis, Salip Fabio Quartararo di Tikungan Terakhir
“Kita bicara untuk masyarakat, yang penting sekarang adalah sosialisasi. Kalau pabrik-pabrik ini tidak mensuplai lagi, maka semua tahu bahwa minyak goreng curah adalah minyak tidak sehat, bekas, dan tidak ada jaminan halalnya,” tutur Enggar.

Pengusaha Siap
Pengusaha produsen minyak goreng siap mengikuti aturan wajib kemasan.
Aturan tersebut akan berlaku mulai tahun 2020 mendatang.
Sebelumya aturan yang direncanakan sejak 2018 lalu itu diminta untuk diundur oleh pengusaha.
“Dulu kita lihat tidak cukup waktu untuk membeli mesin," ujar Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga kepada Kontan.co.id, Minggu (6/10).
Saat ini pelaku usaha telah mampu memproduksi minyak goreng dalam kemasan.
Meski akan terjadi penurunan laba, pengusaha yakin akan ada keuntungan melihat peralihan konsumsi masyarakat.
"Minyak bekas yang tidak terpakai membuat produksi naik menggantikan itu sehingga cost turun," terang Sahat.
Sahat bilang pada tahun 2019 produksi minyak goreng untuk domestik sebesar 4,8 juta ton.
Sementara tahun 2020 nanti akan ada peningkatan produksi menjadi 5,2 juta ton menggantikan 20% kebutuhan minyak curah.
Selain kebijakan wajib kemasan, Kementerian Perdagangan juga melanjutkan kewajiban pasok domestik atau domestic market obligation (DMO) minyak goreng yang telah berlangsung sejak tahun 2018.
DMO masih akan dilakukan sebanyak 20% dari produksi total.
"Kewajiban DMO 20% tetap akan dilakukan dalam bentuk minyak goreng kemasan," jelas Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Minyak Goreng Bekas

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mendesak pemerintah mengawasi dan mengatur peredaran minyak goreng bekas atawa jelanta.
Peredaran minyak goreng bekas ini sudah mencapai sekitar 18% hingga 20% dari total peredaran minyak goreng curah di pasaran yang pada tahun 2016 sebesar 3,56 juta ton.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan minyak jelanta ini merupakan bekas minyak goreng dari hotel, warung-warung besar dan restoran cepat saji.
Sebagian besar minyak goreng bekas ini masuk ke minyak curah, baik itu dengan cara dicampur maupun tidak.
Kondisi ini secara otomatis membatasi peredaran minyak goreng murni dari industri yang masih asli.
"Minyak goreng bekas ini juga menimbulkan banyak penyakit seperti parkinson dan stroke," ujarnya dikutip dari Tribunnews.com Senin (27/3/2017).
GIMNI mendesak agar pemerintah membuat aturan untuk mengatur peredaran minyak goreng bekas ini supaya tidak merugikan industri minyak goreng curah dan masyarakat.
Baca: Penyebab Bayi Kembar Irish Bella dan Ammar Zoni Meninggal? Ini Kata Manajer, Kondisi Terkini Irish
Baca: Kronologis Polisi Aiptu Pariadi Tembak Istri Lalu Dor Kepala Sendiri hingga Tewas, Anak Ungkap Motif
Baca: Marc Marquez Juara Dunia MotoGP 2019, Menang Dramatis, Salip Fabio Quartararo di Tikungan Terakhir
Selain itu, ia juga membantah industri sebagai penyebab kenaikan harga minyak goreng curah di pasaran.
Selama ini produsen telah menjual minyak goreng curah sesuai dengan instruksi Kementerian Perdagangan (Kemdag).
Ia menilai, seharusnya harga minyak goreng curah di pasar sudah turun.
"Tapi kalau di pasar harga masih tinggi, itu sudah di luar kontrol kami, harusnya pemerintah meningkatkan pengawasan," terangnya.
Menurutnya, kalau pemerintah serius ingin menurunkan harga minyak goreng curah, maka pemerintah harusnya tidak memungut PPN 10% dari penjualan.
PPN yang dinilai besar ini juga turut membuat harga minyak goreng curah tinggi.
Dia menjamin bila pemerintah menjadikan PPN lebih kecil seperti di Singapura hanya 3% atau pun membuat PPN 0%, maka otomatis harga akan di bawah yang ditetapkan pemerintah.(Tribunnews.com/Kontan.co.id)