Ketika Mantan Aktivis Marahi Ketua BEM Trisakti dan UIN: Kalau Jadi Kalian Gua Udah Teriak-teriak
Ketika Mantan Aktivis Marahi Ketua BEM Trisakti dan UIN: Kalau Jadi Kalian Gua Udah Teriak-teriak
Ketika Mantan Aktivis Marahi Ketua BEM Trisakti dan UIN: Kalau Jadi Kalian Gua Udah Teriak-teriak
TRIBUN-TIMUR.COM,- Dua Ketua BEM dari UIN dan Trisakti dimarahi oleh mantan aktivis ITB Fadjroel Rachman.
Pasalnya BEM UIN dan BEM Trisakti diam ketika sedang membahas komentar Mahfud MD.
Bakal Menteri Jokowi, Bos NET TV hingga Erick Thohir Disebut Masuk Wishnutama Sudah Dipanggil Khusus
3 Hari Dilantik Mulan Jameela Disorot Lagi Soal Pendidikan Istri Ahmad Dhani, Beda Desi Ratnasari
BUKAN OKTOBER Pendaftaran CPNS Dibuka November 2019 Guru Terbanyak, 5 Dokumen Wajib & Jadwal Seleksi
Dalam acara Rosi di Kompas TV, Haris Azhar dan Usman Hamid ditanya soal komentar dari Mahfud MD.
Mahfud MD sempat menyarankan agar Mahasiswa menggelar demo yang bermutu dengan tuntutan yang berbeda.
Menurut Mahfud MD saat itu pemerintah sudah mengabulkan hampir semua tuntutan Mahasiswa.
Meski sudah dikabulkan, gerakan demo Mahasiswa masih saja terus bergulir dengan tuntutan yang sama.
"justru komentar itu yang kurang bermutu, tiga hal yang melatarbelakangi di awal dijelaskan dengan sangat baik, menggugah mereka bergerak Undang-Undang KPK, apakah penundaan KUHP ada hubungannya dengan uu KPK," kata mantan aktivis Trisakti Usman Hamid.
Menurut Usman Hamid, tiga tuntutan Mahasiswa belum sama sekali dipenuhi oleh Pemerintah
Bakal Menteri Jokowi, Bos NET TV hingga Erick Thohir Disebut Masuk Wishnutama Sudah Dipanggil Khusus
3 Hari Dilantik Mulan Jameela Disorot Lagi Soal Pendidikan Istri Ahmad Dhani, Beda Desi Ratnasari
BUKAN OKTOBER Pendaftaran CPNS Dibuka November 2019 Guru Terbanyak, 5 Dokumen Wajib & Jadwal Seleksi
"tiga tuntutan pertama saja belum dipenuhi sama sekali, argumen yang sudah dipenuhi itu hanya soal KUHP, tiga isu pertama yang disampaikan mahasisawa, satu KPK, dua Papua dan tiga kebakaran hutan dan lahan, ketiganya tidak ada hubungannya dengan kometar tadi," kata Usman Hamid.
Mantan Aktivis Universitas Nasional Hendrik Dikson Sirait mengatakan sebaliknya.
Ini Argumen Ketua BEM UGM Atiatul Muqtadir yang Bikin Yasonna Laoly Mengerutkan Dahi
Ketua Bem UGM Atiatul Muqtadir menyindir kepentingan anggota DPR RI dan para elite politik yang tergesa-gesa mengesahkan sejumlah RUU.
Tak hanya itu berulang kali menegaskan kalau demo Mahasiswa yang dilakukan pada Selasa (24/9/2019) tidak ditunggangi oleh pihak manapun.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube Indonesia Lawyers Club (ILC) Rabu (25/9/2019), Atiatul Muqtadir menilai bahwa penundaan RKUHP itu hanya bahasa politis saja.
Bakal Menteri Jokowi, Bos NET TV hingga Erick Thohir Disebut Masuk Wishnutama Sudah Dipanggil Khusus
3 Hari Dilantik Mulan Jameela Disorot Lagi Soal Pendidikan Istri Ahmad Dhani, Beda Desi Ratnasari
BUKAN OKTOBER Pendaftaran CPNS Dibuka November 2019 Guru Terbanyak, 5 Dokumen Wajib & Jadwal Seleksi
"Bung Karni, saya ingin sampaikan beberapa hal terkait dengan RKUHP, yang pertama memang ketika kita mendengar Presiden menunda, tunda itu kan sebenarnya bahasa politis Bung Karni, kalau kita lihat sebenarnya kalau saat paripurna itu adanya tolak atau terima, nggak ada tunda," kata dia.
Ia pun menegaskan kalau tuntutan para Mahasiswa ini bukan ingin ditunda, tapi menolak.
"Kemudian bukan hanya tolak Bung Karni poinnya, tuntutan kami yang sampai hari ini tidak mau ditemui oleh DPR yang terhormat, itu bukan hanya sekedar menunda tapi setelah ditunda nanti dibahas ulang dan melibatkan akademisi, melibatkan masyarakat," tegasnya.
Ia pun menjawab pertanyaan Karni Ilyas yang heran kenapa para Mahasiswa turun lagi padahal RKUHP sudah ditunda.
"Garis besarnya yang ingin saya sampaikan bahwasanya kami tidak ingin demokrasi atau perjalanan demokrasi kita ini menghasilkan hukum yang represif. Apa itu? Hukum yang dibentuk dalam splendid situation, jadi seharusnya dalam demokrasi itu kita menghasilkan produk hukum yang responsif," katanya.
Untuk menghasilkan produk hukum yang responsif itu, kata dia ada tiga kriteria, yakni partisipatif, yang kedua aspiratif dan ketiga presisi.
Baca: Komentar Menohok Rocky Gerung Saat Trisakti Berencana Beri Gelar Putra Reformasi ke Jokowi
Baca: Ratusan Pelajar Berseragam Pramuka Serang Brimob di Pintu Belakang DPR, ini yang Mereka Nyanyikan
Baca: ILC Tadi Malam, Yasonna Laoly Diskakmat Haris Azhar Seusai Sebut Argumen Mahasiswa Memalukan
Baca: Akhirnya Hotman Paris Kritik Pedas RKUHP, ini Alasan Musuh Farhat Abbas Sebut UU Teraneh di Dunia
"Nah kalau kita lihat pasal-pasal di RKUHP tentang makar, tentang penghinaan presiden, itu termasuk pasal-pasal yang katakanlah karet, sehingga nanti bisa jadi menjadi tafsirannya itu yang berpotensi ditafsirkan pemerintah sehingga mengkriminalisasi orang-orang yang tidak suka atau berbeda pandangan dengan pemerintah," ungkapnya.
Kemudian yang ingin ia tegaskan, yakni para elite tidak lagi memandang gerakan Mahasiswa ini sebagai gerakan yang ditunggangi suatu kelompok.
"Ke depan membaca gerakan kegelisahan hari ini yang bertubi-tubi, Mahasiswa itu bukanlah manusia bodoh, dia adalah gerakan terpelajar sehingga saya sangat menyayangkan ketika disampaikan gerakan mahasiswa justru ditabrak dengan isu ditunggangi si A ditunggangi si B, loh kita bicara substansinya Bung Karni, kok malah dituduh ditunggangi ABCD tapi substansinya nggak pernah dibahas sama kawan-kawan mahasiswa," katanya disambut tepuk tangan.
Ia pun membahas soal pertemuan Mahasiswa dengan Sekjen DPR RI yang tidak pernah disampaikan.
"Padahal hari Kamis 19 Sepetember kawan-kawan yang aksi ini pernah membuat kesepakatan dengan sekjen DPR, Nah inilah yang ingin saya sampaikan, kok sering banget bohong?," tanya Atiatul Muqtadir.
Kemudian ia pun menyampaikan, bahwasanya gerakan mahasiswa ini turun bukan karena ditunggangi tapi karena kegelisahan.
"Dan kita turun sebagai gerakan moral dan gerakan intelektual, Jadi saya ingin sampaikan kita tidak ditunggangi pihak manapun," katanya.
Ia juga menegaskan bahwa Mahasiswa tidak bicara tolak-tolak sekarang saja, tapi ingin ke depannya bagaimana peraturan perundang-undangan itu dapat dalam dunia demokrasi kita memang dibahas sehingga menghasilkan hukum yang responsif bukan represif.
"Kenapa? karena hukum yang represif akan menghasilkan suatu jurang di dalam sistem sosial antara kehendak pemerintah dan rakyatnya, dan ini sangat berbahaya sehingga mosi tidak percaya yang dihadirkan di Gejayan Memanggi, Bengawan Melawan, ataupun daerah-daerah lainnya itu jangan dipandang sebagai hal biasa, itu adalah kegelisahan publik, bahwasanya hari ini negara tidak sedang baik-baik saja dan tidak dikelola dengan prinsip-prinsip yang demokratis," kata dia.
Kemudian ia juga memberikan kalimat yang cukup menyentil para elite dan membuat Yasonna Laoly mengerutkan dahi.
"RUU yang dibahas secara tergesa-gesa, dikebut di akhir periode, ini adalah sebuah kejanggalan. Dan dalam membaca kejanggalan itu hanya ada dua alasan, yang pertama ketidak tahuan atau bahasa lebih halusnya kebodohan, atau ada kepentingan. Kejanggalan itu cuma dua, ya kalau nggak tidak tahu ya ada kepentingan, dan mungkin tadi pertanyaannya, ini apa sih kepentingan dari anggota dewan dan elite politik hari ini," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mantan Aktivis Marahi BEM Trisakti dan UIN : Kalau Gua Udah Teriak-teriak Kalau Jadi Kalian, https://www.tribunnews.com/nasional/2019/10/04/mantan-aktivis-marahi-bem-trisakti-dan-uin-kalau-gua-udah-teriak-teriak-kalau-jadi-kalian.