Digitalisasi Demonstrasi
Di media sosial, ada banyak video yang menunjukkan betapa demontrasi yang terjadi saat ini sangat monumental dan mengharukan.
Oleh: Usluddin
Mahasiswa Magister Sosiologi Unhas
Gelombang demonstrasi di berbagai daerah di Indonesia akhirnya terjadi lagi. Ruang-ruang kelas perkuliahan di kampus tampak kosong melompong pada Selasa (24/9/2019) lalu. Hal ini merupakan respon mahasiswa terhadap ulah para wakil rakyat (DPR) yang menunjukkan sebuah gejala keanehan dalam melaksanakan salah satu tugas dan wewenangnya sebagai mesin pembuat regulasi berupa Rancangan Undang-Undang (RUU).
Demonstrasi menjadi simbol ketidakpercayaan mahasiswa terhadap kinerja wakil rakyat selama ini. Demontrasi menjadi satu sub penting dalam sistem demokrasi yang kita anut. Dalam banyak literatur yang sering kita baca, demokrasi merupakan satu sistem dalam dunia pemerintahan yang diimpor dari Yunani kemudian diadopsi, disosialisasikan hingga diterapkan menjadi ideologi tunggal negara.
Publik pun sudah sangat paham bahwa demokrasi sangat identik dengan istilah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demonstrasi ini mengingatkan kita pada aksi heroik yang dipertontonkan para mahasiswa ketika menggulingkan Orde Baru menuju transisi reformasi.
Penulis masih kecil ketika aksi tersebut terjadi, tapi dalam banyak referensi (cetak maupun digital) sudah cukup memberikan gambaran betapa eskalasi massa yang tergabung dalam banyak identitas tersebut sangat vokal untuk menyuarakan pergantian sistem (orde baru) dan upaya terminasi kepemimpinan Soeharto dan kroninya.
Jika kita searching gambar diinternet tentang aksi ini, maka yang akan muncul adalah situasi ketika para demonstrans menduduki atap gedung DPR-RI sambil menenteng berbagai spanduk kritik terhadap pemerintah saat itu.
Nafak tilas gerakan demonstrasi mahasiswa penumbangan Orde Baru, sudah berlangsung sejak 20 tahun lalu. Dalam rentan waktu itu, tentu ada beberapa perubahan yang sangat signifikan terlihat dengan aksi demonstrasi yang terjadi pekan lalu, salah satu perbedaan tersebut adalah peran signifikan yang ditunjukkan oleh media sosial dalam rangka penyebaran informasi dan penggiringan opini masyarakat tentang isu sentral yang sedang digugat oleh para aktifis kampus.
Perbedaan sangat signifikan melalui pemanfatan gadget dalam melakukan berbagai upaya mulai dari perencanaan, konsolidasi, hingga aksi dan pasca demontrasi berlangsung.
Di media sosial, ada banyak video yang menunjukkan betapa demontrasi yang terjadi saat ini sangat monumental dan mengharukan.
Bantuan media sosial pula, masyarakat semakin simpati dengan gerakan yang sedang dikawal oleh mahasiswa untuk menuntut pemerintah segera mencabut beberapa produk hukum yang sedang bergulir di meja kerja para legislatif.
Konstruksi atas asumsi dan pola pikir masyarakat yang diakibatkan oleh massifnya arus informasi di media sosial dan peran gadget dalam memainkan fungsinya, inilah yang penulis sebagai gejala digitalisasi demonstrasi.
Era digitalisasi
Digitalisasi menjadi isu yang paling sering didiskusikan hari ini, khususnya kalangan mahasiswa, masyarakat perkotaan dan kaum cerdik cendekia. Digitalisasi berhasil menjadi wacana baru yang terbukti sangat banyak membantu meringankan beban manusia modern khususnya mereka yang tinggal di perkotaan.
Digitalisasi pula yang membawa sebuah arus perubahan besar dalam tatanan masyarakat sekitar 5 tahun terakhir. Betapa tidak, ada banyak urusan yang bisa diselesaikan hanya dengan menggunakan bantuan perangkat gadget.
Mulai dari aktifitas ecek-ecek seperti pesan gorengan, sampai transaksi bernilai milliyaran rupiah semua bisa dilakukan berkat layanan yang sudah terdigitalisasi mulai dari aktifitas perbankan hingga jasa ojek dan angkutan umum.
Mahasiswa cukup jeli memanfaatkan era digitalisasi untuk mendulang simpati masyarakat umum. Entah sengaja atau tidak, faktanya di beranda media sosial (mulai dari Facebook, Twiter, Instagram maupun WA) banyak bertebaran video yang mempertontokan bagaimana demonstrasi terjadi.
Ada beberapa video yang mendulang viewer dari ratusan ribu hingga jutaan pasang masang yang menyaksikan hanya dalam beberapa hari saja. Video yang berhasil meraih viewer terbanyak dan sangat banyak dibagikan adalah saat-saat tertembaknya Randi, aktifis IMM dan menjadi salah satu demontran yang terlibat bentrok dengan aparat setempat di halaman gedung DPRD Kota Kendari.
Video ini menampilkan bagaimana kronologi detik-detik pra dan pasca-Randi, seorang mahasiswa Teknik Unhalu, menderita ketika sebiji timah panas bersarang di dadanya. Video ini mengundang simpati dan duka yang amat dalam masyarakat, hingga banyak pihak mendesak agar institusi kepolisian mengusut tuntas kasus ini.
Muhammadiyah juga sudah membentuk tim pencari fakta untuk memastikan kejadian penembakan Randi. Ada pula video yang banyak tersebar di media sosial yaitu ketika sekumpulan mahasiswa yang sedang berhadapan dengan para aparat di depan gedung DPR-RI tetap mempertahankan bendera merah putih di tengah terjangan water canon kepolisian.
Video lain seorang mahasiswa tampak dengan gagah berani memanjat mobil water canon yang digunakan polisi dan membelokkan arah water canon. Video yang menampilkan saat gerombolan anak SMK di Jakarta sedang menaiki truk menuju gedung Senayan, sambil menyanyikan yel-yel “Assalamualaikum…SMK datang bawa pasukan….”.
Di Makassar, sebuah video yang juga menjadi pemberitaan banyak media nasional saat seorang demontran yang ditabrak oleh kendaraan lapis baja milik kepolisian. Kejadian ini berawal ketika mahasiswa terlibat bentrok dengan polisi di fly over. Ketika mahasiswa mundur, kemudian sebuah mobil melaju kearah mahasiswa dengan sangat kencang.
Seorang mahasiswa Unibos terjatuh dan dilindas oleh mobil tersebut. Video ini berhasil mengundang simpati dari masyarakat luas, sehingga aksi demontrasi semakin mendapat dukungan.
Pada postingan tersebut, ada banyak doa yang ditujukan agar korban segera sembuh dan pelakunya bisa mendapat hukuman yang setimpal. Berdasarkan analisis ini, kita pun berharap banyak agar digitalisasi demontrasi dapat dimaksimalkan dengan baik.
Jika perlu, tim media harus menjadi perhatian utama teman-teman mahasiswa sebelum melakukan demonstrasi. Mereka inilah yang akan melakukan “kampanye” via media sosial dengan beragam video pendek yang terupload, sembari menunggu respon baik dari masyarakat.
Demonstrasi akan lebih berefek jika kekuatan mahasiswa bisa berpadu dengan dukungan penuh masyarakat. Inilah garda terakhir yang akan menjadi kontrol atas berlangsungnya sebuah rezim pemerintahan ketika legislatif dan eksekutif melukai demokrasi yang sedang berjalan. (*)