Kurangi Beban TPA
Gas berbahaya lain yang dihasilkan dari pembakaran sampah adalah karbon monoksida.
Oleh: Ellyyana Said
Staf Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulsel KLHK
Selama tiga hari terhating sejak Minggu (15/9/2019) Selasa (17/9/2019), Kota Makassar diselimuti asap yang bersumber dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di Antang, Kota Makassar. Pemerintah setempat, bahkan Gubernur Sulawesi Selatan turun tangan.
Dalam kondisi ini, bukan mencari siapa yang salah. Tapi bersama mengatasi hal-hal yang mudah terbakar pada musim kemarau panjang.
Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat selalu diikuti dengan upaya pembangunan dalam segala sektor. Pembangunan permukiman, pertanian, peternakan serta kehutanan merupakan salah satu bagian dari upaya untuk mencukupi keperluan masyarakat dalam mengimbangi pertambahan penduduk.
Dalam mencukupi keperluan domestik penduduk mengeluarkan bahan-bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun bahan-bahan yang dihasilkan dari pabrikan. Sampah adalah masalah global yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia saja. Oleh karena itu ada baiknya kita bisa memberi contoh ke masyarakat mengelola sampah dengan baik.
Kalau memang tidak bisa mengelola, usahakan mengurangi produksi sampah dan tidak membuangnya sembarangan. Sampah sebaiknya dipilah dari rumah untuk mengurangi beban TPA karena semua jenis sampah dibuang begitu saja.
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.
Satu masalah perkotaan yang sulit untuk dipecahkan di antaranya permasalahan yang timbul adalah masalah sampah. Sampah akan menjadi masalah kota maupun desa, dan jika tidak terkelola dengan baik akan menjadi sumber berbagai penyakit, pencemaran air tanah dan sungai, bau yang tak sedap, serta rusaknya estetika.
Tahun 2018 TPA Antang sudah melakukan proses control landfill. Namun karena tidak mampu menampung sampah dengan volume yang besar, maka tahun 2019 kembali open dumping. Menurut data, saat ini TPA Antang menampung sampah dari masyarakat hingga 1 ton setiap hari. Situasi ini tidak didukung oleh kapasitas yang hanya bisa menampung sebanyak 800 hingga 4.000 kubik sampah tiap harinya.
Open dumping (penumpukan sampah) adalah model pengelolaan sampah dengan cara membuang sampah dengan menumpuk sampah begitu saja di atas lahan terbuka dan hal ini merupakan model penanganan sampah yang sangat sederhana. Keuntungan model ini adalah biaya relatif murah, dapat menampung berbagai macam jenis sampah, memanfaatkan lahan yang tidak digunakan, dalam waktu lama dapat menyuburkan lahan.
Kerugiannya mudah berkembang hama tikus, insekta, lalat, mikroorganisme, pencemaran air, tanah, udara, dan penurunan nilai estetika lingkungan. Sistem ini harus jauh dari permukiman penduduk. Proses pembakaran sampah TPA Antang menghasilkan gas-gas berbahaya.
Saat kejadian kebakaran tumpukan sampah, bagian luar yang cukup mendapat oksigen akan menghasilkan karbon dioksida (CO2).
Sementara bagian dalam tumpukkan sampah yang kekurangan oksigen akan menghasilkan karbon monoksida (CO).
Dampak yang ditimbulkan dari pembakaran sampah adalah karbon dioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan-bahan organik, seperti sampah dapur ataupun sampah daun memberikan kontribusi peningkatan gas rumah kaca sebesar 5 persen. Gas rumah kaca merupakan gas yang dapat menangkap panas matahari sehingga bisa menghasilkan efek seperti di dalam rumah kaca. Efek rumah kaca merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi pemanasan global. Tak hanya itu, menghirup karbon dioksida terlalu sering bisa menimbulkan masalah pada saluran pernapasan, seperti sesak napas.
Gas berbahaya lain yang dihasilkan dari pembakaran sampah adalah karbon monoksida. Menghirup CO terlalu sering bisa mengganggu fungsi hemoglobin di dalam darah yang seharusnya mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika sudah parah, hal tersebut bisa berakibat fatal, bahkan hingga kematian.
Biasanya tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik selain menurunkan estetika lingkungan pada tempat tersebut juga merupakan sumber hama penyakit dan menimbulkan bau yang tidak sedap serta kondisinya tidak segar akibat udara yang dikeluarkan oleh sampah-sampah yang membusuk yang sudah lama ditimbun pada lokasi tersebut.
Gas yang ditimbulkan oleh tumbuhan bersama dengan air tersebut dikenal dengan gas metana atau CH4.
Keberadaan gas metana CH4 di kawasan pemrosesan akhir sampah volumenya sangat tergantung dari lama dan tebalnya sampah yang dibuang di tempat pembuangan sampah, sehingga produksi dari gas metana (CH4) sangat tergantung dari sampah, baik bahan, ketebalan maupun lamanya di timbunan dan tingkat kematangannya untuk menghasilkan gas metana (CH4).
Gas metana (CH4) disamping dapat dimanfaatkan sebagai energi dan biogas untuk keperluan manusia juga merupakan salah satu gas yang dapat mempengaruhi pemanasan global. Sebab gas metana (CH4) merupakan emisi gas rumah kaca disamping gas-gas nitrogenoksida (NOx), karbonmonoksida (CO), zat organik yang mudah menguap, (VOC), metana (CH4) dan yang lainnya. Selain bisa mengganggu pemandangan.
Seperti kasus kabut asap yang tidak hanya menyebabkan gangguan napas, tapi juga menurunkan visibilitas. Solusi pemilahan sampah, saat ini di Kota Makassar telah berdiri unit-unit bank sampah yang tersebar di semua kecamatan.
Saat ini 600 unit bank sampah menerima sampah yang masih bernilai ekonomi. Dengan kejadian TPA Antang, mari memberi penguatan kepada masyarakat untuk memilah sampah dari rumah dan membawa sampah yang bernilai ekonomi ke bank sampah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktur Jenderal PSLB3 (Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun) telah mengkampanyekan pilah sampah dari rumah. Hal ini harus dimulai dari hal sederhana, dari rumah sendiri dan sekarang. Salam lestari. (*)