Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Wakil Ketua KPK Alumni Unhas Beberkan 2 Kebohongan Besar Anak Buah Jokowi Yasonna Soal Revisi UU KPK

Wakil Ketua KPK Alumni Unhas Beberkan 2 Kebohongan Besar Anak Buah Jokowi Yasonna Soal Revisi UU KPK

Kompas.com
Wakil Ketua KPK Alumni Unhas Beberkan 2 Kebohongan Besar Anak Buah Jokowi Yasonna Soal Revisi UU KPK 

Wakil Ketua KPK Alumni Unhas Beberkan 2 Kebohongan Besar Anak Buah Jokowi Yasonna Soal Revisi UU KPK

TRIBUN-TIMUR.COM,- WAKIL Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly berbohong.

Hal itu terkait soal janji Yasonna Laoly mempertemukan KPK dengan DPR, untuk membahas revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Siapa Veronica Koman? Sampai PBB Minta Polisi Indonesia Bebaskan & Minta Ini ke Jokowi Soal Papua

Revisi UU KPK Gerindra & PKS Beri Catatan, Demokrat Belum Bicara Yasonna: Presiden Setuju Jadi UU

Revisi UU KPK Novel Baswedan Sepupu Anies Bongkar Pejabat yang Bersekongkol: Sistematis Kolaborasi

"Pak Laoly berjanji akan mengundang KPK saat pembahasan di DPR, tapi Pak Laoly juga tidak memenuhi janji tersebut," ujar Laode M Syarif kepada wartawan, Rabu (18/9/2019).

Laode M Syarif juga menyebut Yasonna Laoly berbohong telah berdiskusi dengan Ketua KPK Agus Rahardjo dan dirinya, terkait pembahasan revisi UU KPK di Kemenkumham pada 12 September 2019.

"Pak Laoly tidak perlu membuat narasi baru dan mengaburkan fakta yang sebenarnya."

"Saya yakin beliau bertuhan, jadi sebaiknya jujur saja," kata Laode M Syarif.

Yasonna Laoly sebelumnya mengaku sudah berdiskusi dengan Agus Rahardjo dan Laode M Syarif, dan membantah KPK tidak pernah dilibatkan dalam revisi UU 30/2002.

"Adalah benar, saya dan Pak Agus Rahardjo ditemani Pak Pahala Nainggolan dan Pak Rasamala Aritonang (Biro Hukum), pergi menemui Pak Laoly."

"Untuk meminta DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) yang disampaikan pemerintah kepada DPR, tapi Pak Laoly tidak memberikan DIM tersebut kepada kami," ungkap Laode M Syarif.

Laode M Syarif mengatakan, dia sudah meminta Yasonna Laoly untuk membahas DIM tersebut dengan KPK, sebelum pemerintah mengambil sikap akhir.

Karena, tuturnya, detail DIM tidak pernah dibahas bersama KPK.

"Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 10 menitan tersebut, Pak Laoly juga mengatakan bahwa konsultasi publik tidak dibutuhkan lagi."

"Karena pemerintah telah mendapatkan masukan yang cukup," beber Laode M Syarif.

Sebelumnya, DPR akhirnya mengesahkan revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pengesahan tersebut dilakukan melalui rapat paripurna DPR, di Ruang Paripurna Gedung Nusantara DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019).

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Membuka rapat, Fahri Hamzah menyebut ada 289 anggota Dewan yang tercatat hadir dan izin, dari 560 anggota Dewan.

Namun demikian, berdasarkan pantauan, rapat hanya dihadiri 80 anggota Dewan.

Fahri Hamzah lalu mempersilakan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas untuk menyampaikan laporan hasil pembahasan revisi UU KPK.

Supratman menyampaikan, 7 fraksi menyetujui revisi UU KPK secara penuh.

Sementara, 2 fraksi, yaitu Gerindra dan PKS, memberi catatan soal Dewan Pengawas, sedangkan Fraksi Demokrat belum berpendapat.

Setelah itu, agenda pengesahan dilanjutkan penyampaian tanggapan pemerintah yang diwakili oleh Menkum HAM Yasonna Laoly.

Yasonna Laoly mengungkapkan Presiden menyetujui revisi UU KPK disahkan menjadi UU.

Kemudian, Fahri Hamzah mengajukan persetujuan apakah revisi UU KPK bisa diterima.

"Apakah pembicaraan tingkat dua, pengambilan keputusan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" Tanya Fahri Hamzah.

"Setuju," jawab anggota DPR kompak.

Sebelumnya, DPR bersama pemerintah selesai membahas revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada Senin (16/9/2019) malam, DPR telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat satu di Panitia Kerja (Panja) RUU KPK.

Kemudian, hasil rapat panja semalam dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk dirapatkan.

Hasilnya, Bamus menyepakati agar RUU KPK dibawa ke rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019) hari ini.

"Pagi ini tadi sudah selesai di-Bamuskan, dan disepakati untuk dibawa ke paripurna pada pagi hari ini."

"Sehingga pada pagi hari ini sudah dijadwalkan untuk di-paripurna-kan. Diambil dalam keputusan pimpinan tingkat kedua," kata Supratman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Namun, banyak pihak mempertanyakan proses legislasi pembahasan revisi UU KPK karena sangat terkesan terburu-buru.

Supratman pun membantah hal itu. Dia menjelaskan, pembahasan revisi UU KPK sudah dijajaki sejak 2015 silam.

"Sebenarnya tidak terburu-buru. Kenapa saya katakan tidak terburu-buru?"

"Karena kan proses, kita kan sudah ikuti semua apa yang menjadi perdebatan di publik ya."

"Yang kedua ini kan soal perbedaan cara pandang kita bahwa pembahasan RUU KPK ini itu sudah berlangsung lama juga di Badan Legislasi dulunya," jelas Supratman.

Namun, kata Supratman, karena momentum dan waktu yang dinilai belum tepat, akhirnya DPR dan pemerintah sepakat untuk menunda revisi UU KPK.

"Bahwa dulu pernah ditunda karena momentumnya yang belum begitu bagus akhirnya ditunda."

"Tetapi kan juga Komisi III juga sudah melakukan sosialisasi kepada kesepakatan dengan Presiden dulu dengan pimpinan DPR."

"Bahwa DPR itu harus melakukan sosialisasi menyangkut soal UU KPK ini," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah dan DPR tidak menutup mata terkait dinamika dan pro kontra di tengah masyarakat terhadap revisi UU KPK ini.

Ia juga membantah sejumlah pihak yang menyebut pembahasan UU KPK cacat formil.

"Tidak, soal orang katakan cacat formil, tidak. Karena ini kan prosesnya meminta pendapat masyarakat itu sudah lama dilakukan, dalam 2 tahun prosesnya, cukup panjang."

"Yang kedua, UU KPK ini tidak pernah dikeluarkan dalam Prolegnas 5 Tahunan, jadi tetap ada."

"Kan yang paling penting itu tidak boleh kemudian kalau dia keluar dari situ."

"Oleh karena itu bagi kami, Baleg sudah selesai diambil keputusan. Soal pro kontra itu biasa," ucap politikus Partai Gerindra ini.

Supratman menambahkan, ia tidak bisa memastikan apakah RUU KPK bisa disahkan menjadi UU di dalam paripurna pagi ini.

Menurut Supratman, itu menjadi bagian dari paripurna untuk menentukan.

"Ya sudah, ya nanti itu hak paripurna. Yang penting tugas saya melaporkan apa yang jadi catatan Gerindra di Baleg," ucap Ketua Panja RUU KPK ini.

DPR menggelar paripurna pada Selasa (17/9/2019) hari ini.

Satu di antara beberapa agenda paripurna adalah pengambilan keputusan tingkat dua terhadap RUU KPK.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Laode M Syarif Ungkap Yasonna Laoly Dua Kali Berbohong kepada KPK Soal Revisi UU 30/2002, https://wartakota.tribunnews.com/2019/09/18/laode-m-syarif-ungkap-yasonna-laoly-dua-kali-berbohong-kepada-kpk-soal-revisi-uu-302002.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved