Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wiki

Miryam S Haryani Diperiksa KPK Terkait Korupsi e-KTP, Siapa Dia? In Profilnya, Mantan Anggota Dewan

Ia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS).

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK telah menjadwalkan Miryam S Haryani untuk diperiksa pada Senin, (2/9/2019).

Ia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS).

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PLS," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Senin (2/9/2019) dikutip dari Tribunnews.

Dilansir dari Tribunnews, Miryam yang merupakan terpidana memberikan keterangan palsu telah menyandang status tersangka korupsi e-KTP. Miryam diduga diperkaya USD1,2 juta terkait proyek e-KTP ini.

Diduga penetapan Miryam sebagai tersangka ini menjadi pintu masuk KPK untuk menjerat anggota DPR lainnya yang terlibat dan kecipratan uang haram dari korupsi e-KTP.

Hal ini setidaknya lantaran Miryam pernah menerima uang sebesar USD100 ribu dari ‎‎Dirjen Dukcapil Kemdagri ketika itu Irman untuk kebutuhan rekan-rekannya di Komisi II DPR.‎
Penyerahan uang tersebut dilakukan di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.

Diketahui, KPK menetapkan empat tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Keempat orang yang menyandang status tersangka megakorupsi itu, yakni Anggota DPR dari Fraksi Hanura periode 2014-2019, Miryam S Hariyani; mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik sekaligus PNS BPPT, Husni Fahmi; serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.

Penetapan keempat orang ini sebagai tersangka merupakan pengembangan dari fakta-fakta yang muncul dalam persidangan terkait korupsi e-KTP sebelumnya. Keempat orang tersangka ini memiliki peran masing-masing dalam korupsi proyek e-KTP.

Atas perbuatannya, empat orang tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Penetapan empat orang tersebut sebagai tersangka menambah panjang daftar nama yang dijerat KPK terkait korupsi proyek e-KTP.

Sebelumnya, KPK telah menangani sebelas orang dalam korupsi e-KTP maupun perkara terkait yakni obstruction of justice dan kesaksian palsu. Dalam perkara pokok korupsi e-KTP, KPK telah memproses delapan orang.

Tujuh orang di antaranya telah divonis bersalah di pengadilan tipikor dan seorang lainnya sedang proses persidangan. Delapan orang itu terdiri dari tiga kluster yaitu unsur politisi, pejabat di Kementerian Dalam Negeri dan Swasta.

Mereka dari kluster politisi adalah mantan Ketua DPR sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto; mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari yang sedang dalam proses persidangan.

Kemudian mantan Dirjen Dukcapil Kemdagri Irman, dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemdagri Sugiharto.

Sementara dari unsur swasta terdapat mama Dirut PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudiharjo; pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, pihak swasta Made Oka Masagung; dan Direktur PT Murakabi Sejahtera yang juga keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Selain itu, dalam penanganan perkara ini, KPK juga menemukan adanya upaya menghalang-halangi proses hukum atau kesaksian palsu sehingga memproses empat orang, yakni Markus Nari dan Miryam S Haryani, Advokat Frederick Yunadi dan dokter Bimanesh Sutardjo.

Siapa Miryam S Haryani?

Miryam S Haruani lahir di Indramayu, 1 Desember 1973.

Namun, ia besar dan tumbuh di Jakarta.

Ia menempuh pendidikan S1 hingga S2 di ibukota Indonesia. Ia lulus dari studi ekonomi pada tahun 2000. Tentunya, semasa kuliah, berbagai organisasi ia ikuti bahkan sejak di SMA pun demikian.

Saat menempuh dunia kuliah, Miryam aktif bergerak dalam gerakan reformasi.

Ia ikut serta dalam menumbangkan masa Orde Baru bersama para mahasiswi lainnya.

Ia juga terlibat dalam berbagai aksi unjuk rasa untuk menyingkirkan pemerintahan Gusdur atau Presiden RI-ke 4 Abdurrahman Wahid.

Karier

Ia memulai kariernya dengan menjadi sekretaris di berbagai institusi.

Saat bergabung dengan Partai Bintang Reformasi (PBR) ia ditempatkan sebagai Wakil Sekretaris Jenderal.

Melalui partai inilah ia maju pertama kalinya menjadi calon anggota DPR pada Pemilu 2004.

Namun, pada tahun tersebut ia belum beruntung.

Ia tidak terpilih sesuai harapannya.

Ketika tidak terpilih, ia mulai vakum di PBR.

Namun, selalu aktif dalam lembaga lain.

Diantaranya lembaga perguruan tinggi baik sebagai sekretaris maupun koordinator program pasca sarjana.

Hingga akhirnya ia terjun kembali ke dunia politik.

Miryani memutuskan bergabung dengan Partai Hanura, partai bentukan Wiranto, sebagai wakil sekretaris jenderal Bidang Pemenangan Pemilu.

Tidak hanya itu, ia menjadi ketua Srikandi, organisasi perempuan Hanura.

Dipecat Dari Hanura

Dilansir dari Tribunnews, Miryam S Haryani dipecat dari Partai Hanura menyusul penetapan tersangka terhadap dirinya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemberian keterangan palsu.

"Kita akan follow up. Kalau berdasarkan AD/ART kita, ya dia diberhentikan," kata Wakil Ketua Umum Partai Hanura, Nurdin Tampubolon.

Hanura lanjut Nurdin juga tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Miryam, sebab hal tersebut sudah sesuai dengan AD/ART partai Hanura. "Saya kira tidak ada bantuan hukum yang diberikan, sesuai AD/ART," ucapnya.

Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura Miryam s Haryani ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Miryam dianggap memberikan keterangan palsu saat sidang kasus dugaan korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Miryam disangkakan dengan pasal 22 jo pasal 35 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"KPK menetapkan satu orang tersangka baru, yaitu MSH (Miryam S Haryani) mantan anggota DPR RI terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-ktp. Tersangka diduga dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar pada sidang dengan terdakwa Irman dan Sugiharto," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.

Miryam mencabut BAP-nya saat persidangan e-KTP. Pencabutan itu dilakukan Miryam karena merasa keterangannya diberikan dalam tekanan oleh penyidik KPK.

Akibatnya, Miryam dikonfrontir dengan 3 orang penyidik KP pada Kamis (30/3) lalu. Jaksa pun sempat meminta hakim untuk menerapkan pasal 174 KUHAP, namun saat itu hakim belum melakukannya dan mempersilakan jaksa memproses Miryam dengan pasal lainnya terkait dugaann pemberian keterangan palsu.

Dalam dakwaan kasus KTP elektronik nama Miryam memang paling sering disebut sebanyak 26 kali. Ia disebutkan mendapatkan uang sejumlah USD 23.000.

Bukan hanya itu, nama Miryam banyak disebut dalam dakwaan dikarenakan ia diduga menjadi penagih uang kepada terdakwa I yakni mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman.

Kemudian membagi-bagikannya kepada banyak anggota Komisi II DPR, termasuk empat ketua Komisi II DPR, sembilan ketua kelompok Fraksi Komisi II DPR, hingga puluhan anggota Komisi II DPR.

Pengusaha

Bukan hanya menjadi politisi, Miryam juga berprofesi sebagai pengusaha.

Adapun usaha yang ditekuninya yakni di bidang konstruksi, bisnis event organizer, restoran dan juga transportasi barang.

Salah satu perusahaanya yaitu PT. Srikandi Kilang Sari, sebuah perusahaan angkutan truk.

Data Diri:

Nama lengkap: Miryam S. Haryani

Twitter: @MiryamSHaryani

Profesi: politikus

Lahir: Indramayu, 1 Desember 1973

Pendidikan:

S1, Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi dan Sekretaris ASMI, Jakarta (2000)

S2, Magister Ilmu Pemerintahan dan Politik, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI), Jakarta (2003)

Karier:

  1. Sekertaris Direktur, International Research Center, 1994 - 1996
  2. Assisten Research Analisys, Environmental Management Development in Indonesian, 1994 - 1996
  3. Sekertaris Direktur Univ. Satyagama Program MM Unit Arthaloka, 1995 - 1997
  4. Kepala Unit Program Pasca Sarjana STIANI,1999
  5. Pengelola STIE-YPPI Program S1, 2001 - 2005
  6. Koordinator Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Univ. Jayabaya,2002 -2006
  7. Pendiri Pusat pengkajian masalah-masalah pemerintah, 2004 - 2009
  8. Owner International Institute of communication (IIC),2006 - 2015
  9. Owner Bright International school,2006 - 2015
  10. Direktur International, Institute Of Communisation, 2006-
  11. Ketua Yayasan Srikandi Indonesia, 2006
  12. Komisaris, PT. Mas Arya Tunggal Abadi, 2008 - Skrg
  13. Wakil Sekjen DPP PBR, 2002 - 2005
  14. Wakil Sekjen BAPPILU Partai HAnura, 2006
  15. Ketua UKM DPP Partai Hanura, - 2010
  16. Ketua SRIKANDI HANURA
  17. Anggota Fraksi Partai Hanura, 2009 - 2014
  18. Bendahara Fraksi Hanura. DPR RI, 2009 - 2013
  19. Anggota Fraksi Partai Hanura, 2014 - 2017

Sumber berita: https://www.tribunnews.com/nasional/2019/09/02/korupsi-e-ktp-kpk-periksa-miryam-haryani-jadi-saksi-tannos?

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved