Tambang Pasir Kembali Beroperasi, Masyarakat Pallae Tunggu Kerusakan Lingkungan
Padahal sebelumnya, tambang ini sempat ditutup oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wajo.
Penulis: Hardiansyah Abdi Gunawan | Editor: Sudirman
TRIBUN-WAJO.COM, SENGKANG - Tambang pasir di Pallae, Kelurahan Wiringpalennae, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo kembali beroperasi.
Padahal sebelumnya, tambang ini sempat ditutup oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wajo.
Bahkan masyarakat setempat juga telah menolak keberadaan tambang pasir sejak 2016, namun telah memiliki izin operasi sejak Juli 2019 lalu.
Walaupun telah memiliki izin, masyarakat tetap menolak segala aktivitas tambang di tengah pemukiman masyarakat, yang berada disekitaran bantaran Sungai Walanae.
Salah satu masyarakat yang menolak adalah Rustan Asta.
Bursa Transfer - Persib Coret 3 Asing, Ini 3 Pengganti? Reva Tinggalkan PSM, Striker Baru Persebaya
FOTO: Apel Gelar Pasukan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan
FOTO: Bank Indonesia Seminar Pekan Ekonomi Syariah 2019
Intip Kado Wapres Jusuf Kalla untuk Tania Nadira, Sampai Kegirangan Bahagia Bareng Anak Suami
"Setelah ditutup 5 hari kemarin, dengan alasan mau dikaji ulang dokumen izin lingkungannya oleh Pak Sekda yang notabenenya adalah sarjana sosial tersebut, itu tidak kompeten," ujar Rustan, Kamis (15/8/2019).
Lebih lanjut, pemerintah seolah takut mengambil langkah tegas dengan kehadiran tambang pasir.
"Alasan pemerintah itu karena sudah ada izinnya dari gubernur, jadi tidak ada alasannya Pemda untuk menutup. Masyarakat di sini sudah tak percaya lagi pemerintah," sambungnya.
Pada pertemuan terakhir saat keputusan Sekda Wajo, Amiruddin mengoperasikan kembali tambang pasir yang dikelola CV Muara Saddang milik Danni Akbar Mustari tersebut, ada beberapa kesepakatan yang diambil.
Seperti jam operasional dan kesiapan pemilik tambang dan pemerintah bertanggungjawab atas segala kerusakan yang ditimbulkan.
Rustan Asta dan masyarakat pun cuma bisa pasrah, menunggu kerusakan segera terjadi.
Sebab, beberapa upaya penolakan yang ditempuhnya mentok tak membuahkan hasil sejak 2016 lalu. Mulai dari aksi demonstrasi, penutupan akses jalan ke lokasi tambang, aspirasi ke Pemerintah Kabupaten Wajo, DPRD Wajo, dan DPRD Sulawesi Selatan.
"Kita cuma pasrah saja, tunggu kerusakan supaya mereka betul-betul sadar," katanya.
Upaya ke PTUN sempat bergaung, dengan catatan pemilik tambang tidak beraltivitas sembari proses hukum berlangsung. Namun, Rustan sangsi atas hasil yang bakalan dicapainya
"Kita ingin Pra-PTUN kan, tapi pasti memakan waktu lama, jadi sembari menyusun rencana, kita tetap menolak, langkah selanjutnya kita akan bersurat ke Gubernur," katanya.