Upacara Pelimpahan Jasa Pattidana di Klenteng Kwan Kong
Tujuan upacara Pattidana ini untuk mengingat jasa-jasa kebajikan para leluhur yang telah meninggal.
Penulis: CitizenReporter | Editor: Ansar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Setiap tahun dalam bulan Agustus, umat Buddha secara tradisi mengadakan upacara sembahyangan kepada leluhur yang telah meninggal.
Dikenal dengan sembahyang “rampas” atau sembahyang “arwah” (qi yue ban).
Tahun ini sembahyang “arwah” berlangsung dari tanggal 01 sampai 15 Agustus 2019.
Dalam tradisi Buddhis disebut sebagai upacara Pelimpahan Jasa (Pattidana).
Tujuan upacara Pattidana ini untuk mengingat jasa-jasa kebajikan para leluhur yang telah meninggal.
Peringati HUT ke 74 RI, Ada Lomba Tangkap Belut di Toraja Utara
Hadiri Acara Perkemahan di Kalukku, Bupati Mamuju Minta Pelajar Lakukan Ini
Barito Putera Samakan Kedudukan, Lewat Lucas
Juga bakti kepada orangtua atau keluarga yang telah meninggal,.
Serta membantu mereka yang telah meninggal, untuk menambah kebajikan di dunia ini agar mereka berbahagia.
Inilah yang disebut sebagai pelimpahan jasa-jasa kebajikan kita untuk mereka yang telah meninggal.
Karena mereka yang telah meninggal tidak mampu melakukan kebajikan di alam sana.
Upacara ini merupakan kesempatan bagi kita untuk berbuat kebajikan bagi mereka yang telah meninggal.
Untuk tujuan tersebut, Panitia Pattidana Klenteng Kwan Kong dalam hal ini Keluarga Buddhis Brahmavihara (KBBV) Makassar, mengadakan upacara Pattidana di Klenteng Kwan Kong (Rumah Ibadah Satya Dharma), Minggu (11/08/19) pagi.
Upacara Pattidana yang berlangsung di ruang aula ini dihadiri lima bhikkhu anggota Sangha Theravada Indonesia (STI).
Peringati HUT ke 74 RI, Ada Lomba Tangkap Belut di Toraja Utara
Hadiri Acara Perkemahan di Kalukku, Bupati Mamuju Minta Pelajar Lakukan Ini
Barito Putera Samakan Kedudukan, Lewat Lucas
Yaitu Bhikkhu Sucirano Mahathera (Denpasar), Bhikkhu Upasamo Thera (Singkawang), Bhikkhu Silanando (Batu, Malang), Bhikkhu Silayatano (Wakil Ketua Bhikkhu Daerah Pembinaan/Upa-Padesanayaka Sulsel) dan Bhikkhu Saccapiyo.
Khotbah Dhamma dibawakan oleh Bhikkhu Silanando yang mengatakan bahwa upacara Pattidana biasanya diadakan 2 kali setahun.
Yaitu saat sembahyang ziarah kubur (ching ming) dan saat sembahyang “arwah” (qi yue ban).
Namun sebenarnya upacara Pattidana dapat dilakukan kapan saja dengan mendedikasikan perbuatan baik kepada leluhur yang disertai dengan kebahagiaan.
Ketika kita melakukan hal yang baik dan berbahagia, bukan hanya bermanfaat kepada leluhur melainkan diri kita juga.
Perbuatan baik yang disertai dengan kebahagiaan bertujuan untuk mengondisikan batin leluhur agar ikut turut berbahagia.
Bagaikan seorang anak yang tinggal jauh dari orangtuanya ketika mendapatkan peringkat pertama dan mengabarkan kepada
orangtuanya sehingga orang tua mereka turut berbahagia.
Apabila tidak dikabarkan, maka orangtua mereka tidak tahu dan tidak sempat ikut berbahagia.
Bagaikan apa yang kita lakukan hari ini.
Ada lima jenis persembahan yang seharusnya dilakukan ketika seseorang masih hidup.
Yaitu : untuk keluarga, untuk tamu, untuk para leluhur seperti yang dilakukan pada hari ini, untuk para raja / penguasa seperti membayar pajak.
Itu sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih atas kenyamanan tinggal di negeri ini.
Dan untuk para dewa dimana mengakui bahwa ada alam-alam lain yang lebh tinggi sehingga kita juga termotivasi untuk bisa mencapainya.
Alangkah lebih baik apabila kita mempersembahkan dengan tujuan mengikis kekotoran batin.
“Dalam upacara Pattidana kita berbuat baik kepada leluhur dengan membacakan paritta dan menghaturkan persembahan sebagai bakti dan hormat,” kata Bhikkhu Silanando kepada seratus umat Buddha yang hadir.
Pada puncak upacara Pattidana, umat dengan penuh rasa bakti.
Secara bergiliran mempersembahkan empat kebutuhan pokok para bhikkhu kepada Bhikkhu Sangha yang hadir, atas nama para leluhur.
Dengan harapan para leluhur dapat turut berbahagia atas kebajikan yang telah dilakukan sanak keluarganya.
Pembacaan paritta pemberkahan dan pemercikan tirta paritta oleh Bhikkhu Sangha mengakhiri rangkaian upacara Pattidana. (*)
Ditulis: Miguel Dharmadjie, Penyuluh Agama Buddha Non PNS
Langganan Berita Pilihan
tribun-timur.com di Whatsapp
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: