OPINI
Aswar Hasan yang Saya Kenal
Terpilih jadi komisoner KPI Pusat. Aswar diserang dengan tuduhan sosok radikal. Benarkah? Inilah kesaksian Fajlurrahman Jurdi, dosen Unhas.
Oleh: Fajlurrahman Jurdi
Mantan Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
SAYA agak tergelitik melihat berita yang beredar kian massif yang menuding salah satu komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terpilih, Dr Aswar Hasan MSi, sebagai orang yang terafiliasi dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Sebagai salah satu di antara sekian banyak orang yang dekat dan mengenalnya, tudingan ini tak berdasar dan berlebihan.
Aswar Hasan adalah seorang intelektual organik, yang bergerak berdasarkan naluri akademik. Ia berbaur dengan semua orang. Menyapa semua generasi dari berbagai kalangan.
Ia berada di dua gunung kembar organisasi Islam Indonesia: NU dan Muhammadiyah.
Ia moderat. Ia bisa diterima di semua kalangan. Itu karena pikirannya yang terbuka dan caranya yang netral. Aswar jelas jauh dari yang dituduhkan. Saat-saat tertentu ia membela modernisasi. Pada saat yang lain, menjaga tradisionalisme.
Di antara aktivis Islam, ia menjadi penengah yang baik dan bisa diterima semua kalangan. Di Makassar atau Sulawesi Selatan secara umum, Aswar merupakan pemikir jalan tengah.
Maka cap sebagai muslim moderat atau ‘cendekiawan muslim jalan tengah’ disandangnya.
Terpilih Jadi Komisioner KPI, Ini Target Aswar Hasan
Seorang Penumpang KMP Kota Muna Jatuh di Teluk Bone, Ini Identitasnya
Kapasitas dan kualifikasi intelektual Aswar, gaya komunikasi, dan sentuhannya dengan pemikiran akademik yang begitu dekat dengan kategorisasi intelektual organik-nya Gramscian, menyebabkan ia selalu berpihak pada kelompok ‘terasing’.
Ia selalu tampil membela umat Islam yang ‘terpinggirkan’ dan menjadi framing media massa. Aswar nyaman bila bersama orang Muhammadiyah. Tapi juga tenang berada di tengah-tengah NU. Dua gerbong besar umat Islam Indonesia, yang sama-sama menjaga nasionalisme.
Aswar memiliki latar belakang aktivisme Islam yang kuat pada modernisme. Ia adalah kader Pelajar Islam Indonesia yang setiap tahun memproduksi tunas-tunas muda generasi Islam moderat.
Aswar tak dapat disangkal, sebagai gerbong yang menjaga nasionalisme. Ia adalah akademisi, intelektual, cendekiawan dan sekaligus aktivis di saat yang bersamaan. Label-label itu layak diletakkan dipundaknya.
Dua dosen Ilmu Komunikasi Unhas yang dikenal begitu dekat dengan dunia gerakan Islam moderat sepanjang yang saya tahu adalah almarhum Dr Mansyur Semma dan Aswar Hasan.
Mereka sama-sama menjadi sumber referensi bagi kalangan muslim Makassar dan keterlibatan mereka dalam menekan radikalisme Islam dikalangan di kawah kampus sangat besar.

Maka saat muncul berita bahwa Aswar Hasan adalah orang HTI, menurut saya tidak berdasar. Karena ia tak punya afiliasi organisasi yang pasti.
Ia hanya di kenal sebagai salah satu penggerak Komite Persiapan Penegakkan Syariat Islam (KPSSI) Sulawesi Selatan, meskipun organisasi ini tidak begitu massif.
Hanya saja organisasi ini bukan organisasi terlarang. Organisasi ini menghimpun akademisi, politisi, ulama, tokoh masyarakat, birokrat serta aktivis yang konsen pada gerakan konstitusional, bukan gerakan radikal.
Perlu juga dipahami bahwa munculnya tuduhan Aswar Hasan berafiliasi dengan HTI karena beberapa hal, sebagai berikut.
Pertama di Sulsel, Desa Kahaya Bulukumba Dirancang Jadi Kampung Zakat
Kalla Toyota Punya Kejutan di GIIAS 2019 di ICE BSD City
Pertama, setelah Aswar memperoleh suara terbanyak ketiga dalam pemilihan calon anggota KPI Pusat, ia digadang-gadang sebagai calon ketua dengan posisi terkuat.
Sulit membendung dukungan politik dan dukungan jaringan yang ia punya, karena memang Aswar memiliki modal jaringan yang cukup besar di kalangan akademisi dan politisi. Ia bisa berkomunikasi dengan siapa saja dan tidak memiliki tendensi.
Bukan sekarang saja, tetapi memang sejak dahulu, sejak saya mengenalnya sekitar 15 tahun silam.
Kedua, Aswar memiliki pengalaman panjang mengurusi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah dan Komisi Informasi Provinsi (KIP) Sulawesi Selatan. Ia dua kali menjadi Ketua KPI Provinsi Sulsel dan dua kali menjadi Ketua KIP Sulawesi Selatan.
Ia berhasil memimpin dua periode di KPID Provinsi dan di KIP Provinsi, sehingga dengan pengalaman itu, kualifikasi manajerial kepemimpinan yang ia punya tak bisa dinafikkan.
Aswar jelas seorang professional, independen dan layak didukung menjadi ketua, jika melihat pengalaman ini.
Ketiga, latar belakang gerakan Islam Aswar Hasan yang netral dan memilih ‘jalan tengah’ menguntungkannya. Ia bisa berkomunikasi netral ke Muhammadiyah dan ke NU sebagai dua organisasi Islam terbesar.
Ia individu yang gampang membangun persahabatan dengan siapapun.
Keempat, karena sulitnya mencari letak kelemahan Aswar, maka digali berbagai persoalan yang kadang tidak memiliki keterkaitan dengan karier intelektual dan pengalaman profesionalismenya.
Isu yang digoreng bahwa Aswar Hasan HTI adalah isu politik yang tak berdasar dan tidak memiliki argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
Karena itu, memilih isu yang tepat untuk menjegal lawan juga harus dipikirkan akurasi dan kevalidannya. Aswar Hasan adalah muslim moderat yang mengambil posisi intelektual dan akademik yang netral.
Ia penjaga nilai-nilai solidaritas, progresivitas dan modernisme Islam. Aswar adalah cendekiawan muslim organik. Wallahu a’lam bishowab. (*)