Google Facebook Twitter dkk Belum Bayar Pajak, Semua Negara di Dunia Bingung Cara Menarik Pajaknya
Mereka masuk ke seluruh sendi kehidupan manusia, dari bangun hingga tidur lagi di malam hari. Namun semua negara di dunia, kesulitan menarik pajaknya
Google Facebook Twitter dkk Belum Bayar Pajak, Semua Negara di Dunia Bingung Cara Menarik Pajaknya
TRIBUN-TIMUR.COM - Perusahaan-perusahaan start-up atau rintisan saat ini menguasai dunia digital.
Sebut saja perusahaan digital itu seperti Google, facebook, Amazon, twitter, Tik Tok dan banyak lagi lainnya.
Baca: Cara Tragis Dilakukan Isnen yang Menolak Diputuskan sang Kekasih, Bawa Bensin & Korek Api
Baca: Kiper Persib Bandung, Deden Natshir Tumbal Laga Persija vs Persib: Akhiri Liga 1 2019 Lebih Cepat
Bahkan dari beberapa start-up tersebut telah menjelma sebagai perusahaan digital berkelas Unicorn.
Sebagaimana diketahui, Unicorn adalah status yang disandang sebuah perusahaan rintisan atau startup jika valuasinya sudah mencapai US$ 1 miliar.
Nah, perusahaan-perusahaan itulah yang sekarang ini menguasai dunia karena beroperasi lintas negara.
Mereka masuk ke seluruh sendi kehidupan manusia, dari bangun hingga tidur lagi di malam hari.
Ada begitu banyak layanan yang bisa diakses oleh masyarakat karena ketergantungan yang sangat tinggi.
Namun semua negara di dunia, kesulitan menarik pajak dari mereka.
Baca: Begini Nasib Mantan Pemain Liverpool yang Pernah Patahkan 2 Kaki Lawan, Kini Jadi Tukang Masak
Baca: 11 Transformasi Penampilan Salmafina Sunan, Saat Masih Jadi Istri Taqy Malik hingga Isu Pindah Agama
Padahal, semua perusahaan digital itu beroperasi dan mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi saat beroperasi di sebuah negara, terutama dari iklan yang muncul.
Hal itu tentu saja membuat iklim persaingan tidak sehat dan tidak fair untuk perusahaan lain di sebuah negara.
Pasalnya, perusahaan setempat wajib membayar pajak untuk pembangunan yang bisa dinikmati bersama.
Cara Menarik Pajak?
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menilai saat ini seluruh negara di dunia menghadapi masalah yang sama.
Masalah itu yakni bagaimana cara menarik pajak dari perusahaan digital dan media sosial tersebut.
Bahkan, Jusuf Kalla mengatakan, permasalahan tersebut juga menjadi pembahasan di negara-negara yang tergabung di G-20.
"Menkeu Sri Mulyani juga masih mencari secara bersama-sama anggota G-20, cara agar mereka (perusahaan digital) bayar pajak."
"Karena teknologi itu lintas negara dan itu di dunia maya."
"Bagaimana memajaki dunia maya, itu juga masalah," ujar Kalla dalam sebuah diskusi di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta, Kamis (10/7/2019).
Ia mengatakan, saat ini ada beberapa perusahaan digital yang menguasai dunia.
Baca: VIDEO: Siswa SMKN 2 Makassar Dirikan Start Up Technopark Untuk Bidang Arsitek
Baca: DArst Techno Start Up Technopark SMK 2 Makassar Tawarkan Jasa Arsitek
Perusahaan-perusahaan itu, misalnya, Google, Facebook, Microsoft, dan Amazon.
Kalla menilai hampir tak ada hal di dunia yang tak berurusan dengan keempat perusahaan tersebut setiap harinya.
Kalla mengatakan, dalih ketika tak membayar pajak ialah mereka mampu menghasilkan informasi yang dibutuhkan masyarakat secara gratis.
Namun, Kalla mengatakan, perusahaan-perusahaan tersebut menjadi semakin kaya dan tetap tak membayar pajak.
Karena itu, Kalla mengatakan, saat ini negara-negara lain juga tengah memikirkan cara menarik pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut.
"Mereka kaya raya menguasai dunia tetapi di tiap negara tidak bayar pajak karena lintas negara, oleh sebab itu dunia akan mengatur itu."
"Jadi bukan hanya masalah Indonesia tetapi juga masalah dunia agar mereka membayar lebih baik sesuai dengan pendapatannya," ujar Kalla.
Baca: Daftar Lengkap 192 Nama yang Lolos Seleksi Administrasi Calon Pimpinan KPK, 40 Akademisi, 13 Polri
Baca: Mallsampah Raih Penghargaan ASEAN Rice Bowl Start Up Award
"Tetapi mereka hanya mau melaksanakannya bila ada kesepakatan di dunia, tidak bisa kesepakatannya per negara."
"Kalau pun kita ingin mereka bayar pajak ya lintas negara, kita menggunakan juga seperti itu."
"Dan perhitungannya sendiri masih belum ketemu," lanjut Wapres.
Inggris Atur Sosmed
Sementara itu, Pemerintah Inggris membuat sebuah pengumuman besar.
Dilansir NexTren dari Business Insider, pada Minggu, (7/4/2019), mereka akan mengatur penggunaan internet dan media sosial sehari-hari.
Pemerintah Inggris tidak menekankan kepada para pengguna internet, tetapi lebih condong pada para perusahaan teknologi.
Pemerintah Inggris telah membuat draft untuk mengatur media sosial, search engine, teks pesan, dan bahkan situs berbagi file yang terdekteksi berbahaya secara online.
Draft proposal tersebut juga menekan perusahaan-perusahaan teknologi asal Amerika untuk menyaring konten: melukai diri sendiri, teroris, dan ujaran kebencian dari platform mereka.
Untuk mendiskusikan proposal ini Pemerintah Inggris bahkan mengundang bos Facebook, Mark Zuckerberg.
Dalam proposal tersebut juga akan dibentuk regulator mandiri baru yang akan mengawasi internet.
Rencana regulasi ini juga memiliki kekuatan hukum seperti menahan eksekutif perusahaan hingga memberi denda yang cukup besar bagi perusahaan teknologi.
Di pihak lain, Asosiasi Internet yang beranggotakan Facebook, Google, Snap, Reddit, dan Twitter merasa bahwa aturan ini perlu diperjelas dan diperbaiki.
Mereka merasa bila regulasi ini disahkan dapat membuat persaingan bisnis menjadi buruk.
(Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)
Artikel ini telah tayang di Nextren.com dengan Judul "Semua Negara di Dunia Bingung Cara Menarik Pajak dari Google Facebook dkk"