Sidang MK - Daftar 5 Tuduhan Kecurangan Jokowi Bikin Dia Bisa Didiskualifikasi dan Prabowo Menang
Diungkap melalui Sidang MK ( Mahkamah Konstitusi), berikut daftar 5 tuduhan kecurangan Jokowi - Maruf Amin yang bikin dia bisa didiskualifikasi dari
TRIBUN-TIMUR.COM - Diungkap melalui Sidang MK ( Mahkamah Konstitusi), berikut daftar 5 tuduhan kecurangan Jokowi - Maruf Amin yang bikin dia bisa didiskualifikasi dari Pilpres 2019 dan Prabowo-Sandi yang menang.
Ketua Tim Hukum Capres dan Cawapres RI nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto menilai pasangan Capres dan Cawapres RI nomor urut 01 Joko Widodo - Maruf Amin berpotensi melakukan kecurangan secara terstrukrur, sistematis, dan masif selama proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.
Oleh sebab itu, Tim Hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi pasangan Jokowi dan Maruf Amin sebagai peserta pemilu 2019.
Mereka juga meminta MK menyatakan pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 sebagai pemenang pilpres atau paling tidak pemungutan suara diulang secara nasional.
"Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan KH Maruf Amin harus dibatalkan atau didiskualifikasi sebagai peserta Pilpres 2019, dan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno harus dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019, atau paling tidak pemungutan suara Pilpres 2019 diulang secara nasional," ujar Bambang Widjojanto dalam sidang pendahuluan sengketa hasil Pilpres di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, (14/6/2019).
Bambang Widjojanto menuduh, Presiden Jokowi sebagai petahana setidaknya melakukan 5 bentuk kecurangan selama Pilpres.
Kelima tuduhan kecurangan itu, yakni:
1. Penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah,
2. Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN,
3. Ketidaknetralan aparatur negara, polisi dan intelijen,
4. Pembatasan kebebasan pers, dan
5. Diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
Bambang Widjojanto mengklaim, kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu bersifat terstruktur, sistematis dan masif.
"Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia," kata Bambang Widjojanto.
Untuk memperkuat dalilnya itu, Bambang Widjojanto menyertakan tautan berita media massa online sebagai buktinya.
Terkait penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah misalnya, Bambang Widjojanto mencantumkan sebanyak 22 tautan berita.
Pada intinya, seluruh berita tersebut menyoroti tentang upaya pemerintah menaikkan gaji aparatur sipil negara, kenaikan dana kelurahan, pencairan dana Bantuan Sosial (Bansos), percepatan penerimaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan penyiapan skema Rumah DP 0 Persen untuk ASN, TNI dan Polri.
"Dengan sifatnya yang terstruktur, sistematis, masif tersebut, maka penyalahgunaan anggaran dan program kerja negara tersebut adalah modus lain money politics atau lebih tepatnya vote buying," ucap Bambang Widjojanto sekaligus mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Patut diduga dengan alur logika yang wajar, bertujuan untuk mempengaruhi penerima manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung dari program kerja tersebut, yang kebanyakan tidak lain adalah para pemilih dan keluarganya, agar lebih memilih Capres Paslon 01," tutur dia.
Yusril Ihza Mahendra: Semua Isi Gugatan 02 Hanya Asumsi-asumsi, Mudah Dipatahkan
Ketua Tim Hukum Capres dan Cawapres RI nomor urut 01 Jokowi - Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, isi permohonan sengketa atau gugatan yang dibacakan pengacara Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam persidangan mudah dipatahkan.
Sebab argumen yang diberikan hanya sebatas asumsi saja. "Semuanya dapat dipatahkan karena semuanya itu hanya asumsi-asumi. Tidak merupakan bukti-bukti yang dibawa ke persidangan ini," ujar Yusril Ihza Mahendra seusai persidangan diskors di gedung MK.
Contohnya ketika pengacara Prabowo Subianto - Sandiaga Uno menyebut ada indikasi pelanggaran dari kebijakan kenaikan gaji PNS.
Menurut Yusril Ihza Mahendra, harus dibuktikan bahwa kebijakan tersebut berdampak pada peningkatan jumlah perolehan suara untuk Jokowi - Maruf Amin dari kalangan PNS.
Selain itu, pengacara pasangan nomor urut 02 juga harus jelas menyebut lokasi pelanggaran tersebut.
Contoh lainnya ketika mereka menyebut Capres nomor urut 01 Joko Widodo melanggar UU Pemilu dengan menyuruh pemilihnya pakai baju putih ke TPS.
"Misal Pak Jokowi mengatakan 'ayo datang pakai baju putih' lalu dikatakan ini adalah suatu kecurangan. Apa hubungannya? Orang pakai baju putih atau hitam itu terus pas di kotak suara (pilih siapa) bagaimana cara membuktikannya?" ujar Yusril Ihza Mahendra.
"Jadi semua masih merupakan asumsi-asumsi dan belum merupakan bukti yang harus dihadirkan di persidangan ini," tambah dia mengatakan.
Yusril Ihza Mahendra mengatakan, tuduhan pelanggaran Pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif harus dibuktikan secara konkret.
Artinya, pengacara kubu Prabowo Subianto - Sandiaga Uno harus menunjukkan di mana kecurangan terjadi, siapa pelakunya, dan berapa banyak potensi suaranya.
Tanpa itu semua, tuduhannya tidak kuat dan tidak memiliki nilai pembuktian.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tim Hukum 02: Diskualifikasi Jokowi-Ma'ruf, Nyatakan Prabowo-Sandi Pemenang, atau Pemilu Ulang" dan "Yusril: Semua Isi Gugatan 02 Hanya Asumsi-asumsi, Mudah Dipatahkan".
Penulis: Kristian Erdianto dan Jessi Carina
Editor: Sandro Gatra dan Diamanty Meiliana