Wacana Referendum di Aceh Digaungkan Muzakir Manaf, Begini Penjelasan Mahfud MD, Kenapa Tidak Bisa?
Pakar Hukum Tata Negara Moh Mahfud MD menerangkan wacana yang digaungkan oleh Ketua Umum Partai Aceh itu.
Wacana Referendum di Aceh Digaungkan Muzakir Manaf, Begini Penjelasan Mahfud MD Kenapa Tidak Bisa?
TRIBUN-TIMUR.COM - Wacana Referendum kembali mengemuka khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Wacana referendum atau dikenal pemungutan suara untuk menentukan kedaulatan suatu wilayah itu digaungkan Muzakir Manaf.
Baca: Ini 20 Pemain Terbaik Liga Champions 2019, Dominasi Liverpool, Tak Ada Nama Mo Salah! Kok Bisa?
Baca: Lihat Gaya Striker Liverpool Mohamed Salah Tertidur di Pesawat Sambil Peluk Trofi Liga Champions
Muzakir Manaf (55 tahun) adalah tokoh pejuang GAM atau Gerakan Aceh Merdeka.
Dikutip dari Wikipedia, Muzakir Manaf pernah menjabat sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka.
Lelaki kelahiran 3 April 1964, Seunudon, Aceh Utara itu pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Aceh atau wakil dari Abdullah Zaini.

Nah, menyoal referendum, Pakar Hukum Tata Negara Moh Mahfud MD menerangkan wacana yang digaungkan oleh Ketua Umum Partai Aceh itu.
Hal tersebut dijelaskan Mahfud MD saat melakukan wawancana telepon dengan program Editorial MI, Metrotv, Senin (3/6/2019).
Perjanjian MoU Helsinki
Mulanya, pembawa acara bertanya soal wacana referendum yang dilaksanakan karena perjanjian MoU Helsinki.
Diketahui MoU Helsinki merupakan perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 2005 silam.
Baca: 35 Kumpulan Ucapan Selamat Idul Fitri 2019, Kirim via Instagram, Facebook, Instagram, WhatsApp
Baca: TRIBUNWIKI: Fauzi Andi Wawo Jadi Legislator DPRD Sulsel, Punya Pengalaman Panjang di Event Organizer
"Ini wacana referendum ini bergaung kembali kali ini yang disoal adalah implementasi butir-butir MoU Helsinki yang 14 tahun lalu sebetulnya 2005 begitu, apakah ini memang jadi alasan yang kuat untuk meminta adanya referendum?," tanya pembawa acara.
"Pertama dari aspek politik kalau alasannya butir-butir Helsinki itu politik lah, pemerintah bisa ya bisa tidak."
"Apakah itu sudah diimplementasikan atau tidak, tapi saya akan bicara dari sudut hukumnya saja," jawab Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD, saat ini Indonesia tak lagi memperbolehkan adanya referendum.
Ia lalu menerangkan awal mula referendum yang terjadi di era orde baru mantan Presiden Soeharto.
Tak Ada Ketentuan Hukum
"Jadi untuk saat ini di Indonesia itu tidak ada lagi ketentuan hukum yang membolehkan adanya referendum untuk apapun, apalagi untuk menentukan status hubungan pusat-daerah," ujar Mahfudm.
"Dulu memang karena zaman orde baru itu kan ada pengangkatan anggota DPR sampai 22 persen, anggota MPR 60 persen waktu itu diangkat oleh presiden kan."
Baca: Sadio Mane Pilih Diam Saat Pemain Liverpool Rayakan Juara Liga Champions 2019 dengan Minum Sampanye
Baca: Ini Kata Zodiak Kamu Hari Ini, Senin 3 Juni 2019 - Leo Bakal Lebih Peduli, Libra Penuh Suka Cita
"Waktu itu Adnan Buyung pada waktu itu protes kok ada wakil rakyat diangkat lalu Pak Harto bilang 'saya untuk menjaga agar Undang Undang Dasar tidak diubah'."
"Kalau ingin anggota DPR itu diangkat semua dibuat dulu bahwa kalau mau mengubah UUD dasar bukan MPR tapi referendum gitu, dibuatlah TAP MPR No. 4 tahun 83 bahwa kalau mau mengubah UUD harus melalui referendum, lalu diperkuat ini dengan UU No 5 nomor 85 tapi pada saat reformasi tahun 1998, TAP MPR itu dicabut."
"Undang Undang itu dicabut juga, oleh sebab itu untuk saat ini tidak ada jalan hukum yang bisa melaksanakan meminta pelaksanaan referendum," tambahnya.
Bahkan sekelas konferensi internasional pun tidak memiliki hak untuk referendum.
Sebab Indonesia merupakan negara yang merdeka dan bisa menentukan nasibnya sendiri.
"International Confencesion tentang konferensi internasional tentang hak sipil dan politik itu memang di situ ada satu butir yang menyatakan setiap bangsa itu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri."
Syarat Referendum
Sementara referendum hanya bisa dilakukan untuk negara yang merdeka dan berada di bawah kekuasaan negara lain.
Dan syarat tersebut tidak mungkin terjadi karena Aceh berada di negara yang merdeka.
"Tetapi di situ juga ada ketentuan bahwa sebuah negara yang sudah mempunyai kedaulatan atas seluruh wilayah-wilayahnya boleh mengambil langkah hukum untuk menjaga keutuhan wilayahnya," kata Mahfud MD.
"Jadi kalau yang boleh menentukan nasib sendiri itu yang belum merdeka atau di bawah kekuasaan negara lain sebagai koloni,"
Lihat videonya menit awal wawancara dengan Mahfud:
Selain itu, Mahfud juga meminta pemerintah berlaku tegas atas apa yang disampaikan oleh Muzakir Manaf.
"Saya kira pemerintah harus tegas bahwa itu tidak ada referendum itu," papar Mahfud MD.
Mahfud MD lantas ditanya soal apakah mengajukan referendum itu sama dengan makar, karena merupakan upaya memisahkan diri dari NKRI.
Menanggapi itu, Mahfud membenarkan.
"Ya intinya begitu. Kalau referendum, untuk menentukan nasib sendiri ya itu artinya sudah di luar dari koridor konstitusi, sudah melanggar hukum-hukum tentang kedaulatan kita. Hukum keamanan dan pertahanan kita," jelas Mahfud MD.
"Oleh sebab itu harus di jaga dengan sebaik-baiknya, tetapi karena ini terkait dengan soal politik yang sifatnya situasional, menurut saya perlu dilakukan pendekatan-pendekatan atau dialog-dialog yang lebih persuasif tanpa mengurangi sikap tegas kita bahwa wilayah Republik Indonesia sekarang ini sudah batas yang tidak bisa diutak-atik lagi dengan cara apapun," imbuh dia. (*)
(TribunWow.com/Tiffany Marantika/Ananda)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Mahfud MD Terangkan Alasan Wacana Referendum di Aceh oleh Muzakir Manaf Tak Bisa Digunakan Lagi"