Kubu '02' Tolak Hasil Pilpres, Jokowi 'Nasihati' Prabowo Subianto soal Jalur Ditempuh
Kubu '02' tolak hasil Pilpres, Jokowi 'nasihati' Prabowo Subianto soal jalur sebaiknya ditempuh.
JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM - Kubu '02' tolak hasil Pilpres, Jokowi 'nasihati' Prabowo Subianto soal jalur sebaiknya ditempuh.
Presiden RI, Joko Widodo meminta calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto untuk mengikuti mekanisme Pemilu yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Hal ini disampaikan Jokowi menganggapi sikap Prabowo Subianto yang enggan mengakui hasil penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum.
"Ya semuanya kan ada mekanismenya. Semuanya diatur konstitusi kita, semuanya diatur oleh UU. Kita semuanya diatur oleh peraturan KPU. Semua mekanismenya ada. Jadi mestinya semuanya melalui mekanisme yang sudah diatur oleh konstitusi," kata calon presiden nomor urut 01 ini usai buka puasa bersama di rumah Ketua DPD, Rabu (15/5/2019).
Jokowi mengatakan, kalau ada kecurangan dalam Pemilu bisa dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sementara jika ada sengketa hasil Pemilu dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
"Mekanisme itu semua telah diatur," kata Jokowi.
Saat wartawan bertanya mengenai sikap kubu Prabowo-Sandi yang enggan menempuh jalur MK, Jokowi menjawab dengan menegaskan lagi bahwa semuanya sudah diatur oleh aturan perundang-undangan yang ada.
Ia meminta Prabowo Subianto dan semua pihak mengikuti aturan main itu.
"Negara kita ini sudah ada aturan mainnya, sudah jelas, konstitusinya jelas, UU-nya jelas, aturan hukumnya jelas, ya ikuti," kata Jokowi.
Sebelumnya, Prabowo Subianto menyatakan penolakan terhadap perhitungan resmi yang dilakukan oleh KPU karena dinilai penuh kecurangan.
Sebaliknya, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi mengklaim mereka memenangi Pilpres 2019 dengan perolehan suara 54,24 persen dan Jokowi - Maruf Amin 44,14 persen.
Perolehan suara yang diklaim hasil perhitungan internal pasangan calon nomor urut 02 itu bertolak belakang dengan hasil Situng KPU yang sudah menembus 82,68 persen data masuk.
Perhitungan KPU menunjukkan Jokowi - Maruf Amin unggul dengan 56,23 persen dan Prabowo-Sandi kalah dengan 43,77 persen.
Meski mengklaim ada kecurangan, namun Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Raden Muhammad Syafi'i mengatakan, Prabowo-Sandi tidak akan mengajukan gugatan ke MK.
Ia mengaku pihaknya sudah tidak percaya lagi terhadap Mahkamah Konstitusi.
Hal senada juga disampaikan Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak.
Menurut Dahnil Anzar Simanjuntak, pihaknya melihat ada ‘distrust’ atau ketidakpercayaan terhadap proses hukum di Indonesia.
“Terus terang kami melihat proses hukum banyak menghalangi kami, kriminalisasi tokoh BPN dan hal-hal lain selama serta sesudah pencoblosan, kami kehilangan kepercayaan kepada hukum kita, ada makar yang masif terhadap hukum kita sehingga kami memutuskan tak akan menempuh jalur MK,” kata dahnil Anzar Simanjuntak saat ditemui di posko pemenangan Prabowo-Sandi di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2019).
Dahnil Anzar Simanjuntak berpendapat proses hukum di Indonesia seperti hukum rimba di mana yang melakukan interpretasi hukum adalah mereka yang memegang kekuasaan.
Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pihak BPN akan terus memantau perkembangan terkini untuk menentukan langkah-langkah dalam proses Pemilu.
“BPN akan menunggu perkembangan beberapa hari ini jelang penetapan hasil Pemilu, Pak Prabowo juga mengatakan dirinya memberi kesempatan kepada penyelenggara Pemilu untuk menindaklanjuti temuan kecurangan, kita memastikan proses yang berjalan menghadirkan keadilan terlebih dahulu,” katanya.
KPU Tantang BPN Buktikan Kecurangan
Prabowo Subianto dan tim suksesnya terus menggaungkan tudingan kecurangan di ruang publik.
Ketua Badan Pemenangan Nasional atau BPN Prabowo-Sandi, Djoko Santoso menegaskan menolak hasil penghitungan Pilpres 2019 yang sedang berlangsung.
Menanggapi hal tersebut, Komisi Pemilihan Umum menantang BPN untuk adu data di rapat pleno terbuka rekapitulasi nasional.
Hal ini disampaikan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Wahyu Setyawan menilai sikap BPN tersebut tidak sejalan dengan sikap saksi mereka yang ikut dalam rapat pleno rekapitulasi nasional di Kantor KPU.
Menurut dia, sejauh ini saksi dari Prabowo-Sandi belum pernah menyandingkan data hasil Pilpres milik mereka di tiap provisi yang diklaim berbeda dengan hasil penghitungan KPU.
"Tidak bijak membangun narasi ada kecurangan, tetapi dalam rapat pleno rekapitulasi justru tidak menunjukkan data-data yang mereka miliki," kata Wahyu Setyawan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/5/2019).
Padahal, lanjut Wahyu Setyawan, rapat itu harusnya menjadi ajang adu data bagi semua pihak yang berkepentingan dengan hasil Pemilu.
Setiap saksi dari pasangan calon maupun partai politik bisa mengkroscek lagi hasil rekapitulasi KPU dengan data yang masing-masing telah mereka pegang.
"Membangun narasi kecurangan di luar rapat pleno rekapitulasi justru dikhawatirkan akan memperkeruh nalar publik. Harusnya sampaikan saja di rapat pleno jika ada data yang berbeda," kata dia.
Anggota Dewan Pakar BPN Laode Kamaluddin mengungkapkan, berdasarkan data sistem informasi Direktorat Satgas BPN, perolehan suara Prabowo-Sandi unggul.
Hingga Selasa (14/5/2019), pasangan Prabowo-Sandiaga disebut memperoleh suara sebesar 54,24 persen atau 48.657.483 suara.
Sedangkan pasangan Jokowi-Ma-ruf Amin memperoleh suara sebesar 44,14 persen.
"Di tengah banyaknya kecurangan posisi kita masih ada di 54,24 persen," ujar Laode Kamaluddin.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi Minta Prabowo Ikuti Mekanisme Pemilu".
Penulis: Ihsanuddin
Editor: Krisiandi