Merasa Diintimidasi dan Akan Dilapor ke Bawaslu, Saksi PDIP Sebut Hasil Rekap Kecamatan Mamuju Cacat
Ahmadi diseret oleh aparat keamanan dari forum rapat pleno hasil Pemilu 2019 tingkat Kecamatan Mamuju atas perintah Komisioner KPU.
Penulis: Nurhadi | Editor: Syamsul Bahri
TRIBUNMAMUJU.COM, MAMUJU - Seorang saksi PDI Perjuangan bernama Ahmadi menysesalkan tindakan Komisioner KPU Mamuju yang dinilai mengintimidasinya pada rapat pleno tingkat Kecamatan Mamuju di Aula Asrama Haji Mamuju, Selasa (7/5/2019) malam.
Ahmadi diseret oleh aparat keamanan dari forum rapat pleno hasil Pemilu 2019 tingkat Kecamatan Mamuju atas perintah Komisioner KPU, karena dianggap tidak memiliki mandat.
Baca: 5 Partai Kantongi Masing-masing 5 Kursi DPRD Makassar, Siapa Parpol Pendatang Baru?
Baca: Video Kronologi Detik-detik Saksi PDIP Diseret Polisi Keluar Ruang Rekap KPU, Ini Kemudian Terjadi
Ahmadi membantah, jika penyelenggara menyebut dirinya sebagai saksi yang tidak memiliki mandat untuk masuk dalam forum rapat pleno tingkat Kecamatan Mamuju.
"Pada awal rekapitulasi PPK Kecamatan Mamuju telah mengirim surat kepada DPC partai untuk menugaskan empat orang saksi. Saya memasukkan dua nama, satu diantaranya adalah nama saya,"kata Ahmadi kepada Tribun-Timur.com, membantah pernyataan komisoner KPU, Rabu (8/5/2019) dini hari.
Menurutnya, tidak ada aturan yang dilanggarkan, meski komisioner KPU Mamuju menyebut dirinya hanya saksi di Kecamatan Simboro.
"Yang masalah adalah seorang saksi tidak boleh mewakili saksi di dua kepesertaan,"ujarnya.
Ahmadi menegaskan, langkah protes yang dilakukan dalam rapat pleno Kecamatan Mamuju adalah upaya pengamanan suara partai pada semua kecamatan di Mamuju.
"Karena bagi kami untuk Kecamatan Mamuju dan Simboro adalah zona merah di Pemilu 2019. Dari zona-zona merah inilah saya memasukkan nama saya sebagai dalam mandat saksi di tingkat kecamatan,"kata dia.
"Jadi bayangkan, seorang sekertaris DPC partai turun tangan langsung di pleno kecamatan, ini karena saya tahu betul aturan kepemiliuan yang ada,"sambungnya.
Yang tidak logis kata Ahmadi, ketika ia berusaha masuk di rapat pleno Kecamatan Mamuju untuk mengamankan suara partai PDI Perjuangan, namun dihalangi.
"PDI Perjuangan skala Sulbar memang menang. Kami tidak ingin rekapitulasi amburadul dan menggugurkan kami sebagai pemenangan,"pungkasnya.
"Pertanyaan saya kenapa PPK dan Komisoner KPU melakukan intimidasi terhadap saksi, dan ini masuk dalam pidana pemilu," Ahmadi menambahkan.
Ia mengarahan, jika memang Ia tidak diakui sebagai saksi, mana mungkin dihari yang sama ketua PPK menandatangi berita kejadian yang dituangkan dalam formulir DA2 enam lembar sekaligus.

"Tapi malam ini saya dijegal hanya untuk membacakan secara cepat hasil rekapitulasi. Itu karena saya menduga kuat hasil rekap di Kecamatan Mamuju ini cacat,"tegas dia.
Cacatnya dimana, lanjutnya, pertama setiap pengguna hak pilih dalam DPT harus mendapatkan lima surat suara, namun fakta yang ada dalam rekapitulasi banyak TPS terjadi ketimpangan data.
"Contoh dalam satu TPS pengguna hak pilih DPR RI sebanyak 216 misalnya. Tapi untuk pemilihan DPRD kabupaten hanya 211, ini pengguna DPT loh yang harus konsisten mendapat lima surat suara. Ini artinya ada upaya menghilangkan hak pilih seseorang dan itu adalah pidana pemilu, itulah inti yang kami tuntut dalam rapat pleno,"ujarnya.
"Kemudian pemilih DPK, ini juga harus konsisten mendapatkan lima surat suara, tapi itu tidak terjadi dalam hasil rekap, inilah yang saya tuntut, tapi kesan yang muncul saya menghalangi proses pemilu,"lanjutnya.
Dikatakan, jika pleno dilanjutkan, dia hanya menuangkan protes dalam model DA2 sesuai dengan prosedur yang ada.
"Silahkan lanjutkan, kami tidak berhak menghalangi, tapi inilah bagian dari protes PDI Perjuangan,"ucapnya.
Ahmadi menduga, proses perbaikan pengguna hak pilih tidak dilakukan di hadapan saksi, sehingga harus dibacakan dengan cepat karena dianggapnya cacat.
"Langkah hukum akan kami lanjutkan ke Bawaslu, baik sifatnya pelanggaran pemilu maupun pidana pemilu dalam bentuk intimidasi terhadap saksi,"tuturnya.
Ahmadi juga membantah melakukan perlawanan, ia hanya berusaha menjelaskan aturan kepemiluan, mulai dari UU Nomor 7 sampai PKPU 4 yang mengatur rekapitulasi di tingkat kecamatan.
"Jadi disitu poinnya, makanya saya bantah kalau saya disebut saksi abal-abal. Itu sebabnya saya kirimkan teman-teman media bukti DA2 yang ditanda tangani PPK sebagai bukti saya diakui sebagai saksi,"jelasnya.
Seharusnya, kata Ahmadi, protes tersebut diterima dengan positif oleh PPK karena jika data tidak konsisten tidak boleh dilakukan rekap tingkat kabupaten.
"Justru masukan saya, kita harus bersama-sama saksi kecamatan untuk mencermati apa sesungguhnya yang terjadi. Kemudian kenapa saya harus turun karena posisi saya di partai bukan hanya sekertaris, tapi juga kepala badan saksi pemilu nasional PDI Perjuangan Cabang Mamuju. Tanggungjawab saya besar untuk amankan suara partai, dan saya harus berdasarkan perintah UU dan mereka menghalangi saya,"katanya.
Untuk kemajuan demokrasi, maka pihaknya melakukan koreksi terhadap lembaga kepemiluan yang ada, seperti Bawaslu untuk menelaah langsung baik pelanggaran pemilu maupun pidana pemilu yang ada. Atas dugaan itu belum diperoleh konfirmasi dari pihak KPU Mamuju hingga berita ini dimuat. (tribun-timur.com)
Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, @nurhadi5420