TERPOPULER: Caleg Lapor Timses Gegara Duit Rp 709 Juta, Anak Soeharto Gagal ke DPR RI, Karni Ilyas
Tenang saja, kali ini kami merangkum sejumlah berita terpopuler atau paling banyak dibaca. Mulai dari isu hasil Pemilu 2019, momen Ramadan, hingga t
Jika tidak memenuhi batas minimal itu, maka otomatis berapa besar pun suara calegnya, karena partai tak masuk DPR, maka caleg-caleg DPR Berkarya dianggap gugur.
Sementara itu melansir dari Kompas.com, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang masih tetap berharap partainya lolos dari ambang batas parlemen,
"Soal quick count, kami menghargai itu sebagai prediksi awal dan berharap ada margin of error dua persen yang positif," ujar Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang kepada Kompas.com, Senin (21/4/2019).
"Sehingga, nanti real count dari KPU itu menunjukkan di atas 4 persen," lanjut dia.
Hingga saat ini, tim di partainya sendiri masih mengumpulkan laporan riil soal perolehan suara Pemilu dari seluruh daerah pemilihan di Indonesia.
Namun, belum 100 persen terkumpul.
Saat ditanya bagaimana sejauh ini hasil dari pengumpulan perolehan suara oleh tim internalnya itu, Andi pun enggan membeberkannya. Ia hanya menjawab, "positif".
Sementara hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan Partai Berkarya tidak memenuhi ambang batas suara untuk duduk di kursi parlemen, senayan. Lembaga Indikator misalnya. Menunjukkan suara Berkarya pada Pemilu 2019 sebesar 2,37 persen.
Posisi Berkarya berada sedikit di bawah Perindo dengan perolehan 2,68 persen suara. Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) juga tidak jauh berbeda.
Hasil hitung cepatnya menunjukkan Berkarya memperoleh suara sebesar 2,18 persen.

Partai Berkarya Klaim 1 Kursi di Dapil 2 Makassar
Caleg DPRD Kota Makassar dari Partai Berkarya Makassar, Zakaria Ibrahim memastikan diri melenggang ke parlemen.
Zakaria Ibrahim yang bertarung di Dapil 2 Makassar mengatakan jika Partai Berkarya positif mendapat kursi di dapil 2.
"Positif kami dapat satu kursi dan itu tidak akan goyang," ujarnya via rilis ke Tribun, Selasa (23/4/2019) malam.
Hingga saat ini kata Akha--sapaan akrab Zakaria Ibrahim, Partai Berkarya sudah meraih 5 ribu lebih suara.
"Dan itu akan terus meningkat mengingat masih banyak TPS yang belum masuk. Kami prediksi suara partai Berkarya itu lebih 6 ribu," jelas Akha.
Selain itu, kata Akha, sulit ada partai termasuk partai lama yang bisa meraih dua kursi mengingat partisipasi pemilih yang sangat rendah.
"Partisipasi pemilih hanya berada diangka 50 persen. Jadi sangat sulit mendapat dua kursi. Apalagi penghitungan suara dengan metode sainte lague," jelasnya.
"Pada Pemilu 2014 lalu dengan tingkat partisipasi pemilih 70 persen partai A yang mendapat 20 ribu suara, maka Pileg kali ini asumsi kami hanya meraih sekitar 14 ribu lebih suara. Itu karena partisipasi pemilih yang menurun yang hanya sekitar 50 persen. Jadi tidak mungkin partai A bisa meraih suara pada Pileg sebelumnya," kata Aksan.
Makanya, lanjut Akha, patut dipertanyakan dan diperhatikan jika ada partai yang bisa meraih dua kursi. "Itu patut dicurigai, jangan sampai ada yang bermain-main," kata Akha.
Ia pun memberi warning kepada seluruh caleg, parpol termasuk penyelenggara untuk tidak merugikan Partai Berkarya. "Kalau sampai sudah merugikan partai, maka kita akan melakukan tindakan. Kami ingatkan untuk tidak mengganggu suara Partai Berkarya," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pemenang Zakaria Ibrahim, Ashlahuddin Al Aidid Karaeng Patau mengatakan, setelah melihat perkembangan ril di lapangan dan setelah melakukan perhitungan suara berdasarkan formulir C1, Partai Berkarya meloloskan calegnya di DPRD Makassar.
"Analisa kami ini berdasarkan data C1 yang ada sekarang dan melihat partisipasi Pemilu kali ini agak menurun, maka kami simpulkan mendapat satu kursi. Dan itu jatuh di tangan pak Akha karena dia peraih suara tertinggi diantara semua caleg Berkarya di Dapil 2," jelas Ashla dalam rilis.
Dari 10 caleg internal Partai Berkarya di Dapil 2, kata Ashla, Zakaria Ibrahim berada di posisi pertama peraih suara terbanyak. "Alhamdulillah pak Zakaria sejauh ini yang tertinggi," tegasnya.
Ia juga mengimbau kepada penyelenggara untuk tidak main-main dalam hal ini adanya pengalihan suara. "Jangan sampai kita sudah bekerja keras ada yang mainkan.
Karni Ilyas Berani Koreksi Pernyataan Mahfud MD yang Viral di Sosmed, Ini Masalah Awalnya
Lagi viral di media sosial perang argumen antara Mahfud MD dan beberapa tokoh politik lainnya.
Hal tersebut mengundang sejumlah publik figur untuk ikut komentar, termasuk jurnalis senior Karni Ilyas.
Pembawa acara 'Indonesia Lawyers Club ( ILC)' tvOne itu memberikan koreksi atas pernyataan sang Mantan Ketua MK Mahfud MD.
Dilansir oleh TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @karniilyas, Minggu (28/4/2019).
Awalnya, Mahfud MD adu argumen dengan politisi PKS Refrizal tentang daerah yang disebut Mahfud MD sebagai wilayah Islam Garis Keras.
"Pak MMD bilang di Jabar, Sumbar, Aceh & Sulsel; Islam Garis Keras se olah2 anti Keberagaman, Apakah ada di Sumbar Gereja dirusak & dibakar?," tulis Refrizal.
Menanggapi hal itu, Mahfud MD kemudian menyebut bahwa Refrizal terprovokasi oleh cuitan Mantan Staf Khusus Menteri ESDM, Muhammad Said Didu.
"Pak Refrizal, Krn Anda teman sy maka sy jelaskan. Anda blm melihat video yg sy katakan shg responnya buru2.
Anda terprovokasi oleh @msaid_didu , hahaha.? Saya bilang, Pak Jkw kalah di provinsi yg "dulunya" adalah tempat garis keras dlm keagama. Makanya Pak Jkw perlu rekonsiliasi," kata Mahfud MD.

Mahfud MD lantas memberikan penjelasan terkait omongannya di atas.
"Sy katakan DULU-nya krn 2 alsn: 1) DULU DI/TII Kartosuwiryo di Jabar, DULU PRRI di Sumbar, DULU GAM di Aceh, DULU DI/TII Kahar Muzakkar di Sulsel. Lht di video ada kata "dulu".
Puluhan tahun terakhir sdh menyatu. Maka sy usul Pak Jkw melakukan rekonsiliasi, agar merangkul mereka.
Pak Refrizal, generasi yg lahir sejak tahun 1970-an bnyk yg tdk tahu bhw "dulu" ada itu. Sekarang sih tidak.
Dimana salahnya sy mengatakan itu? Itu kan sejarah?
Makanya sy usul agar Pak Jkw merangkul mereka dgn rekonsiliasi segera agar pembelahan tdk berlanjut sampai 2024," tulis Mahfud MD.

Menanggapi hal itu, Karni Ilyas langsung memberikan koreksi.
Menurutnya, sejarah yang diceritakan Mahfud MD tidak ada hubungannya dengan daerah Islam garis keras.
"Sekedar meluruskan Prof Mahfud. PRRI/Permesta bukan pemberontakan dg ideologi agama. Pemimpin perlawanan Kol Simbolon (Medan), Letkol A.Husein (Padang), Letkol Ismail Lengah (Riau), Kol Kawilarang dan Lekol V. Samual (Sul-Ut). Tidak ada hubungannya denga daerah Islam garis keras," koreksi Karni Ilyas.

Pernyataan Mahfud MD yang viral
Sebelumnya, Mahfud MD sempat membahas soal daerah dengan Islam garis keras di acara televisi.
dari Metro Pagi Primetime, Selasa (23/4/2019), mulanya Mahfud MD menyampaikan hal itu untuk menyoroti soal sebaran kemenangan.
Saat itu, Mahfud MD menyatakan bahwa sebaran kemenangan pada Pilpres 2019, mengingatkan untuk segera melakukan rekonsiliasi.
"Kalau melihat sebaran kemenangan, mengingatkan kita untuk lebih sadar, segera rekonsiliasi," ujar Mahfud MD.
"Karena saat ini kemenangan Pak Jokowi ya menang, dan mungkin sulit dibalik kemenangan itu dengan cara apapun."
"Tetapi kalau lihat sebarannya, di provinsi-provinsi yang agak panas, Pak Jokowi kalah," sambungnya.
"Dan itu, diidentifikasi tempat-tempat kemenangan Pak Prabowo, itu diidentifikasi dulunya dianggap dulunya sebagai provinsi garis keras."
"Dalam hal agama, misalnya Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan juga," ungkap Mahfud MD.
Oleh karena itu, menurut Mahfud MD saat ini sangat penting untuk membuat bangsa sadar akan keberagaman.
"Bangsa ini hanya akan maju kalau bersatu, karena buktinya kemajuan dari tahap ke tahap kita raih karena kebersatuan kita," kata Mahfud MD.
"Soal kemenangan, kekalahan, itu soal waktu saja, dan kita akan segera selesai kalau dalam soal itu," imbuh Mahfud MD.
Pembawa acara, kemudian menanyakan soal pelanggaran pemilu kepada mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay.
Menurut Hadar, saat ini, adanya kekurangan dalam penyelenggaraan harusnya bisa diterima.
"Yang terpenting dipastikan kalau itu memang pelanggaran atau kekeliruan terjadi, itu harus segera dikoreksi," ujar Hadar.
"Jadi itu menunjukkan kalau memang lembaga kita ini (KPU), memang lembaga yang kredibel, dan tidak mengambil posisi apapum," imbuhnya.
Terkait kecurangan-kecurangan yang ada, Mahfud MD juga turut memberikan komentar.
"Masyarakat perlu mengawasi, dan saat ini saya kira sudah mengawasi, sehingga KPU misalnya, menurut saya ya dalam pengamatan saya ini KPU sudah cukup berjalan dalam track yang benar," ungkap Mahfud MD.
"Misalnya isu-isu bahwa terjadi kecurangan dalam entry data, ke situng, itu kan dengan mudah bisa dikontrol," sambungnya.
Menurutnya, kesalahan entry data ini masih sedikit, dibanding entry data yang benar.
"Ini sampai dengan semalam [Senin (22/4/2019)], kesalahan entry data ini hanya 87 dari 179 ribu TPS yang sudah di-entry," kata Mahfud MD.
"Itu kan hanya 1/2.000, tapi kalau dihitung sekarang yang sudah diperbaiki, sekarang misalnya jadi seper empat ribu, artinya dari 4.000 TPS, hanya 1 yang keliru."
"Tapi ini bukan untuk membenarkan kesalahan ya, oleh karena itu masyarakat jangan percaya pada hoaks," sambung Mahfud MD.
Simak selengkapnya dalam video di bawah ini:
Penjelasan Mahfud MD
Mahfud MD melalui akun Twitternya menjelaskan garis keras yang ia maksud.
Dirinya memaparkan bahwa garis keras sama artinya dengan fanatik yang memiliki kesetian tinggi.
Mahfud MD mengatakan bahwa itu tidaklah termasuk dalam hal yang dilarang.
Kemudian, ia menyinggung terkait kemenangan antara kubu 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dengan kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada wilayah tertentu.
"Garis keras itu sama dgn fanatik dan sama dgn kesetiaan yg tinggi.
Itu bkn hal yg dilarang, itu term politik.
Sama halnya dgn garis moderat, itu bkn hal yg haram.
Dua2nya boleh dan kita bs memilih yg mana pun.
Sama dgn bilang Jokowi menang di daerah PDIP, Prabowo di daerah hijau," papar Mahfud MD.
Selain itu Mahfud MD juga menyatakan bahwa dirinya juga berasal dari wilayah garis keras.
Ia menuturkan bahwa istilah garis keras sudah biasa dipakai dalam dunia politik.
"Dlm term itu sy jg berasal dari daerah garis keras yi Madura.
Madura itu sama dgn Aceh dan Bugis, disebut fanatik krn tingginya kesetiaan kpd Islam shg sulit ditaklukkan.
Spt halnya konservatif, progresif, garis moderat, garis keras adl istilah2 yg biasa dipakai dlm ilmu politik," tutur Mahfud MD, Sabtu (27/4/2019).
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:
Follow juga Instagram Tribun Timur: