Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Soal Penurunan Permukaan Tanah Pantai Palu, Ini Kata Kasatgas PUPR

Pelbagai kritik serta saran diberikan oleh sejumlah kalangan, khususnya soal pembangunan ulang kawasan Pantai Teluk Palu.

Penulis: abdul humul faaiz | Editor: Suryana Anas
Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz
Kondisi Jl Rajamoili, Kelurahan Besusu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah, enam bulan pasca bencana, Jumat (5/4/2019). (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz). 

TRIBUNPALU.COM, PALU - Massa transisi darurat tak lama lagi akan berakhir.

Sesuai keputusan Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola beberapa bulan lalu, akan berakhir pada 24 April 2019.

Perencanaan pembangunan dalam memulihkan Kota Palu sudah masuk dalam tahap desain.

Baca: Pemuda Takalar Ini Untung Puluhan Juta Rupiah dari Bisnis Sablon Baju

Baca: Dipanggil Bawaslu, Bupati Jeneponto: Tidak Ada Salahnya Kesana

Baca: 31 Bus Cahaya Bone Layani Rute Makassar-Palu, Akan Buka 3 Rute Baru

Pelbagai kritik serta saran diberikan oleh sejumlah kalangan, khususnya soal pembangunan ulang kawasan Pantai Teluk Palu.

Khususnya pembangunan infrastruktur yang mengacu pada mitigasi bencana.

Salah satunya dengan membangun pelindung pantai dengan membudidayakan mangrove.

Namun hal itu dinilai belum tepat oleh Kepala Satgas Penanggulangan Bencana Sulteng, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Arie Seriadi Murwanto.

Kepala Penanggulangan Bencana Sulteng, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Arie Seriadi Murwanto. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz).
Kepala Penanggulangan Bencana Sulteng, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Arie Seriadi Murwanto. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz). (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)

"Tanggul pelindung pantai itu gunanya untuk mengalang air pasang, agar tidak masuk ke pemukiman," katannya, Kamis, (4/4/2019).

Arie mengatakan, dalam perencanaan pembangunan Pantai Teluk Palu, pihaknya tidak hanya mengedapankan struktural.

Tapi aspek non struktural juga akan digunakan.

Arie menjelaskan, di sejumlah titik, permukaan tanah mengalami penurunan, seperti di Kelurahan Lere, Palu Barat.

Sehingga, pada saat air laut pasang, air masuk ke pemukiman warga hingga menggenangi sebagian badan Jalan Diponegoro.

"Kondisi ini tak bisa hanya ditanami dengan bakau," tegas Arie.

Arie mengakui bahwa melindungi pantai dengan budidaya mangrove, sangat baik karena sudah dilakukannya di sejumlah daerah.

Namun sayangnya, tidak semua lokasi yang dapat ditanami mangrove.

Pun kalau menggunakan mangrove sebagai pelindung pantai, menurut Arie harus membutuhkan lahan yang luas.

"Kalau mencegah abrasi, bisa kalau tanah di sini (Pantai Palu) juga mengandung lumpur, karena bakau tumbuh hanya di daerah berlumpur," jelasnya.

Sehingga, langkah yang dinilai paling tepat dengan membangun tanggul rendah serta mengangkat permukaan jalan.

Perencanaan pembangunan Teluk Palu, dinilai Arie sudah sangat tepat.

Karena tsunami yang terjadi di Kota Palu bukan dipicu oleh gempa, melainkan longsoran bawah laut.

"Ada juga yang mencontohkan magrove kabonga berhasil melindungi pantai saat terjadinya tsunami," tuturnya.

"Hanya tolong dievaluasi dulu, apakah tsunami saat itu menerjang wilayah itu?, karena ada beberapa tepat tidak terdampak tsunami," tambahnya.

Arie kemudian menanyakan apakah persoalan penurunan permukaan tanah bisa diselesaikan dengan magrove.

Ia mencontohkan empat desa yang berada di Kecamatan Serenja, Kabupaten Donggala misalnya.

Kondisi seperti itu tidak mungkin seketika selesai hanya dengan menanam mangrove.

Perlu pertimbangan dari segi peningkatan eknomi dalam membangun.

"Kan harus ada kombinasi antara bangunan struktural dan non struktural, demikian juga pantai talise," pungakasnya. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)

Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:

Follow juga Instagram Tribun Timur:

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved