Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hasil Debat Cawapres-Mengenal Penyakit Stunting, Bagaimana Solusi dari Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno?

Stunting menjadi salah satu bahasan dalam Debat Pilpres 2019 putaran ketiga yang diiikuti para calon wakil presiden, Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno

Editor: Anita Kusuma Wardana
Tribun Wow
Debat Pilpres 2019 putaran ketiga diikuti para calon wakil presiden, Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno, Minggu (17/3/2019). 

TRIBUN-TIMUR.COM-Isu terkait stunting menjadi salah satu bahasan dalam Debat Pilpres 2019 putaran ketiga yang diiikuti para calon wakil presiden, Maruf Amin dan Sandiaga Uno, Minggu (17/3/2019).

Namun, mungkin banyak yang belum mengenal istilah stunting.

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang lama.

Stunting pada umumnya terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh badan.

Baca: Hanum Rais Ikut Berkicau Tagar #SlankMakanDuitRakyat, Perang Tagar Debat Cawapres 2019 Juga Ramai

Baca: Diceritakan Sandiaga Uno, Inilah Sosok Ibu Lis dari Sragen dan Penyakit Ganas Diderita

Baca: Profil Putri Ayuningtyas dan Afito Deannova Moderator Debat Cawapres Maruf Amin Vs Sandiaga Uno

Sementara menurut UNICEF, stunting adalah anak-anak usia 0 sampai 59 bulan dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.

Dikutip dari Kompas.com, stunting ini terjadi mulai dari dalam kandungan, namun baru terlihat saat anak berusia dua tahun.

Angka stunting di Indonesia pun masuk dalam kategori yang cukup menyita perhatian. Menurut Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2017, Indonesia berada di urutan ke lima.

Situs depkes.go.id pada Mei 2018, menuliskan, Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%).

Untuk menekan angka tersebut, depkes mengupayakan sosialisasi pada masyarakat untuk memahami faktor apa saja yang menyebabkan stunting.

Penyebabnya yaitu kekurangan gizi dalam waktu lama yang terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran).

Solusi para Cawapres

Ma'ruf Amin menjanjikan dia dan pasangannya Joko Widodo dapat menurunkan angka stunting sampai 10% dalam lima ke depan sehingga mencapai titik 25% minimal.

Debat Pilpres 2019 putaran ketiga, Minggu (17/3/2019).
Debat Pilpres 2019 putaran ketiga, Minggu (17/3/2019). ()

Hal ini menurutnya bisa dilakukan dengan peningkatan akses kesehatan, pengobatan dan perbaikan layanan kesehatan. 

"Kami akan mendorong upaya yang sifatnya preventif dan program Indonesia sehat yang pendekatannya keluarga, dan mendorong konsumsi hal-hal tidak sehat demi kesehatan ibu dan anak dan untuk mencegah stunting," ungkap Amin. 

"Kami berjanji akan menurunkan angka stunting sampai 10% sehingga sampai (titik) 25% minimal," ujarnya. "Kami yakin jumlah orang sakit akan berkurang dengan dua hal tersebut," imbuhnya. 

Sementara itu, Sandiaga Uno mengatakan bahwa untuk mengatasi stunting hal konkret yang perlu dilakukan adalah membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya lebih mengutamakan masyarakat dan meningkatkan kualitas di posyandu maupun sekolah. 

"Kami meyakini kalau ibu-ibu, perempuan hebat yang terlibat di Posyandu ditambah anggaran dan kesejahteraannya, mereka bisa menurunkan angka kematian ibu yang masih di atas 300," ujar Sandi. 

"Kami juga yakin gizi anak-anak lebih baik kalau kita menyiapkan program yang bersinergi dengan sistem pendidikan, di mana TK dan SD menyiapkan susu atau tablet susu dan juga kacang hijau seperti di Jakarta, sehingga permasalahan stunting bisa diselesaikan secara cepat," tutup Sandi.

Baca: Cegah Penyakit Stunting, Dinkes Mamasa Gelar Rapat Koordinasi

Baca: Tangani Stunting di Enrekang dan Bone, Pemprov Sulsel Gelontorkan Rp 5 Miliar

Baca: Jadi Perhatian Nasional, Dinkes Sulsel Rakor Khusus Soal Stunting di Enrekang dan Bone

Sedekah Susu 

Program yang digagas oleh kubu Prabowo-Sandiaga Uno untuk menangani stunting adalah Program Indonesia Emas yang bertujuan agar ibu-ibu dan anak-anak mendapat asupan protein yang cukup.

Salah satu aspeknya adalah dengan mengadakan gerakan sedekah putih yang membuka kesempatan bagi masyarakat dan dunia usaha untuk menyumbangkan susu, tablet susu, kacang hijau dan sumber-sumber protein lainnya.

Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno
Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno (Kompas.com)

Menanggapi program tersebut, cawapres nomor satu Ma’ruf Amin berkata bahwa banyak orang menangkap sedekah putih sebagai pemberian susu setelah anak selesai disusui ibunya atau berusia dua tahun.

Padahal, stunting itu ditentukan oleh 1.000 hari pertama sejak anak masih dalam kandungan hingga disusui.

“Apabila diberi susu setelah dua tahun, maka tidak lagi berpengaruh untuk mencegah stunting. Maka stunting sudah tidak bisa diatasi setelah anak disusui selama dua tahun. Karena itu, menurut saya istilah ‘Sedekah putih’ menimbulkan pemahaman yang mengacaukan masyarakat,” ujarnya.

Tanggapan ini direspons oleh Sandiaga dengan cerita mengenai istrinya, Nur Asia, yang melahirkan putra bungsunya, Sulaiman, di usia 42 tahun.

Setelah enam bulan menyusui, air susu ibu (ASI) Nur Asia tidak keluar lagi. Bagi ibu-ibu seperti Nur Asia dan anak-anak seperti Sulaiman-lah, sedekah putih diperuntukkan.

Akan tetapi menurut Ma’ruf, stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial, seperti sanitasi dan air bersih.

Oleh karena itu, penyelesaiannya juga harus mencakup pemberian sembako melalui bantuan sosial kepada para ibu hami agar mampu memberikan ASI bagi anaknya. Para ibu juga harus diberikan edukasi sebelum menikah di KUA.

Stunting, bagaimana penyelesaiannya menurut para ahli?

Perkara stunting bukan hal baru di Indonesia. Malah, ini bisa dibilang permasalahan lama yang tidak selesai-selesai.

Dijelaskan oleh Dr. dr. Dian Novita Chandra, M. Gizi yang merupakan staf pengajar dari Departemen Ilmu Gizi FKUI dalam artikel Kompas.com, 25 Januari 2019, penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan anak, sejak masa kehamilan hingga ia berusia dua tahun.

Kekurangan gizi ini bisa berupa kurangnya volume, kualitas dan variasi asupan makanan. Selain itu, stunting juga bisa disebabkan oleh kesehatan ibu selama masa kehamilan, pola asuh, kesehatan anak atau kekerapan mengalami penyakit infeksi, dan kondisi sosio-ekonomi dan lingkungan.

Untuk menanganinya, tentu saja diperlukan pemenuhan gizi selama 1.000 hari pertama kehidupan sebagai upaya pertama.

Gizi ini mencakup semua zat penting, terutama protein dan mikronutrien seperti zinc, yodium, zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin B12, dan asam folat.

“Kebutuhan energi harus tercukupi agar protein tidak dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh tubuh dan bisa digunakan untuk pertumbuhan. Selain jumlah yang cukup, perlu diperhatikan kualitas dan keberagaman jenisnya agar zat gizi yang terdapat dalam makanan lengkap sesuai kebutuhan," ujar Dian.

Terkait susu, ahli gizi Dr. Marudut Sitompul, MPS yang dikutip oleh Kompas.com, 3 November 2018, berkata bahwa konsumsinya bisa dijadikan makanan pelengkap bagi anak berusia satu tahun.

Susu sendiri masuk dalam kelompok lauk-pauk sumber protein bersama ikan, telur, ungas, daging dan kacang-kacangan serat olahannya (tahu dan tempe) dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang.

 “Susu merupakan pangan yang kaya zat gizi yang dibutuhkan untuk melengkapi zat gizi yang diperoleh dari makanan. Berbagai zat gizi yang terdapat dalam segelas susu dapat memberi manfaat bagi manusia di setiap tahap kehidupannya,” ujar Marudut.

Dia lanjut menjelaskan bahwa produk susu juga bisa membantu memasok kebutuhan protein yang dibutuhkan untuk pembentukan jaringan otak dan memberikan energi dan kalsium bagi anak.

Jika gizi sudah terpenuhi, Dian berkata bahwa kesehatan ibu hamil dan anak juga harus dijaga dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat agar kekerapan terjadinya infeksi pada ibu hamil dan masa kanak-kanak berkurang.

Lalu, tumbuh-kembang anak juga harus dipantau secara berkala, sejak dari kandungan hingga anak berusia dua tahun. Dengan demikian, keterlambatan pertumbuhan bisa segera dideteksi dan diintervensi.

(Kompas.com)

Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :

Jangan Lupa Follow akun Instagram Tribun Timur:

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved