Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pajak Tinggi, Penumpang Sepi, Sopir Petepete Minta Pemerintah Adil

Hal itu diungkapkan Haeruddin Dg Sitaba (42) sopir pete-pete jalur Jl Cendrawasi-Mallengkeri-Pasar Butung.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
muslimin emba/tribun-timur.com
Haeruddin Dg Sitaba (42) sopir pete-pete jalur Jl Cendrawasi-Mallengkeri-Pasar Butung, ditemui di tempat peristirahatannya di tepi Jl Kumala, Selasa (12/7/2019), Siang. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Menjamurnya moda transportasi online di Kota Makassar, berdampak pada sepinya peminat penggunakan jasa transportasi Pete-pete.

Populasi angkutan kota konvensional ini pun kian berkurang seiring dengan sepinya penumpang.

Hal itu diungkapkan Haeruddin Dg Sitaba (42) sopir pete-pete jalur Jl Cendrawasi-Mallengkeri-Pasar Butung.

Ditemui di tempat peristirahatannya di tepi Jl Kumala, Selasa (12/7/2019) ayah tiga anak ini bercerita betapa sulitnya memperoleh penumpang disaat sekarang ini.

"Sepi sekali penumpang, biasa satu kali jalan cuma tiga sampai lima, kadang juga jalang kosong semenjak adanya ini ojek online sama taksi online," kata Haeruddin.

Jika dibandingkan sebelum kehadiran transportasi online, Haeruddin mengaku dapat meraup rupiar Rp 300-500 ribu per hari.

"Sekarang paling tinggi itu Rp 150 ribu, beliki bensin Rp 80-100 ribu, jadi sisa Rp 50 ribu yang kita dapat, manami untuk makan dan dibawa pulang ke rumah kasihan," ucapnya.

Kondisi itu membuat Haerudding kelimpungan mengatur keungan keluarganya.

"Tiap bulan saya bayar kontrakan Rp 400 ribu, manami untuk beras, listrik juga naik. Anakku baru satu tamat SMA dan menganggur kasihan, adiknya masih SD, satunya masih minum susu," cerita sopir yang 20 tahun terakhir mencari nafkah di Makassar ini.

Menurutnya, sepinya penumpang disebabkan pengguna jasa transportasi konvensional beralih ke transportasi online.

Selain aksesnya yang mudah dengan hanya dengan menggunakan aplikasi pada ponsel, layanan yang diberikan juga terbilang cukup nyaman.

"Banyak yang pilih taksi online karena kebanyakan pakai mobil baru, jadi nyaman ada AC (Air Conditioner)nya, beda kita ini pete-pete kebanyak mobil tua kasihan," ujarnya.

Selain itu, lanjut sopir asal Jeneponto ini, taksi online cenderung mengenakan tarif murah ke penumpangnya. Hal itu kata Haeruddin, disebabkan lantaran taksi dan online tidak dikenakan pajak.

"Mereka juga pasang harga murah karena tidak bayar pajak. Beda kita ini kasihan, bayar pajak pertahunnya itu sekarang sampai Rp 900 ribu, dulu cuka Rp 250 ribu," ungkap Daeng Sitaba sapaan karibnya.

Ia pun berharap agar pemerintah dapat mengenakan pajak terhadap transportasi online.

"Saya harapanku mereka (taksi online) juga dikenakan pajak, karena kalau tidak dikasih begitu mereka seenaknya pasang tarif murah. Tapi kalau ada pajak pasti berfikir untuk pasang tarif murah, dengan begitu sisa penumpang yang pilih, mau pakai yang online atau pete-pete," harapnya.

Selain itu, Haeruddin juga berharap agar ada pementaan jalur khusus transportasi online dan transportasi konvensional." Bagusnya ada juga pengaturan jalur untuk pete-pete sama online," harpanya.

Belum lama ini, Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel melakukan sweeping kendaraan Angkutan Sewa Khusus (ASK) atau taksi online.

Sweeping itu bertujuan untuk mensosialisasikan Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No 118 tentang Angkutan Sewa Khusus (ASK) atau lebih dikenal dengan sebutan taksi online.

Isi peraturan itu meminta penyedia jasa taksi online agar berbadan hukum dan mengantongi Kartu Pengawasan yang diterbitkan Dinas Perhubungan.

Artinya, jasa transportasi online jenis taksi online ini telah dilegalkan beroprasi ketika telah memilik badan hukum (tidak perorangan) dan mengantongi kartu pengawasan.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved