Begini Nasib Eks Perawat RSUD Anutapura Palu yang Dirumahkan Pasca Bencana
Ratusan Perawat honorer RSUD Anutapura Palu harus menelan pil pahit setelah tahu namanya tercantum dalam daftar pegawai yang dirumahkan.
Penulis: abdul humul faaiz | Editor: Suryana Anas
TRIBUNPALU.COM - Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin pribahasa inilah yang cocok menggambarkan nasib ratusan eks Perawat honorer Rumah Sakit Umum Derah RSUD Anutapura Palu, Sulawesi Tengah ini.
Mereka harus menelan pil pahit setelah tahu bahwa namanya tercantum dalam daftar pegawai yang dirumahkan.
Bayangkan, ketika seseorang jatuh atau, sedang ditimpa kesusahan, lalu ia tertimpa tangga yang artinya mendapat kesusahan lainnya secara beruntun. Tentu sangat menyedihkan.
Baca: Ketua Bawaslu Jeneponto Lantik Tiga Panwaslu Kecamatan Hasil PAW, Ini Nama-namanya
Baca: Pemkab Luwu Belum Bayarkan Gaji Bidan Desa PTT Terangkat PNS 2018 Lalu, Ini Upaya Wabup
Baca: Lowongan Kerja BUMN untuk SMA dan S1 Semua Jurusan Login & Buat Akun di rekrutbersama.fhcibumn.com
Begitu pula yang dialami Mantri Riskan (31).
Kehidupannya seketika berubah setelah dirumahkan oleh pihak rumah sakit.
Bebannya begitu berambah setelah sebelumnya mendaapat coban bencana gempa bumi pada 28 September 2018 silam.
"Ketika bencana banyak sekali dana dikeluarkan. Karena kita mengungsi beli air, belum lagi kebutuhan tambahan," kata Riskan.
Riskan sendiri sudah 8 tahun mengabdi di RSUD Anutapura.
Dengan gaji pokok Rp.600 ribu per bulan.
"Tapi kalau jasa medis, itu dia beda-beda tergantug ruangannya, kalau saya bisa sampai 2,5 juta," jelas Riskan.
Itu, sudah include dengan gaji pokok Rp.600 ribu dan masih bersifat sementara, tergantung jumlah pasien.
Meski sebagai tenag medis upah yang didapatkan terbilang masih kurang, namun Riskan mengku bersyukur.
"Setidaknya pekerjaan jelas," ujarnya.
Riskan sedikitpun tidak punya niat untuk mencari lowongan di rumah sakit lain pada saat itu.
Karena menurutnya hampir semua rumah sakit daerah di Kota Palu gajinya sama seperti tempt i bekerja atau lebih rendah.
Setelah dirumahkn, sebagai kepala keluarga Riskan terkadang bingung harus mencari sumber penghasilan lain.
Ia terpaksa menerima pekerjan lain meskipun itu diluar keterampilan dan kemampuan yang ia pelajari selama di bangku kuliah.
Riskan pun lebih banyak menghbiskan waktu di tempat kelahirannya, Desa Pewunu, Kecamatan Dolo Barat, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
"Mending di kampung, tidak banyak uang yang harus dikeluarkan, sambil bantu-bantu orang tua juga," katanya kepada Tribunpalu.com, Jumat (9/3/2019).
Hingga saat ini kekecewaan Riskan masih membekas.
Ia merasa keputusan sepihak itu harus mendapat perhatian lebih khususnya Walikota Palu bahkan Gubernur.
Riskan kemudian berharap agar suara para perawat eks RS Anutapura dapat didengaar oleh pemerinth pusat.
"Paling tidak janganlah dirumahkan. Maksudnya, hargailah pengabdian kita, apalagi yang sudah 13 tahun mengabdi," harapnya.
Memang banyak nasib para perawat eks RSUD Anutapura yang terkatung-katung hingga saat ini karena tidak ada pekerjaan.
Bahkan, ada yang banting setir mencari pekerjaan lain sambil berharap bisa dipanggil lagi oleh pihak rumah sakit.
Namun itu kecil kemungkinan terjadi. Pasalnya, pada 31 Desember 2018 kemarin, kontrak para pegawai honorer otomatis berakhir.
Kemudian tak ada jaminan secara tertulis dari rumah sakit untuk memanggil kembali jika kondisi rumah sakit mulai membaik.
"Keinginan kembali masih ada mas, soalnya rugi juga kalau misalnya ada pendaftaran kemudian kita yang sudah beberapa tahun di situ (RSUD Anutapura) tidak mendaftar lagi," katanya.
Penderitaan setelah dirumahkan juga dirasakan Suster Intan (30).
Warga asal Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah ini mengaku sangat sedih atas kejadian itu.
Kondisi ekonomi keluarga sangat berpengruh setelah dirinya dirumahkan.
Meskipun gaji sebagai tenaga perawat kontrak di rumah sakit itu masih terbilang rendah, namun setidaknya bisa membantu suami menghidupi keluarga dan memenuhi biya dua orang anaknya.
Sebelum gempa, Linda masih memiliki rumah dan kendaraan.
Tapi nasib berkata lain.
Gempa beragnitudo 7,4 itu melenyapkan rumah beserta kendaraan miliknya.
"Saya tidak punya keduanya lagi, kemudian dirumahkan pula. Jadi sekarng tinggal di kos-kosan bersama suami dan dua orang anak," akunya.
Untuk makan setiap hari Linda masih berharap gaji sang suami.
Ia hingga saat ini belum mendapatkan pekerjaan.
Bersama suami Linda menata hidup baru di sebuah kos-kosan di Jl. Walet, Kelurahan Tatura Selatan, Kecamatan Palu Selatan, Palu, Sulawesi Tengah.
"Tolong pemerintah bisa melihat kami, dan bisa memikirkan nasib kami," katanya.
Sebgai penyintas, Linda berharap ada perhatian pemerintah dalam pemulihan ekonomi masyarakat.
"Tujuh tahun itu bukan waktu yang singkat," katanya.
"Setidaknya pemerintah bisa tahu bahwa, oh, ini pada saat bencana dia sementara dinas, rumahnya juga hancur," keluhnya.
Linda kemudian mengingat kembali pada saat tahu dirinya masuk dalam daftar perawat yang dirumahkan.
Saat itu ia sudah mendengar isu pengurangan tenaga pasca bencana.
Tapi di satu sisi, pihak rumah sakit mengumumkan untuk memanggil rekan-rekannya kembali bekerj.
"Saya ingat betul pihak rumah sakit bilang ayo kita ramaikan kembali rumah sakit, supaya pasien banyak lagi dan tidak ada yang dirumahkan," katanya meniru ucapan pihak rumah sakit.
Namun ternyata tanggal 31 Desember keluar nama-nama yang dirumahkan.
Nasib para perawat honorer ini, memang menambah deretan jumlah pengangguran pasca bencana di Palu, Sigi dan Donggala yang ditaksir mencapai ribuan.(Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :
A