VIDEO: Kisah Suhermin, Nenek Pemulung yang Hidup Sebatangkara di Kota Palu
Tampak tergolek lesu seorang nenek di sebuh teras salah satu ruko Jl Pue Bongo, Kelurahan Boyaoge, Kecamatan Tatanga, Kota Palu
Penulis: abdul humul faaiz | Editor: Suryana Anas
TRIBUNPALU.COM, PALU - Sore itu, jarum jam menujukkan pukul 16.45 wita.
Sang surya semakin redum di ufuk barat Kota Palu.
Tampak tergolek lesu seorang nenek di sebuh teras salah satu ruko Jl Pue Bongo, Kelurahan Boyaoge, Kecamatan Tatanga, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Baca: Jalan Santai HUT Mamasa, Poros Mamasa-Kantor Bupati Macet Total
Baca: Luwu Utara Diprediksi Cerah Berawan Sepanjang Hari Ini
Baca: VIDEO: Suasana Pura Giri Natha Makassar Jelang Hari Raya Nyepi
Tidurnya terlihat nyeyak di atas Tegel sebuah teras berukuran 1,5 meter itu.
Sesekli ia mendengkur, seakan tak peduli hiruk pikuk ramainnya kendaraan yang melintas.
Nenek yang usianya sudah senja ini, diketahui bernama Suhermin, warga Desa Binangga, Kecamatan Marawol, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Setiap harinya, nenek beberumur 73 tahun ini mencari barang-barang bekas di antara sisa limbah yang ia temukan di jalan.
Setelah terkumpul, barang bekas yang ia dapat itu kemudian dijual untuk bertahan hidup.
Ia tampak letih sore itu. Sampai-sampai, ia tak peduli dengan orang sekitar yang sedari tadi mengamati.
Ketika bangun pun, iya terlihat sesekali menghela nafas.
Yah, wajar saja, pekerjaan Suhermin memang membutuhkan tenaga ekstra.
Ia harus menempuh puluhan kilo berjalan kaki sambil mendorong sepeda ontel miliknya.
Usia Suhermin memang tak mudah lagi, wanita asal Kota Surabaya, Jawa Timur ini lahir tahunn 1946.
Tapi dengan usiannya saat ini, Nenek janda sejak tahun 2000 ini tak mau mengaharapkan belas kasih orang lain.
"Saya tinggal sendiri mas, memulung untuk cari makan," katanya.
Sudah hampir 20 tahun suhermin bekerja berjuang hidup degan mengais rezeki di tumpukan sampah.
Sejak suaminnya meninggal di thun 2000, terpaksa ia bekerja berjam-jam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Usia memang tidak bisa berbohong. Kekuatan nenek Suhermin sudah melemah.
Itu tampak saat ia mendorong sepeda ontel tua yang mengangkut krung berisikan sampah pelastik.
Tangan dan kakinya tampak gemetar. Ia harus menempuh belasan kilo lgi untuk sampai di rumahnya.
Sesekali nenek Suhermin istirahat sambil memerhtikan botol dan gelas pelastik bekas kemudian memungutnya.
Akhirnya di sebuah bundaran kota Suhermin beristithan cukup lama sambil mengisahkan wal mula ia sampi memulung di bumi tadulako.
Tahun 1980 silam, Suhermin menginjakkan kaki di Kabupaten Donggala.
Maksud untuk mengais rezeki di tanah kaili.
Di sebuah pelabuhan, akhirnya Suhermin bertemu dengan seorang pria muda asal Desa Binangga.
Beberapa waktu kemudian, Suhermin lalu ditawari untuk menjalin pernikahan dengan paman pria yang pernah berkenalan dengan dia di pelabuhan Donggala waktu itu.
Saat itu Suhermin masih berusia 35 tahun.
Namun nsib berkata lain. Sang suami tak berumur panjang.
Usia pernikahannya hanya 6 bulan. Suaminya dipanggil menghadap Allah SWT.
Kehidupan Suhermin berunbah seketika setelah sang suami meninggal.
Semua harus dikerjakan sendiri guna melanjutkan hidupnya.
Karena tak berbekal ketrampilan, akhirnya Suhermin memutuskan untuk mencari limbah plast sebagai perkerjaannya.
Berbekal sebuah sepeda ontel, dengan dua karung, ia mendorog sepeda ontelnya ke lokasi biasanya memulung di Kota Palu.
Setap harinya, ia menyusuri jalan-jalan serta tempat-tempat pembuangan sampah di Kota Palu.
Suhermin, terkadang beranjak dari rumah pada pagi hari.
Namun juga biasany pada sore hari. Bahkan, ia tak pulang ke rumahnya.
Tergantung karung apakah karung yang diabawanya sudah penuh atau belum.
Jika belum, ia harus menginap di sebuah garasi kosong seputaran Jl Pue Bongo.
Jik penuh, maka dia akan kembali ke rumahnya di Desa Binangga.
"Kalau ini karung sudah penuh, yah pulang mas, tapi kalau belum yah tidak," katanya.
Untuk menjualnya, Suhermin harus mengumpulkan belasan karung platik bekas.
Jika sudah tercapai, ia harus menyawa mobil untuk mengangut karung miliknya dengan biaya Rp.50 ribu.
"Satu kali angkut saya bisa dapat Rp.200, dipotong biaya mobil, Rp.50 ribu," jelasnya.
Suhermin tak pernah sedih dengan kondisi kehidupannya saat ini.
Menurutnya, jika kit selalu bersyukur, kebahagiaan akan selalu menyertai.
"Hidup itu sudah ada yabg atur mas, kita cukup jalani saja," tandasnya.(Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :
Jangan Lupa Follow akun Instagram Tribun Timur:
Ar