LPA: Sulsel Urutan 5 Tertinggi di Indonesia Pernikahan Anak di Bawah Umur
Termasuk peningkatan risiko kekerasan dalam rumah tangga, gizi buruk, dan gangguan kesehatan seksual dan reproduksi.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Hasrul
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Pernikahanan dibawah umur atau pernikahan anak masih menjadi persoalan serius bagi masyarakat Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara dengan perkawinan anak tertinggi di dunia.
Baca: SAKSIKAN Live Streaming Indosiar PSIS Semarang vs Persipura: Susunan Pemain, Nonton Disini via HP
Indonesia ada di urutan ketujuh dengan angka absolut dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Di Sulawesi Selatan sendiri sekitar 30,5% pernikahan yang terjadi adalah anak dibawah umur.
Angka ini disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan, Fadiah Machmud dalam diskusi perayaan Hari Perempuan Internasional 2019 di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Rabu (6/3/2019).
Baca: Sublime Ketiga di CCC Makassar, Hadirkan Glenn Fredly dan Melly Goeslow
Pada Mei 2019 lalu seorang lelaki berusia 16 menikahi seorang perempuan berinisial DA berusia 14 tahun. Pernikahan anak umur ini terjadi Kelurahan Galung Maloang, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare.
Tentunya pernikahan ini memperpanjang deretan pernikahan anak dibawah umur di daerah ini. "Susel kontributor tertinggi berada pada urutan ke-5 untuk angka perkawinan dibawah 15 tahun," kata Fadiah.
Baca: Rekrutmen Pendamping PKH Dibuka Hingga 8 Maret, Daftar Online Disini, Ada Wilayah Sulawesi Selatan
Menurut Fadiah untuk di Sulawesi Selatan ada lima daerah menjadi penyumbang terbesang pernikahan anak dibawah umur. Diantaranya Kabupaten Soppeng, Luwu, Wajo , Bone, dan Takalar.
Kasus perkawinan anak merupakan praktik berbahaya yang seharusnya segera dihentikan. Pasalnya, anak-anak perempuan yang menikah muda menghadapi akibat buruk terhadap kesehatan mereka sebagai dampak dari melahirkan dini.
Baca: GPC Ansor Kecamatan Maros Baru Deklarasi Anti Politik uang
Termasuk peningkatan risiko kekerasan dalam rumah tangga, gizi buruk, dan gangguan kesehatan seksual dan reproduksi.
"Dampak perempuan menikah dibawah umur hak haknya harus dipenuhi. Pasti dia berkometisi dengan cabang bayi untuk memperoleh gizi. Karena secara stuktur tubuh masih butuh asupan gizi," sebutnya.
Sehingga menyebabkan resiko pertumbuham anak, termasuk membebani negara karena rawan dengan perceraian.
Baca: Suara Gemuruh Meriam KAL Birang 1.6.611 di Laut Barombong Tandai Pelaksanaan Latihan
Anak anak yang menikah di bawah umur akan mengalami kondisi yang buruk untuk seluruh indikator sosial dan ekonomi dibandingkan dengan anak perempuan yang menunda usia perkawinan, termasuk tingkat pendidikan yang lebih rendah dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi.
Lanjut Fadiah dampak buruk juga akan dialami oleh anak-anak mereka dan dapat berlanjut pada generasi yang akan datang. Ada hubungan yang kompleks antara perkawinan usia anak dan pendidikan di Indonesia.
"Anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun (pengantin anak) memiliki tingkat pencapaian pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak perempuan yang belum menikah, khususnya setelah sekolah dasar (SD)," tuturnya.
Baca: Kenalkan Caleg Cantik Golkar Soppeng, Khaerun Nizaa yang Masih Single
Selain itu, anak yang menikah lebih muda memiliki pencapaian pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang menikah lebih tua.