Kampung Tuak Tak Lekang Digerus Zaman, Minum Tuak Campur Pejje' Ladang
Kampung tuak. Demikian julukan Dusun Palaguna.Sudah puluhan tahun, sepanjang Jl Poros Bone - Soppeng - Wajo tersebut, masyarakat membuka kedai tuak.
Penulis: Hardiansyah Abdi Gunawan | Editor: Munawwarah Ahmad
TRIBUN-WAJO.COM, PAMMANA - Kampung tuak. Demikian julukan Dusun Palaguna.
Sudah puluhan tahun, sepanjang Jl Poros Bone - Soppeng - Wajo tersebut, masyarakat membuka kedai tuak.
Kampung tuak terletak di Desa Wage, Kecamatan Pammana, Kabupaten Wajo.
Sekitar 5 km arah selatan dari pusat ibu kota Kabupaten Wajo, Sengkang.
I Mare (45) sedang duduk di serambi rumahnya yang disulap jadi kedai tuak, Minggu (3/3/2019).
Menunggu pengunjung sambil menatap kendaraan lalu lalang.
Berbeda dari tuak kebanyakan.
Sari enau yang telah diambil saban pagi tersebut pun disajikan dengan pejje' ladang.
Pejje' ladang adalah hasil ulekan halus cabai dan garam.
Masyarakat meyakini, rasa tuak yang dicampur pejje' ladang sungguh nikmat.
Rasanya, sudah bisa dibayangkan.
Manis tuak bercampur asin garam dan pedis cabai.
"Mantap, segar," kata Firman usai meminumnya.
Belum ada rasa yang tepat menggambarkan cita rasa tersebut.
Kadang, bila tak beruntung, tuak yang tanpa pengawet tersebut sudah sedikit kecut.
Tak afdal rasanya minum tuak tanpa kudapan. Selain dikenal sebagai kampung tuak, Desa Palaguna juga dikenal sebagai tempat kuliner Sokko Cipi'.
Sokko Cipi' adalah ketan yang dibungkus daun pisang dan dibentuk layaknya topi kerucut, lalu dijepit dengan potongan bambu, lalu dibakar.
Tersebab ketan tersebit dijepit, hingga namanya Sokko Cipi'.
Jepit dalam Bahasa Bugis adalah cipi'.
Atau bisa juga minum tuak sambil makan telur itik rebus.
I Mare menyediakan semua itu di kedai tuaknya.
"Jual tuak ini sudah turun temurun, di mulai dari orang tua," kata I Mare.
Sokko Cipi'nya dibuat sendiri, sedang untuk tuaknya disuplai oleh para petani sekitar.
Tak banyak petani yang membukai kedai tuak. Mereka lebih memilih menyuplai saja.
Harga tuaknya pun terjangkau. Rp 15.000 untuk ukuran botol 1,5 liter. Sedang, Sokko Cipi'nya seharga Rp 2.500.
Kedai tuak I Mare tak terlalu ramai. Sama seperti kedai-ledai tuak lainnya.
Kejayaan kedai tuak di Dusun Palaguna sudah lewat.
I Mare tak tahu pasti, sejak kapan tanah kelahirannya dijuluki sebagai kampung tuak.
Namun, menjamurnya warung kopi dan warkop dianggap jadi sebab.
"Waktu tahun 90-an, di sini (Dusun Palaguna) jadi pusatnya. Ramai di tempati nongkrong. Tapi sejak banyak warkop sama cafe di kota (Sengkang), di sini mulai sepi," kata salah satu warga di Dusun Palaguna, Zaharuddin.
Sebagai kuliner khas dan telah dikenal masyarakat, kampung tuak punya tempat tersendiri di hati para penikmatnya.
Posisinya yang strategis, berada di jalan poros membuatnya masih tetap bertahan di tengah banyaknya jenis pilihan minuman dan makanan modern.
I Mare masih setia menunggu pelanggannya.
Sambil membersihkan peralatan makan minum di meja yang disinggahi debu, menunggu para peminum tuak yang datang dari saban penjuru. (TribunWajo.com)
Laporan wartawan Tribun Timur, Hardiansyah Abdi Gunawan, Ig: @dari_senja
Baca: RESMI RILIS Redmi Note 7 Pro Ada 5 Warna, Kamera 48 MP Rp 2 Jutaan, Cek Bedanya dengan Redmi Note 7
Baca: Kala Puisi Neno Warisman Disebut Sadis dan Biadab, Fadli Zon Minta Buya Syafii Belajar Sastra Puisi
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :
Jangan Lupa Follow akun Instagram Tribun Timur: