Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

TRIBUNWIKI: Erupsi Lagi, Ini Profil Gunung Agung Bali, Letusan Sejak 1808

Dari Pura Besakih gunung ini tampak dengan kerucut runcing sempurna, tetapi sebenarnya puncak gunung ini memanjang

Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Imam Wahyudi
KOMPAS.COM/BAMBANG P JATMIKO
Gunung Agung difoto dari udara, beberapa waktu lalu. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di pulau Bali. Ketinggiannya mencapati 3.031 mdpl.

Gunung Agung kembali erupsi, Selasa (22/2/2019) sekitar pukul 16.31 Wita.

Tinggi kolom abu dilansir dari berbagai sumber mencapai 700 meter.

Dikutip dari wikipedia.org gunung ini terletak di kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Pura Besakih, yang merupakan salah satu Pura terpenting di Bali, terletak di lereng gunung ini.

Gunung Agung adalah gunung berapi tipe stratovolcano, gunung ini memiliki kawah yang sangat besar dan sangat dalam yang kadang-kadang mengeluarkan asap dan uap air.

Dari Pura Besakih gunung ini tampak dengan kerucut runcing sempurna, tetapi sebenarnya puncak gunung ini memanjang dan berakhir pada kawah yang melingkar dan lebar.

Dari puncak gunung Agung kita dapat melihat puncak Gunung Rinjani yang berada di pulau Lombok di sebelah timur, meskipun kedua gunung tertutup awan karena kedua puncak gunung tersebut berada di atas awan, kepulauan Nusa Penida di sebelah selatan beserta pantai-pantainya, termasuk pantai Sanur serta gunung dan danau Batur di sebelah barat laut.

Letusan

1808: Pada tahun itu Gunung Agung melontarkan abu dan batu apung dengan jumlah luar biasa.

1821: Gunung Agung meletus lagi. Letusannya disebut normal tetapi tak ada keterangan terperinci. Letusannya juga dinilai tak sedahsyat letusan pada tahun 1808.

1843: Gunung Agung meletus lagi pada tahun 1843, didahului sejumlah gempa bumi, kemudian memuntahkan abu vulkanik, pasir, dan batu apung.

1963: Gunung Agung terakhir meletus pada Februari 1963 hingga Januari 1964.

Pada tanggal 18 Februari 1963, penduduk lokal mendengar suara letusan keras dan melihat asap tebal keluar secara vertikal dari puncak Gunung Agung. Letusan ini mengeluarkan abu panas dan gas setinggi hampir 20.000 meter.

Material ini sampai mengurangi sinar matahari dan membuat suhu udara di lapisan stratosfer turun 6 °C (10.8 °F). Pada tahun 1963-1966, rata-rata suhu di bumi bagian utara sampai turun 0.4 °C. Abu Belerang dari erupsi gunung ini beterbangan keseluruh dunia dan jejaknya sampai terlihat sebagai sulfur acid di dalam lapisan es di Greenland.

Pada 24 Februari 1963, lahar mulai mengalir turun dari bagian utara gunung. Lahar terus mengalir selama 20 hari dan mencapai kejauhan hingga 7 km. Pada 17 Maret 1963, Gunung Agung meletus dengan Indeks Letusan sebesar VEI 5 (setara letusan Gunung Vesuvius) dan kembali meletus pada tanggal 17 Mei 1963.

Jumlah kematian yang disebabkan seluruh proses letusan Gunung Agung mencapai 1.148 orang dengan 296 orang luka-luka.

2017: Gunung Agung pada 27 November 2017. Pada bulan September 2017, peningkatan aktivitas gemuruh dan seismik di sekitar gunung berapi menaikkan status normal menjadi waspada dan sekitar 122.500 orang dievakuasi dari rumah mereka di sekitar gunung berapi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendeklarasikan zona eksklusi sepanjang 12 kilometer di sekitar gunung berapi tersebut pada tanggal 24 September.

Pada tanggal 18 September 2017, status Gunung Agung dinaikkan dari Waspada menjadi Siaga. Evakuasi berkumpul di balai olahraga dan bangunan masyarakat lainnya di sekitar Klungkung, Karangasem, Buleleng dan daerah lainnya.

Stasiun pemantau tersebut berlokasi di Tembuku, Rendang, Kabupaten Karangasem, dimana intensitas dan frekuensi tremor dipantau untuk tanda-tanda letusan yang akan terjadi.

Pada tanggal 22 September 2017, status Gunung Agung dinaikkan dari Siaga menjadi Awas. Daerah tersebut mengalami 844 gempa vulkanik pada tanggal 25 September, dan 300 sampai 400 gempa bumi pada tengah hari pada tanggal 26 September.

Ahli seismologi telah khawatir dengan kekuatan dan frekuensi insiden karena telah mengambil lebih sedikit gunung berapi serupa untuk meletus.

Pada akhir Oktober 2017, status diturunkan dari Awas menjadi Siaga. Aktivitas gunung berapi tersebut menurun secara signifikan, yang menyebabkan turunnya status darurat tertinggi pada tanggal 29 Oktober.

Ada letusan freatik kecil yang dilaporkan pada tanggal 21 November 2017, pukul 17.05 WITA dengan kolom abu vulkanik mencapai 3842 meter (12605 ft) di atas permukaan laut.

Ribuan orang segera melarikan diri dari wilayah tersebut, dan lebih dari 29.000 pengungsi sementara dilaporkan tinggal di lebih dari 270 lokasi di dekatnya.

Sebuah erupsi magmatik dimulai pada hari Sabtu, 25 November 2017. Letusan dahsyat yang dihasilkan dilaporkan meningkat sekitar 1,5-4 km di atas kawah puncak, melayang ke arah selatan dan membersihkan daerah sekitar dengan lapisan gelap abu tipis, yang menyebabkan beberapa maskapai penerbangan membatalkan penerbangan menuju Australia dan Selandia Baru.

Tingkat bahaya resmi tetap di 3, dengan penduduk disarankan untuk tinggal 7,5 km jauhnya dari kawah. Sejauh ini letusannya tampak moderat, dengan kemungkinan letusan lebih intensif dalam waktu dekat.

Cahaya jingga kemudian diamati di sekitar kawah di malam hari, menunjukkan bahwa magma segar memang telah sampai ke permukaan. Pada tanggal 26 November 2017, pukul 23:37 WITA, sebuah letusan kedua terjadi. Ini adalah letusan kedua yang meletus dalam waktu kurang dari seminggu.

2018: Tanggal 10 Maret 2018, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG) menurunkan status Gunung Agung, Karangasem, dari level IV (Awas) menjadi level III (Siaga). Perubahan status ini diumumkan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.

Tanggal 11 April 2018 pukul 09.04 Wita, Gunung Agung kembali menyemburkan abu vulkanik setinggi 500 meter. Kolom asap dan abu berwarna kelabu terlihat condong ke arah barat daya.

Tanggal 28 Juni 2018 pukul 10.30 WITA, Gunung Agung mengeluarkan asap hingga Jumat dini hari yang menyebabkan hujan abu di bagian barat hingga barat daya dan menyebabkan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bandar Udara Banyuwangi dan Bandar Udara Jember resmi ditutup sejak Jumat pukul 03.00 WITA hingga 19.00 WITA.

Menyusul hembusan Gunung Agung yang terus menerus mengeluarkan asap dan abu vulkanik.

Tanggal 2 Juli 2018 pukul 21.04 WITA, Gunung Agung kembali meletus.

Kali ini dengan melontarkan lahar dengan radius 2 km. Erupsi terjadi secara strombolian dengan suara dentuman. Istilah tipe strombolian diambil dari kata Stromboli, nama gunung api di pulau Stromboli Italia yang terletak di Laut Thyrene, Mediterania.

Ciri-ciri erupsi strombolian yakni adanya erupsi-erupsi kecil dari gas dan fragmen-fragmen atau serpihan magma. Dalam laporan PVMBG Kementerian ESDM, erupsi Gunung Agung terjadi pada Senin (2/7/2018) dan Selasa (3/7/2018) pukul 04.13 Wita.

Tinggi kolom abu pada letusan malam tadi teramati ±2.000 m di atas puncak (±5.142 m di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat.

Status Gunung Agung saat ini tetap berada di level 3 atau siaga dengan radius bahaya 4 kilometer dari kawah.

Kepercayaan masyarakat

Masyarakat Hindu Bali percaya bahwa Gunung Agung adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa, dan juga masyarakat mempercayai bahwa di gunung ini terdapat istana dewata. Oleh karena itu, masyarakat Bali menjadikan tempat ini sebagai tempat kramat yang disucikan.

Pura Besakih yang berada di kaki Gunung Agung juga luput dari aliran lahar letusan Gunung Agung yang terjadi pada tahun 1963.

Masyarakat percaya bahwa letusan Gunung Agung pada tahun 1963 merupakan peringatan dari Dewata. Dalam catatan sejarah, Pura Besakih dan Gunung Agung menjadi fondasi awal terciptanya masyarakat Bali.

Mengutip buku Custodian of the Sacred Mountains: Budaya dan Masyarakat di Pulau Bali karya Thomas A Reuter, menuturkan bahwa Maharishi Markandeya, orang pertama yang memimpin pelarian Majapahit ke Bali, baru berhasil menetap di Bali datang ke kaki Gunung Agung.

Sebelumnya, gelombang eksodus yang dipimpin Markandeya berjumlah 800 orang seluruhnya tewas akibat wabah penyakit.

Jalur pendakian

Pendakian menuju puncak gunung ini dapat dimulai dari tiga jalur pendakian yaitu :

Selatan: dari kecamatan Selat kabupaten Karangasem dengan basecamp di Pura Pasar Agung lewat pasar Selat.
Tenggara: dari Budakeling lewat Nangka
Barat Daya: jalur pendakian yang umum digunakan, dari Pura Besakih kecamatan Rendang, kabupaten Karangasem. Karena banyak peristiwa kecelakaan dan hilangnya beberapa pendaki, maka sejak Mei 2009 setiap pendakian Gunung Agung lewat Sebudi maupun Besakih, karangasem diharuskan memakai jasa pemandu dengan tarif yang telah ditentukan.
Dari Pura Pasar Agung, Selat: perjalanan + 4 jam hingga puncak (2.850 m)
Dari Pura Besakih, Rendang : perjalanan + 6 jam hingga puncak (3.142 m)
Bagi Setiap Pendaki disarankan tidak membawa makanan berbahan sapi karena area gunung ini sangat disucikan.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved