Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

VIDEO VIRAL Camat se-Makassar Dukung Jokowi-Maruf, SYL: Selfi-selfie ji itu Kodong!

Video Viral Camat se-Makassar Dukung Jokowi-Maruf, SYL: Selfi-selfie ji itu Kodong!

Editor: Ilham Arsyam
HANDOVER
Syahrul Yasin Limpo (SYL) 

Video Viral Camat se-Makassar Dukung Jokowi-Maruf, SYL: Selfi-selfie ji itu Kodong!

TRIBUN-TIMUR.COM - Sebuah video menghebohkan beredar di media sosial di Makassar.

Video viral soal 15 Camat se-Kota Makassar yang mendukung Capres Jokowi-Amin.

Hal ini mendapat banyak sorotan dan bahkan kecaman.

Video itu tampak dikomandani mantan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo alias SYL.

Bagi Syahrul tentunya tidak masalah, karena ia adalah calon legislatif dan bukan PNS. Masalah timbul bagi ke- 15 camat tersebut.

Di mana dalam video tersebut, ke-15 nya lantang menyebut akan memenangkan Jokowi-Ma'ruf.

PNS jelas-jelas dilarang ikut berpolitik praktis.

Berikut, Larangan dan Sanksi Bagi PNS yang Terlibat Politik Praktis seperti dilansir hukumonline.com.

Sementara itu Sayhrul Yasin Limpo kepada tribun Kamis (21/2/2019) malam membenarkan video yang beredar tersebut.

"Selfi-selfie ji itu kodong," kata SYL via pesan WhatsApp (WA).

Diketahui jika video itu direkam di sebuah hotel di Makassar beberapa waktu lalu.

Bawaslu Bertindak

 Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) akan memanggil mantan Gubernur Sulsel dua periode Syahrul Yasin Limpo atau SYL.

Belum diketahui, kapan video itu di buat. Yang mirisnya, sebagian camat masih mengenakan pakaian dinas harian.

Baca: Krishna Murti Sebut Persib, Persipura & PSM Makassar Pelit Sogok Wasit, ini Komentar Bos Juku Eja

"Biarkan kami Bawaslu melakukan penyelidikan untuk bisa membuktikan apakah benar editan atau asli," kata Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad kepada Tribun Timur, Kamis (21/2/2019).

Sejak tadi malam, kata Saiful Jihad, kami di Bawaslu Sulsel sudag dapat kiriman video tersebut.

"Untuk kepentingan klarifikasi, semua yang dianggap memiliki kaitan akan kita undang. Laporannya masuk di provinsi," ungkapnya.

Aktivis Anti Coruption Committee (ACC) Sulawesi menilai, jika benar video viral satu menit 26 detik itu betul. Maka para Camat telah mempermalukan Walikota Makassar.

"Jika video itu benar, maka Camat ini telah permalukan Walikota. Selama ini Walikota menekankan netralitas ASN," kata Direktur ACC, Abdul Muttalib Kadir, Kamis (21/2/2019).

Muttalib menekankan lagi, jika video yang beredar itu benar, maka dia berpendapat dukung-mendukung bukan hal terlarang. Tapi yang terlarang adalah karena PNS.

Karena, dalam video itu secara terang-terangan para Camat se-Kota Makassar memberikan dukungan ke Capres Jokowi. Sementara para Camat ini terikat regulasi yang mengharuskan menjaga netralitas.

"Sekali lagi jika video tersebut benar, maka mereka ini tidak layak lagi menjadi pejabat selevel Camat lagi, mereka wajib mundur karena telah mencederai prinsip dan etika ASN," tegas Muttalib kepada tribun.

Karena hal itu kata Muttalib, telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004, tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS jelas mengatur.

Tanggapan Walikota Makassar

Lalu apa tanggapan Walikota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto atas beredarnya videp itu.

Ditemui usai acara Pengajian dan Silaturahmi bersama Ma'ruf Amin, Dany sapaan akrabnya mengungkapkan, tidak ada yang salah dalam video itu.

Baca: Video Camat di Makassar Dukung Jokowi Viral, Bawaslu Sulsel Panggil SYL

"Apa yang salah dengan video itu, camat-camat kan cuman bilang saya camat Makassar, kan tidak mendukung siapa-siapa," kata Dany, Kamis (21/2/2019) sore.

Ia juga mengungkapkan, apa yang dilakukan Ketua DPP Nasdem, Syahrul Yasin Limpo terhadap aparatur pemerintahannya bukanlah sesuatu yang keliru.

Baca: Bawaslu Toraja Utara: ASN Tidak Boleh Jadi Saksi Partai

"Tidak apa-apa, pak Syahrul kan juga orang tua kita, jadi tidak ada masalah," ujar mantan calon walikota inkumben Makassar itu.

Etika dan Netralitas PNS

Dalam surat tersebut, Menteri PANRB Asman Abnur juga mengutip ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik,” tegas Asman Abnur. (Baca Juga: Ini Isi SE Menteri PANRB Terkait Netralitas PNS dalam Pilkada Serentak)

Berikut contoh larangan dimaksud:

  1. PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
  2. PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
  3. PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
  4. PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik;
  5. PNS dilarang mengunggah, menanggapi atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial;
  6. PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan;
  7. PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.

“Untuk menjamin efektivitas pelaksanaan Surat Menteri PANRB ini, para pimpinan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah agar melakukan pengawasan terhadap Aparatur Sipil Negara yang berada di lingkungan instansi masing-masing,” bunyi akhir surat Menteri PANRB Asman Abnur, yang tembusannya disampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam suratnya itu, Menteri PANRB Asman Abnur juga menyampaikan beragam sanksi yang mengancam Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika tidak menjaga netralitas dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).

“Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 42 Tahun 2004, terhadap pelanggaran berbagai jenis larangan kepada PNS dikenakan sanksi moral,” tulis Menteri Asman.

Selanjutnya atas rekomendasi Majelis Kode Etik (MKE), PNS yang melakukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral, dapat dikenakan tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Tindakan administratif dapat berupa sanksi hukuman disiplin ringan maupun hukuman disiplin berat sesuai dengan pertimbangan Tim Pemeriksa,” jelas Asman.

Dalam hal PNS yang diduga melakukan pelanggaran kode etik adalah PNS selain Sekretaris Daerah, menurut Menteri PANRB Asman Abnur, pembentukan Majelis Kode Etik dan Tim Pemeriksa dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi PNS yang bersangkutan.

Hukumannya

Adapun dalam hal PNS yang diduga melakukan pelanggaran kode etik adalah Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, pembentukan Majelis Kode Etik dan Tim Pemeriksa dilakukan oleh Gubernur sebagai Wakil Pemerintah. Sedangkan dalam hal PNS yang diduga melakukan pelanggaran kode etik adalah Sekretaris Daerah Provinsi, pembentukan Majelis Kode Etik dan Tim Pemeriksa dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.

Menteri PANRB juga mengingatkan adanya ancaman hukuman. Yakni

Hukuman Disiplin Tingkat Sedang berupa:  i) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; ii) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan iii) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun:

a. Bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan dukungan dan memberikan surat dukungan disertai fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Kartu Tanda Penduduk;

b. Bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Adapun Hukuman Disiplin Tingkat Berat berupa: i) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; ii) pemindahan dalam rangka penurunan pangkat setingkat lebih rendah; iii) pembebasan dari jabatan; dan iv) atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS:

a. Bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah atau calon Wakil Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;

b. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.

“Penjatuhan hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum dilaksanakan sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 53 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 21 Tahun 2010 tengang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS,” tulis Menteri PANRB.

Menteri PANRB meminta kepada para Pejabat Pembina Kepegawaian atau Penjabat/Pelaksana Tugas Kepala Daerah dan Penjabat Yang Berwenang pada instansi pemerintah untuk melaksanakan dan mensosialisasikan Surat Menteri PANRB ini dengan sebaik-baiknya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved