Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wiki

TRIBUNWIKI: Sejarah Berdirinya Hotel Sultan yang Jadi Lokasi Debat, dan Sejarah Pemiliknya

Untuk acara debat capres 2019, masuk dalam kategori sosial event yang diselenggarakan di ballroom hotel dengan kapasitas daya tampung hingga ribuan or

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
Warta Kota/Henry Lopulalan
Pekerja menyiapkan panggung untuk debat kedua Calon Presiden Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Debat kedua akan berlangsung pada Minggu 17 Februari 2019 pukul 20.00 WIB dengan tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. 

 
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Hotel Sultan menjadi lokasi dilaksanakannya debat Capre 2019 putaran kedua, Minggu (17/2/2019).

Hotel yang berada di Jalan Gatot Subroto, Jakarta ini merupakan salah satu hotel berbintang.

Fasilitas yang ditawarkan dari hotel ini yaitu area bermain anak-anak, ruang meeting, akses internet, executive lounge, kolam renang, spa, lapangan teknis, area jogging, dan tempat fitnes.

Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) saling memberi salam seusai debat capres 2019 disaksikan moderator di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019).
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) saling memberi salam seusai debat capres 2019 disaksikan moderator di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). (ANTARA/AKBAR NUGROHO GUMAY)

Untuk acara debat capres 2019, masuk dalam kategori sosial event yang diselenggarakan di ballroom hotel dengan kapasitas daya tampung hingga ribuan orang.

Ada beberapa jenis kamar dari Hotel Sultan, diantaranya kamar deluxe Rp 1.065.750 hingga royal suite Rp 3.515.750 per malamnya.

Dilansir dari laman resmi Hotel Sultan dan Tips Indonesia, saat itu hotel tersebut memang menjadi bagian dari jaringan Hilton International, yang dimiliki keluarga Hilton.
Salah seorang pengelola dan pemilknya adalah Richard Hilton, ayah dari Paris Hilton.

Selain dimliki keluarga Hilton, Hotel Hilton di Jakarta juga dimiliki Pontjo Sutowo dan keluarganya. Pontjo merupakan paman dari Indraguna Sutowo, suami Dian Sastrowardoyo.

Pada awal dibangun hotel yang berlokasi di segitiga emas Jakarta tersebut memiliki jumlah total 1.104 kamar, sembilan ruang banguet dan satu ballroom, fasilitas oleh raga dan rekreasi, serta beragam fasilitas hotel lima lainnya.

Tingkat hunian hotel itu pada semester pertama tahun ini sebesar 35 persen dari total kamar atau setara dengan 400 kamar setiap harinya

Pada tahun 2006 tersebut hotel tersebut berganti nama menjadi Sultan Hotel.

Pergantian nama tersebut menandai pemutusan kontrak hotel tersebut dengan jaringan Hilton International.

The Sultan kemudian dikelola oleh Singgasana Hotels dan Resorts, perusahaan pengembang dan properti Indonesia yang sudah berdiri sejak 2001.

Taukah kamu, bahwa hotel tersebut termasuk milik keluarga Ibnu Sutowo.

Ibnu Sutowo merupakan mantan tokoh militer Indonesia dan pernah menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

Dilansir dari wikipedia, Pada tahun 1957, A.H. Nasution (saat itu KSAD) menunjuk Sutowo untuk mengelola PT Tambang Minyak Sumatera Utara (PT Permina). Pada tahun 1968, perusahaan ini digabung dengan perusahaan minyak milik negara lainnya menjadi PT Pertamina.

Harian Indonesia Raya pimpinan Mochtar Lubis pada tanggal 30 Januari 1970 memberitakan bahwa simpanan Ibnu Sutowo pada saat itu mencapai Rp 90,48 miliar (kurs rupiah saat itu Rp 400/dolar), dan melaporkan kerugian negara akibat kongkalikong Ibnu dan pihak Jepang mencapai US$1.554.590,28.

Saat itu, pemerintah Indonesia di bawah Presiden Suharto membentuk tim yang bernama Komisi Empat untuk menyelidiki dugaan korupsi di Pertamina.

Tim ini menghasilkan laporan yang menyimpulkan terjadinya beberapa penyimpangan-penyimpangan, namun tanpa tindakan hukum apa pun terhadap pelaku korupsi.

Pada tahun 1975, Pertamina jatuh krisis.

Pada tahun 1976, Ibnu mengundurkan diri sebagai Dirut Pertamina, dan meninggalkan Pertamina dalam kondisi utang sebesar US$ 10,5 miliar.

Ibnu lalu masuk ke PT Golden Mississippi.

Tirto Utomo, bawahan Ibnu, yang sedang membuat produk air mineral pada tahun 1973, dengan merek Aqua, berkunjung ke Bangkok, Thailand.

Ibnu juga diajak oleh Tirto, untuk mempelajari cara pembuatan air mineral di pabrik air mineral Polaris di Thailand, karena di Indonesia, sama sekali belum ada.

Sampai akhirnya, ia berkata kepada Tirto : "Aneh Tirto iki. Banyu banjir kok diobokke dalam botol".

Setelah Aqua semakin terkenal ketika pertandingan bulu tangkis Piala Thomas & Uber 1988 di Kuala Lumpur dan pertandingan golf, ia berpendapat bahwa Aqua harus dikelola oleh yang lebih muda.

Maka, ia mengundurkan diri dari jabatan direktur utama PT Golden Mississippi dan digantikan oleh Willy Sidharta.

Hotel Sultan
Hotel Sultan (Agoda.com)

Pada masa kepemimpinan Willy Sidharta, yang jabatannya diletakkan oleh Ibnu, PT Golden Mississippi juga memperluas bisnisnya ke dalam bidang taman kota dengan membangun Taman Aqua di setiap Ruang Terbuka Hijau di Jakarta dan taman wisata Aqua KLCC yang dikelola oleh air minum merek "Sehat" (produk Aqua di Malaysia, Brunei, dan Singapura) di Kuala Lumpur, dan Ibnu mendirikan Bank Aqua pada 1988, meski bisnis perbankan ini akhirnya gagal.

Setelah meninggalkan Pertamina dengan kondisi hutang yang sangat tinggi, Ibnu lalu mulai mengelola Petronas, pertambangan minyak Malaysia pada 1976.

Walaupun Petronas baru 2 tahun berdiri, Ibnu menanggapi pesatnya pertumbuhan pertambangan minyak yang dikelola sendiri oleh umat Islam, sehingga kekayaan umat Islam selalu disumbang dari pertambangan minyak, walaupun minyak sendiri termasuk dalam Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui, seperti halnya bahan tambang lainnya

Ali Sadikin, mantan Gubernur Jakarta, saat diperiksa tahun 2005 mengaku tertipu oleh PT Indobuildco yang dikiranya merupakan anak perusahaan Pertamina.

Saat itu Ibnu Sutowo sebagai Direktur Pertamina diminta untuk membangun hotel Pertamina di Senayan dengan hak guna bangunan 30 tahun, namun ternyata hotel tersebut dimiliki oleh perusahaan pribadi Ibnu Sutowo.

Hotel Pertamina tersebut adalah Hotel Hilton yang kini telah berganti nama.

Sultan Hotel, hingga hari ini tetap dimiliki oleh keluarga Sutowo.

Perpanjangan HGB dilanjutkan setelah HGB lama berakhir 2002.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved