Begini Cara Danny Pomanto Temukan Sombere and Smart City
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto kembali didaulat menjadi narasumber pada Silaturahmi Nasional (Silatnas) dan Temu Alumni Purna Praja.
Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Munawwarah Ahmad
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto kembali didaulat menjadi narasumber pada Silaturahmi Nasional (Silatnas) dan Temu Alumni Purna Praja Angkatan 12 Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), di Hotel Grand Claro, Sabtu (16/2/2019).
Kegiatan bertajuk Membangun Birokrat Handal dalam Menyongsong Era Industri 4.0.
Di hadapan para birokarat ini, Danny sapaannya mengungkap semua rahasia di balik kesuksesannya memimpin Kota Makassar hingga dianugerahi 152 penghargaan bergengsi nasional hingga internasional.
"Menjadi birokrat tidaklah gampang, karena itu amanah yang luar biasa," ungkap pemilik 450 karya dengan setifikasi arsitek tertinggi (A) in.
Danny mulai menjelaskan ketika awal memimpin Makassar, meski dirinya berlatar belakang dosen dan arsitek, namun hal berbeda ditemui saat menjadi wali kota.
Tidak memiliki pengalaman politik dan pemerintahan membuatnya kembali menjadi nol alias tidak tahu apa-apa.
"Hingga akhirnya ditemukanlah pertanyaan pamungkas "apa itu pemimpin dalam birokrasi? Hingga lahirlah satu jawaban yakni tanggung jawab. Karena saya konsultan saya mengelola apa itu tanggung jawab," kata Danny.
"Kenapa bukan tanggung tanya? Artinya pemimpin hadir untuk menjawab. Apa yang mau dijawab? Pertanyaan seperti apa? Dari mana asal pertanyaan itu? Bagaimana kita tahu itu pertanyaan? Maka kita harus mendengarkan orang. kita harus mendengarkan kritikan," pungkas Danny.
Lanjutnya, sebagai langkah awal dirinya melakukan pendekatan sosial, mendengarkan suara rakyat dan suara-suara yang lain, karena ini birokrat, jabatan politik, maka semua harus didengarkan.
"Saat saya sadar pemimpin adalah tanggung jawab dan menjawab pertanyaan kita harus mendengarkan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan lahir dari mulut, ada dari mata, dan ada juga dilihat dalam hati. Menjadi pemimpin yang baik harus mampu menjawab sebelum orang menyampaikan pertanyaan itu," beber Danny Pomanto.
Hal pertama, Danny meminta agar dicarikan titik apa yang paling sulit di kota ini.
Itu yang pertama ingin dijawabnya, dengan melakukan research. hasilnya adalah orang miskin yang sakit.
Untuk mempercepat jawaban itu Danny berfikir perlu sebuah sistem dan sebuah research yang melibatkan banyak orang (public engagement) serta pikiran banyak orang.
"Lahirlah inovasi-inovasi, saya tugaskan semua SKPD cari gara-gara. Cari isu yang paling dominan, cari persoalan di SKPD masing-masing. Bagaimana menemukan dua isu besar, libatkan lima pihak (pentaheliks). Libatkan akdemisi, privat sektor, masyarakat, LSM, pemerintah, kita cari dan berdiskusi," pungkasnya.
Inilah ilmu menemukan masalah, melakukan koloborasi, hingga ditemukanlah solusi.
Namun, solusi saja tidaklah cukup, dan harus disederhanakan karena program akan dikembalikan ke masyarakat yang dikemas dalam bentuk inovasi.
Lahirlah macam-macam istilah di Makassar seperti, Makassar Tidak Rantasa (MTR) dan Lisa. Ada pula Longset, Longgar, Bulo, dan Kanrerong.
"Semua branding inovasi kita pakai semangat daerah, karena untuk masyarakat bukan untuk gagah-gagahan. Harus kelihatan Makassarnya," tutur Danny.
Laporan Wartawan Tribun Timur @Fahrizal_syam
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :