Enam Arahan Presiden Untuk BPBD Sulsel Menghadapi Bencana
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional Bencana tahun 2019 dilaksanakan di Jatim Expo Surabaya.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Munawwarah Ahmad
Laporan Wartawan Tribun Timur Hasan Basri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rapat Koordinasi Nasional Bencana tahun 2019 di Jatim Expo, Surabaya (2/2/2019) Kemarin.
Rakernas dihadiri lebih dari 4.000 peserta dari BPBD seluruh Indonesia dan perwakilan dari kementerian, lembaga, gubernur, bupati/walikota, TNI, Polri, akademisi dan lainnya, termasuk dari Sulawesi Selatan hadir dalam acara itu.
Rakornas dibuka Presiden RI Joko Widodo.
Dalam sambutannya Presiden menyatakan forum ini sangat strategis dalam mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan kekuatan yang kita miliki untuk mengantisipasi bencana.
"Ada enam hal yang disampaikan dalam arahan pak Presiden dalam rapat koordinasi tersebut" kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulsel, Syamsibar kepada Tribun, Minggu (03/02/2019).
Pertama, setiap rancangan pembangunan ke depan harus dilandaskan pada aspek-aspek pengurangan risiko bencana.
Bappeda harus paham hal ini, di mana daerah yang boleh dan tidak boleh diperbolehkan.
Rakyat betul-betul dilarang untuk masuk ke dalam tata ruang yang memang sudah diberi tanda merah.
Mereka harus taat dan patuh kepada tata ruang.
Kedua, pelibatan akademisi, pakar-pakar kebencanaan untuk meneliti, melihat, mengkaji, titik mana yang sangat rawan bencana harus dilakukan secara masif.
Para peneliti dan pakar harus mampu memprediksi ancaman dan mengantisipasi serta mengurangi dampak bencana.
Libatkan akademisi dan pakar, jangan bekerja hanya saat terjadi bencana.
Pakar di Indonesia meskipun tidak banyak tetapi ada, sehingga kita mengetahui adanya megathrust, pergeseran lempeng dan lain-lain.
Setelah pakar berbicara, kemudian sosialisasikan kepada masyarakat.
Ketiga, apabila ada kejadian bencana, maka otomatis Gubernur akan menjadi komandan satgas darurat bersama Pangdam dan Kapolda menjadi wakil komandan satgas.
Keempa, pembangunan sistem peringatan dini yang terpadu berbasiskan rekomendasi dari pakar harus dipakai, termasuk hingga ke level daerah dan dikoordinasikan Kepala BNPB.
Kelima,edukasi kebencanaan harus dimulai tahun ini yang dilakukan di daerah rawan bencana kepada sekolah melalui guru dan para pemuka agama.
Lalu keenam, lakukan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan teratur untuk mengingatkan masyarakat kita secara berkesinambungan sampai ke tingkat RW hingga RT, sehingga masyarakat kita betul-betul siap menghadapi bencana.
Bencana bukan hanya tsunami, banjir, tanah longsor, gempabumi dll. Bencana yang banyak menelan korban adalah gempabumi.
"Arahan pak Presiden bukan hanya untuk Sulsel, tetapi semua daerah di Indonesia hadir.
Dan rapat koordinasi merupakan kegiatan tahunan untuk mengevaluasi untuk menghadapi bencana ketika terjadi," sebutnya.
Sekedar diketahui Sulawesi Selatan beberapa pekan lalu dilanda bencana banjir, longsor dan angin puting beliung.
Ribuan warga sempat mengungsi akibat rumah mereka terendam banjir, puluhan korban meninggal dan ratusan orang luka luka.
Ada sekitar di 9 Kabupaten/Kota dilanda bencana yakni, Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Maros, Pangkep, Barru, Wajo dan Soppeng.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel menilai, banjir dan tanah longsor Kabupaten Kota di Provinsi Sulsel merupakan potret buruk pengelolaan sumber daya alam dan tata ruang.
Ribuan warga menjadi korban didalam bencana ekologis ini, bahkan menjadi bencana ekologi yang terparah di Sulsel. Dimana, bemcana ini menerjang mulai di Makassar, Soppeng, Jeneponto, Barru, Wajo, Maros, Sidrap, dan Pangkep.
Menurut Direktur Walhi Sulsel M. Amin, tentu bencana ini pemicu awalnya pada faktor hidrometereologi.
Dimana terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan juga angin kencang di Sulsel secara beruntun.
"Lihat, jika kondisi lingkungan kita baik-baik saja dan pemanfaatan ruang di atur dengan benar dan ditaati semua pihak, maka tentu tidak akan terjadi bencana separah ini," ujar Amin.
Kata Amin juga banjir melanda beberapa daerah Sulsel karena manajemen dan tata kelola lingkungan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta sistem drainase perkotaan masih sangat buruk .
Daerah dataran tinggi misalnya, banyak alih fungsi hutan sehingga erosi dan sedimentasi meningkat, sehingga, terjadinya penurunan kualitas lingkungan di daerah hulu dan hingga hilir.
Selain itu, di sepanjang DAS Jeneberang juga banyak tambang galian dan batuan yang mengakibatkan sedimentasi meningkat, sehingga terjadi pendangkalan sungai di Bendungan Bili-bili.
"37 persen dari daya tampung Bilibili merupakan sedimentasi dan lumpur.
Makanya kemarin ketika banjir terjadi sebagian rumah warga dipenuhi lumpur. Lumpur itu tidak lain dari Bilibili," kata Amin.
Kata Amin jika ini dibiarkan dan tidak ada perhatian serius dari pemerintah, tidak menutup kemungkinan potensi banjir dan longsor pada tahun 2020 lebih besar lagi.
Apalagi , kata Amin sedimentasi di Bendungan Bilibili hampir setiap tahun mengalami peningkatan yang berakibat volume daya tampung air semakin berkurang.
"Setiap tahun terjadi pendangkalan sedimen dan lumpur di Bendungan Bili bili, kalau tidak segera diatasi 2020 berpotensi terjadi bencana banjir bahkan bisa lebih besar lagi," tegasnya.
Yang harus bertanggungjawab dalam penanganan masalah ini kata Amin adalah BBS Pompengan Jeneberang.
Pompengan dianggap gagal mengendalikan pendangkalan Dam Bilibili.
Lalu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Pemprov dianggap tidak mengimplementasikan perda nomor 10 tahun 2015.
Pemprov juga tidak mampu memelihara daya dukung DAS dan menjaga fungsi DAS sebagai Catcman area serta sumbsr air bersih bagi warga.
Ketiga yang harus bertanggungjawab adalah Pemerintah Kabupaten Gowa.
Pemda setempat dinilai melakukan pembiaran, serta tidak melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap alih fungsi di DAS Jeneberang.
Termasuk juga Forum DAS Jeneberang yang paling bertangungjawab.
Selama ini Forum Das tidak bekerja dan tidak menjalankan tupoksinya sebagaimana diperintahkan oleh Perda nomor 10 tahun2015.
"Jadi dengan pontensi banjir 2020, Pemda serharusnya belajar dari bencana tahun ini yang menimbulkan banyak korban," tuturnya.
Baca: Ada Apa? Presiden Jokowi Tiba-tiba Puji Tersangka Hoax Ratna Sarumpaet, Padahal dibuang Tim Prabowo
Baca: Sadis, Istri Pertama dan 2 Anaknya Tewas Dibantai Setelah Sang Suami Dibunuh Selingkuhan Istri Kedua
Baca: KH Maimoen Zubair Sebut Nama Prabowo saat di Samping Jokowi, Inilah yang Dibisikkan Romahurmuziy
Baca: Reaksi Presiden Jokowi Saat Diteriaki Huuuuuu oleh Ribuan Penyuluh Perhatian Saya Baru Tahu
Subscribe untuk Lebih dekat dengan tribun-timur.com di Youtube:
Jangan lupa follow akun instagram tribun-timur.com