Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Anda Merasa Bulan Januari Berlalu Begitu Lama? Ternyata Begini Penjelasannya

Anda Merasa Bulan Januari Berlalu Begitu Lama? Ternyata Begini Penjelasannya

Editor: Waode Nurmin
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi 

TRIBUN-TIMUR.COM - Kamu merasa gk sih jika Bulan Januari itu berlalu sedikit lama dari bulan-bulan biasanya?

Apalagi jika kamu sudah tidak sabar menunggu datangnya Februari.

Jika membaca artikel ini, kemungkinan Anda adalah salah satu orang yang sudah tidak sabar untuk datangnya Februari.

Baca: Eks Manajer Alm Olga Syahputra Disebut Jatuh Miskin, Ditiggal Artis, Termasuk Billy Syahputra

Baca: KABAR Terbaru Pesawat Lion Air JT 610, 7 Kg Tulang Ditemukan dan 26 Tubuh Korban Teridentifikasi

Baca: Dihukum Penjara Seperti Ahmad Dhani 1,5 Tahun, Buni Yani Resmi Masuk Bui 1 Februari

Baca: Ketahui Waktu Aktivitas Nyamuk Aeges Aegypti, Waspada di Jam 09.00 dan 17.00 WITA

Namun, entah mengapa bulan Januari ini terasa begitu lama.Padahal, tentunya tidak demikian.

Januari terdiri dari 31 hari seperti Maret, Mei, dan bulan-bulan lainnya.

Dalam artikel New Statesman pada tahun lalu, seorang mahasiswa pascasarjana komunikasi sains di Imperial College London, Jason Murugesu, menulis bahwa hal ini terjadi karena persepsi waktu kita yang kurang baik untuk menilai durasi fisik.

Studi telah menunjukkan bahwa sistem jam internal kita bisa dipercepat atau diperlambat.

Stimulan, seperti kopi, ditemukan membuat waktu terasa cepat.

Sementara itu, rasa takut, misalnya, setelah menonton film horor, membuat waktu terasa lebih lambat.

Nah, Januari menjadi terasa lambat karena ia terjadi setelah liburan Desember yang mungkin berisi lebih banyak momen menyenangkan.

Selain itu, kita lebih perhitungan terhadap hari yang berlalu karena kembali bekerja.

Dikutip oleh Murugesu, Zhenguang Cai, seorang mahasiswa PhD di University College London yang meneliti persepsi waktu mengatakan, memulai kerja setelah liburan Natal membuat kita merasa kebosanan sehingga terjadi impresi bahwa waktu melambat pada Januari.

Penjelasan tersebut juga didukung oleh hipotesis jam dopamin yang menyatakan bahwa tingkat dopamin (neurotransmitter otak yang berkaitan dengan motivasi dan sistem reward) yang lebih tinggi mempercepat jam internal kita.

Akan tetapi, semakin lama kita menilai suatu durasi, semakin tidak menyenangkan juga kita merasakannya.

Oleh karena itu, Murugesu menyarankan agar kita tidak mengeluhkan lamanya waktu berlalu.

“Faktanya, pengakuan bersama bahwa Januari sangat lama membuat bulan ini terasa lebih lama karena kita lebih menyadari keberadaannya. Bagaimana persepsi kita akan waktu, setidaknya berapa lamanya, menunjukkan bagaimana perasaan kita,” tulis Murugesu.

Baca: Eks Manajer Alm Olga Syahputra Disebut Jatuh Miskin, Ditiggal Artis, Termasuk Billy Syahputra

Baca: KABAR Terbaru Pesawat Lion Air JT 610, 7 Kg Tulang Ditemukan dan 26 Tubuh Korban Teridentifikasi

Baca: Dihukum Penjara Seperti Ahmad Dhani 1,5 Tahun, Buni Yani Resmi Masuk Bui 1 Februari

Baca: Ketahui Waktu Aktivitas Nyamuk Aeges Aegypti, Waspada di Jam 09.00 dan 17.00 WITA




Beda Waktu Makan dan Tidur Pengaruhi Berat Badan

Anda mungkin sering mendengar larangan tidur seusai makan atau perintah memberi jeda antara waktu makan dan tidur.

Biasanya, memberi jeda antara makan dan tidur dihubungkan dengan pencegahan kenaikan berat badan dan risiko kesehatan lainnya.

Namun, apakah larangan tersebut sudah tepat? Para peneliti dari Sekolah Pascasarjana Ilmu Kesehatan di Universitas Okayama, Jepang, menolak larangan tersebut.

Baca: Eks Manajer Alm Olga Syahputra Disebut Jatuh Miskin, Ditiggal Artis, Termasuk Billy Syahputra

Baca: KABAR Terbaru Pesawat Lion Air JT 610, 7 Kg Tulang Ditemukan dan 26 Tubuh Korban Teridentifikasi

Baca: Dihukum Penjara Seperti Ahmad Dhani 1,5 Tahun, Buni Yani Resmi Masuk Bui 1 Februari

Baca: Ketahui Waktu Aktivitas Nyamuk Aeges Aegypti, Waspada di Jam 09.00 dan 17.00 WITA

Mereka mengatakan, memberi jeda 2 jam antara makan dengan waktu tidur mungkin tidak memengaruhi kadar glukosa dalam darah.

Dalam laporan di jurnal BMJ Nutrition, Prevention and Health itu menganalisis data yang dikumpulkan dari tahun 2012 hinga 2014.

Pesertanya adalah 1.573 orang berusia 65 tahun atau lebih yang sehat dari Okayama di Jepang bagian barat.

Semua peserta tercatat tidak memiliki kondisi kesehatan yang terkait dengan diabetes.

Para peneliti mengamati pola makan, kecepatan makan, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok para peserta.

Selama penelitian, tim juga memantau kadar gula darah (HbA1c).

Sebagai informasi, sebagian kecil peserta secara teratur pergi tidur dalam waktu 2 jam setelah makan.

Dari pengamatan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa meninggalkan setidaknya 2 jam antara makan dan tidur memiliki pengaruh sangat kecil pada kenaikan gula darah.

Mereka juga menegaskan bahwa faktor gaya hidup, seperti tekanan darah, aktivitas fisik, dan minum berlebihan, mempunyai dampak lebih signifikan pada kadar glukosa darah.

"Bertentangan dengan kepercayaan umum, memastikan ada jeda antara makan terakhir dengan waktu tidur tidak secara signifikan memengaruhi level HbA1c," ungkap para peneliti dikutip dari The Independent, Selasa (22/01/2019).

"Lebih banyak perhatian harus diberikan pada porsi makan sehat, komponen makanan, waktu tidur cukup, dan menghindari rokok, alkohol, serta kelebihan berat badan, karena variabel-variabel ini memiliki pengaruh lebih mendalam pada proses metabolisme," imbuhnya.

Meski demikian, beberapa peneliti lain tidak begitu saja menerima simpulan dari penelitian ini.

Apalagi, makanan khas Jepang kaya akan sayuran serta ukuran porsinya kecil.

Di sisi lain, pola makan negara lain banyak mengandung gula tambahan yang berkontribusi pada kenaikan berat badan.

Ini menjelaskan mungkin ada perbedaan mendasar dari temuan para peneliti Jepang itu.

Baca: Eks Manajer Alm Olga Syahputra Disebut Jatuh Miskin, Ditiggal Artis, Termasuk Billy Syahputra

Baca: KABAR Terbaru Pesawat Lion Air JT 610, 7 Kg Tulang Ditemukan dan 26 Tubuh Korban Teridentifikasi

Baca: Dihukum Penjara Seperti Ahmad Dhani 1,5 Tahun, Buni Yani Resmi Masuk Bui 1 Februari

Baca: Ketahui Waktu Aktivitas Nyamuk Aeges Aegypti, Waspada di Jam 09.00 dan 17.00 WITA

Mengenai faktor ukuran porsi, Anda harus memastikan bahwa makan dengan benar setiap waktu makan.

Jika Anda cenderung melewatkan atau tidak makan cukup di siang hari, kemungkinan Anda akan makan berlebihan saat makan terakhir atau mengemil.

Dengan kata lain, asupan kalori tambahanlah yang menyebabkan kenaikan berat badan.

"Jadi bagaimana kita bisa menilai klaim tentang kapan harus makan? Sebenarnya, yang paling tepat adalah tidak semua jenis diet cocok untuk semua orang," kata Alex Johnstone dan Peter Morgan, pakar nutrisi dari University of Aberdeen dikutip dari The Conversation melalui Medical Daily, Selasa (22/01/2019).

Jadi, meski banyak orang merekomendasikan jeda 2 jam antara makan malam dan tidur, yang terbaik adalah berkonsultasi dengan ahli gizi.

"Beberapa orang akan dapat mengontrol berat badan lebih baik dengan sarapan berat sedang yang lain dengan makan malam besar. Anda dapat menilai bias biologis Anda sendiri," tambah keduanya.

Baca: Eks Manajer Alm Olga Syahputra Disebut Jatuh Miskin, Ditiggal Artis, Termasuk Billy Syahputra

Baca: KABAR Terbaru Pesawat Lion Air JT 610, 7 Kg Tulang Ditemukan dan 26 Tubuh Korban Teridentifikasi

Baca: Dihukum Penjara Seperti Ahmad Dhani 1,5 Tahun, Buni Yani Resmi Masuk Bui 1 Februari

Baca: Ketahui Waktu Aktivitas Nyamuk Aeges Aegypti, Waspada di Jam 09.00 dan 17.00 WITA

(Kompas.com)

Subscribe untuk Lebih dekat dengan tribun-timur.com di Youtube:

Jangan lupa follow akun instagram tribun-timur.com

A

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved