Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

5 Fakta Awan Tsunami di Langit Makassar, Bahaya untuk Pesawat Hingga Lama Efeknya, Pertanda Apa?

Belakangan diketahui, awan yang terlihat seperti badai tersebut merupakan fenomena langka awan Kumulonimbus.

Editor: Rasni
Dokumentasi istimewa
5 Fakta Awan Tsunami di Langit Makassar, Bahaya untuk Pesawat Hingga Lama Efeknya, Pertanda Apa 

5 Fakta awan tsunami di Langit Makassar, Bahaya untuk pesawat Hingga Lama Efeknya, Pertanda Apa?

TRIBUN-TIMUR.COM -  Beberapa hari terakhir viral di media sosial fenomena awan tsunami di langit Makassar.

Belakangan diketahui, awan yang terlihat seperti badai tersebut merupakan fenomena langka Awan Kumulonimbus

Masyarakat pun heboh membicarakannya karena takut awan tersebut merupakan pertanda buruk dan akan terjadi musibah lainnya.

Baca: Tim Passaka Polres Majene dan Resmob Polda Sulbar Tangkap DPO Curanmor

Menurut penjelasan ahli di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG), awan kumulonimbus tersebut biasanya muncul disertai petir dan hujan deras.

Akibatnya, pendaratan sejumlah pesawat di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar terpaksa tertunda hingga menunggu "awan tsunami" tersebut hilang. Berikut ini fakta di balik fenomena awan kumulonimbus di Makassar:

1. "Awan tsunami" menjadi viral di media sosial

Saat melihat fenomena awan kumulonimbus di sekitar Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, sejumlah warga Kota Makassar segera merekam dan mengunggahnya di media sosial, Selasa (1/1/2019).

Tak berselang lama, rekaman awan hitam yang bergelombang mirip seperti gelombang tsunami tersebut segera menjadi viral di media sosial.

Menyaksikan fenomena awan tersebut, masyarakat seakan teringat dengan kedahsyatan gelombang tsunami yang baru saja meluluhlantahkan sebagian wilayah Lampung Selatan dan Banten.

Nur Asia Utami, prakirawan BMKG Wilayah IV Makassar, menuturkan, awan kumulonimbus ini berpotensi terjadi di beberapa wilayah di Sulawesi Selatan, khususnya pesisir barat dan selatan. “ Awan kumulonimbus bisa terjadi di beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Bahkan, di Kota Makassar awan ini bisa tumbuh kembali,” katanya.

Baca: Hujan Intensitas Sedang Bakal Guyur Bulukumba Siang Ini

Baca: Selayar Hujan Ringan, Masyarakat Diimbau Waspadai Tingginya Gelombang Laut

Baca: Selama 2018, Kasus Lakalantas di Luwu Utara Menurun

2. Penjelasan BMKG terkait "awan tsunami" di Makassar

Menurut Nur Asia Utami, yang dikonfirmasi pada Rabu (2/1/2019) pagi, peristiwa munculnya awan gelombang tsunami itu dikenal sebagal cell awan kumulonimbus yang cukup besar.

Biasanya, awan kumulonimbus tersebut disertai hujan deras, petir, dan angin kencang.

“Peristiwa tersebut dikenal sebagai cell awan kumulonimbus yang cukup besar, biasanya menimbulkan hujan deras disertai kilat atau petir dan angin kencang. Periode luruhnya awan tersebut tergantung besarnya, bisa 1-2 jam,” katanya.

3. Jenis awan yang berbahaya bagi penerbangan

General Manager AirNav Indonesia cabang Makassar Air Traffic Service Centre (MATSC) Novy Pantaryanto mengatakan, awan berbentuk gelombang tsunami tersebut merupakan awan yang sangat berbahaya.

Di dalam gumpalan awan kumulonimbus itu terdapat partikel-partikel petir, es, dan lain-lainnya yang sangat membahayakan bagi penerbangan.

Awan kumulonimbus inilah yang paling dihindari pilot karena di dalam awan itu juga terdapat pusaran angin.

“Sangat mengerikan itu awan kumulonimbus. Kalau kita liat angin puting beliung, ekor angin itu ada di dalam awan kumulonimbus. Awan ini juga dapat membekukan mesin pesawat, karena di dalamnya terdapat banyak partikel-partikel es. Terdapat partikel petir dan sebagainya di dalam awan itu,” terangnya.

Baca: Anak Presiden Jokowi Kaesang Pangarep Diledek Tertangkap Kamera di Belakang Bapaknya, Ada Maksudnya

Baca: Hari Ini Wilayah Sulsel Masih Diguyur Hujan Deras, Gelomban Laut Setinggi 4 Meter

Baca: Video Gol Newcastle vs Manchester United, Hasil & Klasemen Liga Inggris Setan Merah Menang Lagi

4. Sebanyak lima pesawat tunda pendaratan

Saat awan berbentuk gelombang tsunami atau awan kumulonimbus menggulung di langit Kota Makassar, ada lima pesawat harus menunggu cuaca membaik untuk mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.

Kelima pesawat tersebut terpaksa berputar-putar di ruang udara Makassar hingga 20 menit, dan baru bisa mendarat saat cuaca mulai membaik.

“Saat awan kumulonimbus menggulung di langit Kota Makassar, Selasa (1/1/2019) sore, ada lima pesawat yang mengalami penundaan mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar. Pesawat itu berputar-putar terlebih dahulu di atas sekitar 15 hingga 20 menit, lalu mendarat setelah cuaca mulai membaik,” kata Novy, Rabu (2/1/2019).

Radar untuk hadapi awan kumulonimbus Ilustrasi pilot(dok Garuda Indonesia) Meski awan kumulonimbus dianggap membahayakan bagi penerbangan, Air Traffic Service Centre memiliki alat radar cuaca pada rute penerbangan yang bisa melacak cuaca hingga radius 100 km.

Jika terlihat awan kumulonimbus pada radar, pihaknya langsung menyampaikan hal itu dan pilot akan membelokkan pesawat hingga 15 derajat.

“Tidak ada pilot yang berani menembus awan kumulonimbus. Jadi kita mempunyai radar cuaca dan berkoordinasi dengan BMKG sehingga data dari BMKG yang diperoleh terkait cuaca buruk akan disampaikan kepada pilot. Jadi cuaca buruk yang terjadi, aman bagi lalu lintas penerbangan,” kata Novy.

Novy menambahkan, awan kumulonimbus berada diketinggian 1.000 hingga 15.000 kaki sehingga penerbangan dengan ketinggian 30.000 hingga 40.000 kaki aman bagi pesawat. “Jadi, lalu lintas penerbangan aman jika ada cuaca buruk yang mengancam,” tambahnya. 

Subscribe untuk Lebih dekat dengan tribun-timur.com di Youtube:

Jangan lupa follow akun instagram tribun-timur.com

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Fakta di Balik "Awan Tsunami" di Makassar, Tunda Pendaratan 5 Pesawat hingga Radar Hadapi Kumulonimbus ", https://regional.kompas.com/read/2019/01/03/07000041/5-fakta-di-balik-awan-tsunami-di-makassar-tunda-pendaratan-5-pesawat-hingga.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved