Menyambung Hidup dari Usaha Kerajinan Rotan
Selain terbantu dengan adanya modal dari Astra, pendampingan usaha dari Astra tetap berlanjut.
Penulis: Hasriyani Latif | Editor: Hasriyani Latif

Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tak seperti beberapa hari sebelumnya, siang ini langit begitu cerah. Di teras rumah yang tak begitu luas, seorang pria paruh baya nampak asyik menganyam kursi rotan.
Sesekali ia menghisap rokok di tangan kirinya. Di kiri kanannya, terlihat sejumlah kerangka kursi yang menunggu dianyam. Ada juga beberapa unit yang sudah dalam tahap penyelesaian.
"Ini pesanan kafe," ujar Alex Lapasila (53), pria paruh baya itu dengan ramah saat tribun-timur.com menyambangi kediaman yang juga dijadikan lokasi usaha kerajinan rotan di Lorong 5, RT 002, RW 004, Rappocini Raya, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (31/12/2018).
Alex, begitu ia disapa, mengaku mendapat pesanan 250 unit kursi rotan dari salah satu kafe di Makassar. Namun untuk tahap pertama, ia mesti menyelesaikan 100 unit kursi.

"Tinggal beberapa unit lagi (anyam), lainnya sudah dalam tahap finishing," katanya sembari menunjuk lokasi finishing kursi yang dibuat khusus di lantai 2 rumah.
"Cuaca kalau bagus begini (terik) proses pengeringan usai dicat jadi cepat," lanjutnya. Saat ini Alex mempekerjakan dua karyawan spesialis membuat kerangka kursi, meja, ayunan bayi, lemari dan lainnya. Untuk urusan anyaman, ia dibantu anak-anaknya.
"Kalau anyaman, tidak boleh sembarangan. Ini saya jadikan hobi jadi kerjanya enak bisa sampai tengah malam. Yang bantu anak-anak," kata ayah empat anak ini.
Untuk satu kursi rotan diganjar Rp 250 ribu. "Paling banyak pesanan kalau bulan puasa itu tempat parcel dan kursi. Lumayan tiap minggu ada-ada saja pesanan apalagi yang bergerak di bidang kerajinan rotan di Makassar cuma dua, saya salah satunya," tuturnya.
Bantuan Program KBA Astra
Sebelum menggeluti usaha kerajinan rotan secara mandiri, Alex pernah bekerja di Badan Pengembangan Industri Kecil sekitar tahun 1983.
Ia bercerita pada saat kerja ditempat tersebut, ia bersama tujuh rekannya pernah menyelesaikan pesanan keranjang sayur kol sebanyak 6.000 buah dalam kurun waktu kurang dari empat bulan.

"Waktu itu ada pesanan dari Belanda melalui eksportir sekitar tahun 1987. Pesanan terbanyak selama saya bekerja di sana. Jangka waktu yang diberikan empat bulan tapi kami mampu selesaikan sebelum jatuh tempo," ceritanya.
Ia merinci, pesanan dibagi dalam dua varian. 1.000 keranjang seharga Rp 6.000 dan 5.000 keranjang dengan banderol Rp 5.000 per buah.
"Awalnya ada delapan keranjang yang kembali karena ukuran kurang pas jadi diganti lagi yang baru karena kalau anyaman sudah tidak bisa dibongkar dan dipasang lagi. Jadi harus pas," jelasnya.
Karena gaji dirasa kurang mampu mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari, ia pun memutuskan untuk berhenti bekerja. Ia lantas membuka usaha kerajinan rotan di Jl Anuang, kediaman orangtuanya.
Usaha itupun juga tak berlangsung lama. Pria asal Morowali, Sulawesi Tengah ini memilih mengadu nasib di Sorowako sebagai tenaga kontrak di PT Vale Indonesia Tbk (dulu bernama PT Inco).
Lagi-lagi persoalan gaji rendah, ia lantas memutuskan hijrah ke salah satu perusahaan ternama di Tembagapura dengan status yang sama, tenaga kontrak. "Itu tahun 1994, lalu pindah lagi ke Sumbawa," ujarnya.
'Bosan' bekerja sebagai tenaga kontrak diberbagai daerah, pada tahun 2000 ia memilih pulang kampung ke Makassar dan kembali mengembangkan usaha kerajinan rotan yang sempat ia tinggalkan dulu.
Kali ini ia serius dan tak pernah lagi terlintas dipikirannya untuk mencari sesuap nasi di kampung orang. Apalagi ada istri dan empat orang anak yang mesti ia hidupi.
Baca: Ada Kampung Berseri Astra di Kelurahan Rappocini
Baca: Asuransi Astra Makassar Bukukan Rp 24 M Premi Khusus Otomotif
Perjuangannya kali ini terbayar sedikit demi sedikit. Dalam sebulan, ada-ada saja yang memesan kerajinannya meskipun dalam partai kecil. Entah itu kursi, meja, tempat parcel, keranjang, ataupun ayunan bayi.
Hingga akhirnya di 2016, ia mendapatkan bantuan modal dari Astra Group Makassar, kumpulan anak perusahaan PT Astra International Tbk yang berafiliasi (affiliated company atau Affco) lewat program Corporate Social Responsibility (CSR) Astra yang diberi nama Kampung Berseri Astra (KBA).
Bantuan ini sangat ia syukuri mengingat keterbatasan dana untuk memesan bahan baku. Terlebih jika ada pesanan dalam partai besar.
"Dapat bantuan modal cuma-cuma waktu itu. Nilainya Rp 5 juta. Dipakai buat bikin pagar dan juga beli bahan (rotan) di Patte'ne. Kita sangat bersyukur dengan adanya bantuan itu," katanya.
Baca: Koordinator Astra Group Makassar Ngopi Bareng Regional Corcom Gojek, Bahas Masa Lalu
Selain terbantu dengan adanya modal dari Astra, pendampingan usaha dari Astra tetap berlanjut hingga saat ini dan usahanya makin berkembang.
Ia juga mampu membuka lapangan kerja bagi orang lain. Demikian halnya dengan keempat anaknya yang hanya bisa menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Usaha kerajinan rotan milik Alex kini mulai dilirik sejumlah kafe kekinian bahkan hotel. Terbaru, ia harus menyelesaikan pesanan 250 unit kursi rotan dari salah satu kafe di Makassar.(*)