Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Fahri, Korban Patah Kaki Akibat Likuifaksi di Palu Butuh Konseling Traumatik

Bencana di Kota Palu, Sulawesi Tengah, masih menyisakan luka mendalam. Gempa bermagnitudo 7,4 SR yang memicu tsunami dan likuifaksi itu, masih terus t

Penulis: abdul humul faaiz | Editor: Anita Kusuma Wardana
Dok. Keluarga Fahri
Fahri (11) bocah yang menjadi korban likuifaksi di Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Palu, Sulawesi Tengah. 

Laporan Wartawan Tribunpalu.com, Abdul Humul Faaiz

TRIBUN-TIMUR.COM, PALU- Bencana di Kota Palu, Sulawesi Tengah, masih menyisakan luka mendalam. Gempa bermagnitudo 7,4 SR yang memicu tsunami dan likuifaksi itu, masih terus terbayang.

Banyak warga yang berduka. Begitu pula yang kehilangan sanak saudara akibat keganasan alam pada Jumat, 28 Semptember 2018 silam itu.

Tak terkeculi Fahri Fajar (11), warga Jl Kanna, Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Palu, Sulawesi Tengah.

Ibu, nenek, dan adik perempuannya menjadi korban dan meniggal seketika ketika likuifaksi terjadi di kelurahan Balaroa, Palu Barat.

Ibu, adik serta neneknya tertimpa reruntuhan bangunan yang ambles bersama bangunan di sekitar rumahnya.

"Ibu Fahri meninggal ketika melindungi adiknya dari reruntuhan bangunan, neneknya meninggal di tempat itu, neneknya pendarahan karena terimpa bangunan, kemudian hanya Fahri yang bisa selamat, namun kaki kananya patah," kata Kepala SD Inpres Perumnas Balaroa, Siti Utari Muhammad Tahir, Sabtu (1/12/2018) pagi.

Selaku Kepala Sekolah, Siti Utari mengaku selalu mengontrol kondisi Fahri. Menurutnya, hingga saat ini kondisi fahri belum stabil. Meskipun ia sudah mulai ikut belajar bersama teman di sekolah, namun ada waktu dimana air mata Fahri meluap. Ia tampak sedih ketika melihat teman sebayanya tengah asik bermain sambil kejar-kejaran.

"Karena kalau dia liat teman-temannya bermain menangis lagi kasian, kami guru kadang ikut menangis juga," katanya sedih.

"Makanya Fahri saat ini butuh yang namanya traumah hiling secara berkesinambungan sampai traumahnya itu hilang," tambahnya.

Fahri saat ini tinggal bersama pamannya di Jl Lekatu, Kelurahan Bayoge, Kecamatan Tatanga Kota Palu.

Siti Utari menceritakan, pada saat bencana likuifaksi berhenti memporak-porandakan Balaroa, Fahri sempat dibawa ke kamp pemngungsian untuk menjalani perawatan. Ia (Fahri red) baru bisa dibawa ke Rumah Sakit keesokan harinya.

Akhirnya ia dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Anutapura Palu Barat. Namun, perlengkapan serta tenaga medis pun tidak memadai. Hari ketiga, Fahri dijemput oleh Tim Medis dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan membawanya ke RS Al-Khairat Palu untuk diamputasi.

"Karena memang kondisi kaki Fahri saat itu tidak mungkin dipertahankan," kata Siti Utari.

Untuk saat ini Fahri lebih banyak beraktivitas di rumah. Untuk sekolah pun Fahri masih diberi kebebasan oleh pihak sekolah mengingat kondisi kesehatan yang belum stabil.

"Dia (Fahri red) butuh pendampinagn atau traumah hiling untuk membantu dia agar lebih semagat menatap kedeopan," kata Siti Utari. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved