Keuntungan Usaha Pembuatan Ikan Asin di Pulau Podangpodang Tak Menentu, Zaenal Sebut Ibarat Berjudi
Pulau Podangpodang adalah daerah yang masuk dalam wilayah Kepulauan Pangkajene, Sulawesi Selatan.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan Wartawan Tribun Timur, Desi Triana Aswan
TRIBUNTIMUR.COM, MAKASSAR- Pulau Podangpodang adalah daerah yang masuk dalam wilayah Kepulauan Pangkajene, Sulawesi Selatan.
Butuh waktu dua jam dari kota Makassar untuk menuju pulau tersebut, dengan menggunakan kapal laut milik para nelayan yang disewa.
Sama seperti daerah pesisir lain, mayoritas masyarakat Podangpodang bergantung hidup dengan melaut dan menangkap ikan.
Setiap harinya para ibu rumah tangga bersama anak-anaknya membersihkan ikan laut yang telah dibeli dari nelayan cantrang.
Ikan-ikan tersebut kemudian dikeringkan dan akan dijual kepada pengepul yang ada di Pangkep. Setelah itu akan didistribusikan ke pasar-pasar lokal hingga kota Makassar.
Salah satu warga yang memproduksi ikan asin di pulau tersebut adalah Zaenal (48).
Kepada Tribun Timur, dia menceritakan proses membuat ikan asin hingga mendistribusikan.
Bersama istrinya Dg Kanang (43) yang setiap hari membantunya untuk memproduksi ikan asin.
Sebelum menjemur ikan tersebut, terlebih dahulu mereka bersihkan di belakang rumahnya.
Dalam sehari Zaenal dan istri bisa mengerjakan ikan hingga dua boks. Kemudian dikeringkan di lapangan bola bersama ikan asin milik warga lainnya, yang terletak tidak jauh dari rumahnya.
Jenis-jenis ikan yang diproduksi untuk dikeringkan seperti, ikan katamba. Keterbatasan penerangan biasanya menjadi kendala untuk pengerjaan ikan.
"Disini lampu menyala hanya pukul 06.00 sore sampai 12.00 malam, setelah itu mati. Jadi, kami kerja ikan mulai dari pagi sampai sore. Karena, susah juga melihat nanti sisiknya masuk ke mata," katanya.
Aktivitas yang dilakukan oleh Pria asal Maros ini bergantung kepada para nelayan cantrang.
"Tergantung nelayan bawanya berapa boks, kalau sedikit yah itu saja yang dihasilkan," ujarnya.
Tapi, lanjut Zaenal, terkadang memperhitungkan dari jumlah kilogram ikan dalam box yang dibeli. Dengan modal per boksnya berkisar Rp 375 ribu hingga Rp 400 ribu.
Menurutnya, jika dalam box tersebut bisa mencapai hingga 20 kilogram maka dia akan mendapatkan keuntungan yang lebih.
Namun jika di bawah 20 kilogram terkadang keuntungan yang diraupnya tidak seberapa bahkan tidak ada sama sekali.
"Kalau cukup 20 kilogram bisalah dapat untung lumayan, tapi kalau sampai 17 kilogram paling hanya modal kembali," ujarnya.
Bagi ayah dari lima anak ini, usaha yang dikerjakan sama seperti judi.
"Yang dihitung beratnya itu adalah pas dikeringkan, nah baru kita tau berapa keuntungan, kurang lebih seperti judilah ini untung-untungan,jadi kalau per box bisa dapat 20 kilogram, saya bisa untung Rp 70 ribu perbox" ujarnya.
Dia juga mengatakan kondisi cuaca saat ini yang tidak menentu terkadang menghambat proses pengeringan ikan.
"Kalau cuaca seperti ini, bisa sampai seminggu keringnya. Giliran hujan langsung kita angkat, takutnya lembab," ujarnya.
Pada umumnya, Zaenal mengatakan proses pengeringan ikan bisa mencapai hingga enam jam.
Dia juga mengungkapkan terlalu lama dalam proses pengeringan karena cuaca, bisa membuat ikan tersebut membusuk dan tidak dapat dipasarkan lagi.
"Lewat dari enam hari biasanya sudah busuk itu langsung dibuang, karena kami tidak pakai bahan pengawet. Kita takut-takut juga. Jadi modal garam yang banyak saja sama matahari" katanya.
Hasil ikan yang telah dikeringkan, Zaenal akan menjualnya Rp 15 ribu hingga Rp 35 ribu perkilo. Dia juga telah memilah-milah untuk setiap ukuran ikan kering lalu dimasukkan ke dalam karung untuk didistribusikan ke Pangkep.
"Jadi perkarung diisi 20 kg, 8 kg, saya beri kode ini ukuran besar, ini ukuran tengah," jelasnya.
Meski mendapat keuntungan yang tipis, usaha Zaenal dan istri telah berhasil menyekolahkan anak pertamanya hingga menjadi sarjana perikanan di Unhas