Soal Imran yang Perawatannya Tidak Dijamin Asuransi, Ini Kata BPJSKes Cabang Makassar
Imran seorang mahasiswa asal Enrekang bernasib naas. Dia menjadi korban begal sadis di Jl Dato Ribandang, Kecamatan Tallo Makassar
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Waode Nurmin
Laporan Wartawan Tribun Timur, Muhammad Fadhly Ali
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Imran seorang mahasiswa asal Enrekang bernasib naas. Dia menjadi korban begal sadis di Jl Dato Ribandang, Kecamatan Tallo Makassar Minggu (25/11/2018) malam.
Tangan kirinya putus. Imran saat ini menjalani perawatan di ruang ICU kamar 9, RS Awal Bross Jl Urip Sumoharjo Makassar sejak Senin (26/11/2018).
Baca: Besok, Sidang Bos Abu Tour Digelar Lagi
Baca: Imbauan Lengkap Habib Rizieq Shihab Jelang Reuni Akbar Alumni 212, ini Kriteria yang Berhak Hadiri
Beredar kabar, perawatan Imran selama di RS dan obat yang dikonsumsinya tidak ditanggung Badan Penyelanggara Jasa Sosial (BPJS) Kesehatan.
Dikonfirmasi hal tersebut, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Makassar, M Ichwansyah Gani yang dihubungi, Selasa malam (27/11/2018) mengaku belum mendengar kabar tersebut. Bahkan berita terkait begal sadis yang membuat tangan Imran terpotong pun tidak diketahuinya.
"Saya baru tahu dari media ini," kata Iwan sapaannya.
Menurutnya, apakah Imran sudah jadi peserta BPJS Kesehatan atau belum, ia harus mengeceknya.
"Terlepas dari itu, korban tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, terorisme, dan perdagangan orang tidak mendapat jaminan layanan kesehatan. Ketentuan itu tertuang dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan," katanya.
Ini dikarena sudah dianggarkan di institusi terkait. Institusi terkait yang dimaksud adalah Kepolisian Republik Indonesia dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT.
Baca: TRIBUNWIKI: Profil Kiki Suprihardini, Guru SMAN 11 Makassar
Baca: Sudah 2 Bulan Terakhir Jembatan Watu Rusak, Warga Ramai-ramai Curhat di Medsos
Untuk itu, ketentuan mengenai keempat kriteria sesuai Pasal 52 ayat 1 huruf r, sengaja dicantumkan dalam revisi perpres. Agar tidak menimbulkan mispersepsi di lapangan.
"Ini dilakukan agar pembiayaan yang diterima korban tidak tumpang tindih. Sehingga, tergantung laporan polisi seperti apa," katanya. (*)