Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hukum Maulid Nabi Muhammad SAW 20 November 2018 Menurut Ustadz Abdul Somad, Bid'ah?

Apa hukum memperingati atau merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, 20 November 2018?

Editor: Edi Sumardi
ILUSTRASIGAMBAR.SITE
Ilustrasi maulid Nabi Muhammad SAW, 20 November 2018. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Apa hukum memperingati atau merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, 20 November 2018?

Terdapat 2 pendapat mengenai hukum merayakan maulid Nabi Muhammad SAW.

Hukum merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, pertama menyebut peringatan ini adalah bid'ah.

Hukum merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, kedua sebaliknya, yaitu memperbolehkan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW.

Lantas, harus pilih yang mana terkait hukum merayakan maulid Nabi Muhammad SAW?

Ustadz Abdul Somad dalam ceramahnya menjelaskan terkait hukum memperingati maulid Nabi Muhammad SAW.

Menurutnya, ada sekitar 300 ribu hadist yang menerangkan bahwa peringatan maulid Nabi Muhammad SAW boleh dilakukan.

Adapun yang menganggap peringatan ini bid'ah, kata Abdul Somad, hanya sebagian kecil ulama Arab Saudi.

Dalam ceramahnya, Ustadz Abdul Somad memaparkan beberapa hadist serta pendapat ulama besar mengenai dasar diperbolehkannya maulid Nabi Muhammad SAW.

Ustadz Abdul Somad menambahkan, manfaat positif peringatan maulid Nabi Muhammad salah satunya adalah orang-orang akan bersilaturahmi satu sama lain.

Bukan setahun sekali, melainkan setiap pekan pada hari Senin.

Rasulullah SAW pernah ditanya mengapa melaksanakan puasa hari Senin.

Salah satunya adalah Rasulullah SAW ternyata mengenang hari lahirnya sendiri.

Rasulullah SAW menjawab, "Pada hari itu aku dilahirkan dan hari aku dibangkitkan (atau hari itu diturunkan [Alquran] kepadaku). (HR Muslim)

Adapun alasan lainnya merujuk pada penafsiran Rasulullah terhadap kalimat Ayyamillah dalam Qs Ibrahim [14]: 5 yang berbunyi, "Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah."

"Imam an-Nisa'i Abdullah bin Ahmad dalam Zawa'id al-Musnad, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman dari Ubai bin Ka'ab meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa Rasulullah SAW menafsirkan kalimat Ayyamillah sebagai nikmat-nikmat dan karunia Allah SWT."

Dengan demikian maka makna ayatnya adalah "Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah". Dan kelahiran Muhammad SAW adalah nikmat dan karunia terbesar yang harus diingat dan disyukuri."

Selain pendapat di atas, Ustaz Abdul Somad juga memaparkan pendapat dari Ibu Taumiah.

Ibnu Taimiah yang menjelaskan bahwa mengagungkan hari lahir Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya sebagai perayaan, maka ia mendapat balasan pahala besar karena kebaikan niatnya dan pengagungannya kepada Rasulullah SAW.

Pendapat lain yang juga dijelaskan Ustaz Abdul Somad berasal dari Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-'Asqalani.

"Hukum asal melaksanakan maulid adalah bid'ah, tidak terdapat dari seorangpun dari kalangan Salafushshalih dari tiga abad (pertama). Akan tetapi maulid itu juga mengandung banyak kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dalam melaksanakannya mencari kebaikan-kebaikan dan menghindari yang tidak baik, maka maulid itu adalah bid'ah hasanah," begitulah pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-'Asqalani.

Bolehkah Puasa?

Lalu bolehkah seorang muslim berpuasa di hari Maulid Nabi?

KonsultasiSyariah.com, tidak ada riwayat yang menganjurkan puasa di saat Maulid Nabi.

Puasa sunah ada dua, yakni puasa sunah mutlak dan puasa sunah muqayad.

Puasa sunah mutlak dikerjakan tanpa dibatasi waktu maupun tempat tertentu.

Puasa ini bisa dikerjakan kapanpun selama tidak bertepatan dengan hari terlarang puasa, seperti hari raya, hari tasyrik, hari Jumat saja, atau hari Sabtu saja.

Sedangkan puasa sunah muqayad adalah puasa sunah yang dikerjakan pada hari tertentu, berdasarkan anjuran Islam.

Misalnya puasa Asyura di tanggal 10 Muharam, puasa Arafah di tanggal 9 Dzulhijjah, puasa Senin-Kamis setiap pekan, puasa hari putih (tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan), puasa enam hari di bulan Syawal, puasa Sya’ban, serta masih ada beberapa puasa yang lain.

Dari sekian banyak puasa sunah muqayad, tidak ada anjuran untuk melaksanakan puasa Maulid Nabi.

Terkecuali jika Maulid Nabi jatuh pada hari Senin atau Kamis.

Itu pun niat puasa yang dilakukan adalah puasa sunah Senin atau Kamis.

Sedangkan Nabi Muhammad melaksanakan puasa hari Senin karena ada dua hal.

Berikut riwayatnya.

Dari Abu Qatadah al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang kebiasaan beliau berpuasa hari senin. Beliau menjawab,

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَيَوْمٌ بُعِثْتُ

“Itu adalah hari dimana  aku dilahirkan dan hari aku diutus.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain, dalam sebuah hadis dari Usamah bin Zaid, beliau ditanya tentang alasan sering melaksanakan puasa senin dan kamis. Jawab beliau,

ذَانِكَ يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا الْأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Dua hari ini dilaporkan amal kepada Rabbul alamin, dan aku ingin, ketika amalku dilaporkan, aku dalam kondisi puasa.” (HR. An-Nasa’i, dan dinilai hasan shahih oleh al-Albani).(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved