Menkes Nila F Moeloek Hadiri Konferensi Internasional Tuberkulosis di Unhas
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar menggelar konferensi internasional penyakit Tuberculosis (TB)
Penulis: Munawwarah Ahmad | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur Munawwarah Ahmad
TRIBUN-TIMUR.COM,MAKASSAR -Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar menggelar konferensi internasional penyakit Tuberculosis (TB) di Four Points by Sheraton, Kamis-Jumat (15-16/11/2018).
Bertajuk Toward TB Elimination by Research and Innovation, FK Unhas menggandeng Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia.
Konferensi dihadiri Menteri Kesehatan Prof Dr dr Nila Djuwita F Moeloek, SpM (K), Rektor Unhas Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu, pejabat Sulawesi Selatan terkait, para pakar, peneliti, dokter ahli, serta mahasiswa kedokteran se-Indonesia.
Selain mereka, hadir juga sejumlah pembicara ahli tingkat nasional dan internasional. Diantaranya Anung Sugihantono (Dirjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Kemenkes RI) Anna Ralph (Menzies School of Health Research, Australia), Rob Aanoutse (Radboud University Medical Center, Netherlands), Irawan Yusuf (Unhas, Makassar), Sandeep Meharwal (USAID), dan Philip du Cros ( Burnet Institute, Australia).
Juga hadir Bachti Alisjachbana (Unpad, Bandung), Christopher Cousins (Yang Loolin School of Medicine, National University of Singapore), Tri Wibawa (UGM), Setiawan Jati Laksono (Indonesia WHO Representative), Nastiti Kaswandani (UI, Depok).
Ketua Panitia Prof dr M Nasrum Massi, Ph D (yang juga merupakan Wakil Rektor IV Unhas), mengatakan konferensi internasional merupakan bagian dari kegiatan Komite Ahli Jejaring Riset TB Indonesia (Jetset TB).
"Kegiatan ini diadakan untuk mengintensifkan jaringan penelitian, mempromosikan penelitian TB di antara lembaga penelitian atau universitas untuk berkontribusi dan mengidentifikasi prioritas dalam program nasional pengendalian TB," kata Prof Nasrum dalam siaran persnya, Kamis malam.
Konferensi untuk mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan hasil riset dan informasi strategis dalam mendukung pelaksanaan program TB di Indonesia.
Kehadiran Jetset TB Indonesia yang telah dibentuk oleh kalangan akademisi dan ahli untuk membantu menyukseskan pelaksanaan program nasional TB serta mengkoordinasikan kegiatan penelitian TB dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu mengatakan, untuk mengatasi persoalan TB di Indonesia dan demi mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di bidang kesehatan, memerlukan kerja sama dan koordinasi yang baik antara para dokter, peneliti, pemerintah dan pelaksana program TB. Kegiatan yang mencoba mengeliminasi TB melalui penelitian dan inovasi ini menjadi kesempatan dan solusi terbaik untuk menyelesaikan persoalan TB di tanah air.
“Penyakit TB telah menjadi masalah yang signifikan di Indonesia, India, Pakistan, dan negara tropis lainnya. Di Indonesia sendiri, penyakit TB sangat mengkhawatirkan. Sehingga, untuk mengatasi masalah TB di Indonesia membutuhkan koordinasi yang kuat dan perhatian yang khusus melalui pelaksanaan riset dan penemuan inovasi untuk memecahkan masalah TB dengan cara yang terbaik,"kata Prof Dwia.
Rektor Unhas berharap pada Komite Ahli Jejaring Riset TB yang akan melakukan pertemuan ilmiah di sela acara konferensi internasional tersebut agar dapat menghasilkan kesepakatan dan resolusi terkait eliminasi TB di Indonesia.
“Dengan kehadiran Menteri Kesehatan, hasil kesepakatan diskusi dan resolusi Jejaring Riset TB ini dapat diakomodasi dan diadopsi oleh pemerintah,“ harap Rektor Unhas.
Menteri Kesehatan Prof Nila Djuwita F Moeloek dalam presentasi pidatonya mengatakan, penyakit TB merupakan penyakit menular yang menyebar secara langsung dari manusia ke manusia. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan berobat secara teratur sampai selesai. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, terutama usia produktif dan anak-anak.
Masalah TB, kata Menkes, terkait tiga hal, yakni proses diagnosis dan penyembuhan pasien TB, masalah sosial TB, dan adanya inovasi dan riset yang dapat meminimalkan penderita TB.
Di kalangan masyarakat Indonesia TB lebih akrab dikenal TBC. Penyakit ini, katanya, masih dianggap enteng oleh sebagian kalangan masyarakat.
“Padahal, ini penyakit menular yang luar biasa. Dengan kita bersin saja kita akan menularkan kepada yang lain, satu orang pengidap TB bisa mengenai ke 10 hingga 15 orang di sekitarnya. Jadi penularannya begitu mudahnya, inilah yang harus kita atasi,“ katanya.
Menkes mengajak peserta konferensi internasional TB untuk membiasakan menggunakan masker pada berbagai kesempatan, khususnya di saat sedang flu, batuk, dan lainnya. Kebiasaan itu penting untuk mengedukasi masyarakat memakai masker.
“Ini yang saya minta dibicarakan, bagaimana kita mengubah perilaku masyarakat kita. Jangan kalau pakai masker malah distigma, oh dia TBC. Bukan begitu, kita membuat kebiasaan baru dari masyarakat bila kita flu dan batuk lebih baik pakai masker," kata Prof Nila.
“Bersin saja jarak 30 cm kalau tidak salah bisa menularkan. Apalagi batuk, batuk 1 meter bisa terjadi penularan karena melalui udara,“ tambahnya.
Konferensi internasional tentang TB ini berlangsung beberapa sesi. Sesi pertama adalah plenary lectures yang berlangsung dari pagi 08.00-10.00 WITA. Usai sesi kuliah pertama dilanjutkan dengan pembukaan konferensi secara resmi. Selanjutnya dilanjutkan dengan simposium, lokakarya, dan pertemuan Jetset TB. Acara internasional ini akan berlangsung hingga Jumat besok.
Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah penyakit TB di Indonesia. Sejumlah upaya pengendalian risiko TBC yang telah dilakukan adalah pemberian pencegahan TBC dengan obat Isoniazide (INH) untuk anak dan ODHA, investigasi kontak pada setiap penderita. Salah satu pendekatan program yang telah dilakukan adalah melalui pendekatan keluarga.
Dekan Fakultas Kedokteran Unhas, Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp.M(K), M.Ed mengatakan secara kelembagaan dirinya mendukung penuh kegiatan ini, sebab penanganan TB merupakan Center of Excellence pada fakultas yang dipimpinnya.
"Kami fokus mencari solusi untuk mengatasi permasalah TB di Indonesia dengan menggabungkan pendekatan medis, sosial, dan kebijakan. Melalui pendekatan komprehensif ini, kita berharap masalah TB di tanah air dapat lebih cepat teratasi," kata Prof Budu.
