Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kasus Sengketa Lapangan Gembira Rantepao, Ini Sikap Gertak

Para penggugat memiliki hubungan keluarga dekat dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Hatta Ali.

Penulis: Risnawati M | Editor: Imam Wahyudi
Foto: Dokumen Pribadi
Pengurus GERTAK Toraja Utara saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (08/11/2018). 

Laporan Wartawan TribunToraja.com, Risnawati

TRIBUNTORAJA.COM, RANTEPAO - Tokoh masyarakat dan para pengacara asal Toraja, yang tergabung dalam Gerakan Toraja Peduli Keadilan (Gertak) akan melaporkan pihak-pihak ikut terlibat dalam kasus sengketa lahan Lapangan Gembira Rantepao, Toraja Utara.

Gertak menduga terjadi praktik peradilan sesat pada kasus tersebut dan akan melaporkan pihak yang terlibat membantu penggugat memenangkan perkara. Mulai dari para saksi, pengacara, dan hakim Pengadilan Negeri (PN) Makale, maupun Pengadilan Tinggi Makassar.

Sebelumnya, Pemerintah Daerah Toraja Utara dilakalahkan penggugat di PN Makale dan Pengadilan Tinggi Makassar dengan surat bukti penjualan berupa fotocopy tanpa asli dan kesaksian saksi yang hanya didengar dari orang lain.

Para penggugat, masing-masing Mohammad Irfan, Hj Fauziah, Hj Tjeke Ali dan Hj Heriyah Ali, yang merupakan ahli waris, H Ali.

Para penggugat memiliki hubungan keluarga dekat dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Hatta Ali.

"Selain menempuh langkah hukum melalui kasasi ke MA, GERTAK juga melakukan gerakan non ligitasi," ujar Ketua, Pither Singkali, Jumat (09/11/2018).

Sementara, menurut Wakil Ketua GERTAK, Daniel Tonapa Masiku hal tersebut adalah preseden buruk bagi penegakan hukum dan keadilan dan berharap jangan sampai terjadi di daerah lain.

"Masyarakat Toraja punya harga diri dan martabat yang tidak boleh direndahkan oleh siapapun, apapun jabatannya," katanya.

Apalagi, bangunan SMA Negeri 2 Toraja Utara yang masuk lahan sengketa adalah fasilitas umum dan tanah negara yang dikuasai pemerintah untuk pelayanan dan kepentingan umum sejak zaman Belanda.

"Tanah adat itu tdak ada yang boleh mengklaim sebagai milik pribadi, kecuali negara yang telah menerima penyerahan, kalaupun itu digunakan sebagai arena pacuan kuda pada zaman Belanda maka secara otomatis menjadi milik pemerintah RI, mana ada perorangan di era zaman itu memiliki arena," tutup Daniel.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved