Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Konferwil XIII NU Sulsel

Membaca Arah Restu Kiai Sanusi Baco di Konferwil XIII NU Sulsel

Isyarat Bahasa Arab dan Makassar Kiai Haji Sanusi Baco Lc ke Puang Makka

Penulis: AS Kambie | Editor: Thamzil Thahir
dok_tribun_timur
Tribun Timur edisi Jumat (26/10/2018) 

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM -- TIGA puluh enam tahun sudah Kiai Haji Sanusi Baco Lc (81) menjabat Rais (ketua) Syuriah Pengurus Wilayah(PW) Nahdlatul Ulama (NU) Sulsel.

Jabatan tertinggi di ormas keagamaan terbesar di Indonesia itu, diamanahkan ke kiai kelahiran Maros ini, sepulang meraih gelar starta satu (Licence) dari Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, 1982 silam. 

Usia Pak Kiai yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel kala itu masih 45 tahun.

Kiai Sanusi meneruskan jabatan KH Sayyid Djamaluddin Asseggaf Puang Ramma (1977-1982).

Sebagai organisasi, Nahdlatul Ulama masuk di Sulsel kali pertama setelah kemerdekaan. Ketua pertamanya adalah KH Ahmad Bone (1950-1972) lalu dilanjutkan KH Muhammad Ramli (1972-1977).

Hingga dua hari menjelang Konferesi Wilayah XII NU Sulsel, Kamis (25/10/2018), belum ada sosok ulama yang dianggap bisa mengantikan posisi ketua majelis permusyawaratan tertinggi level provinsi itu.

Konferwil yang digelar Jumat (26/10) hingga Minggu (28/10) di Kompleks PW NU Sulsel Jl Perintis Kemerdekaan Km 9, No 29, Tamalanrea, Makassar ini, diperkirakan hanya akan memilih Ketua Tanfidziyah NU Sulsel periode 2018-2023.

Sejak 1982. Kiai Sanusi senantiasa memainkan peran sentralnya dalam “penentuan” lima ketua pengurus harian yang dia bawahi.

Lima Ketua Tanfidziyah itu mulai KH Abdul Rahman B (1982-1987), KH Abdul Rahman K (1987-2002), Dr Harifuddin Cawidu MA (2002-2005). KH Zein Irwanto (2006-2013), hingga kini, Prof Dr Iskandar Idi (2013-2018).

Sejauh ini, ada empat figur ketua KH Abd Rahim Asseggaf Puang Makka (58), Dr H Arfah Siddiq (64), Dr KH Hamzah Harun Arrasyid (61), dan terakhir KH Masykur Yusuf (49).

Peran kuat Kiai Sanusi terlihat saat Tahir Syarkawi, yang kala itu menjabat Kakanwil Depag Sulsel meraih suara terbanyak di Muswil XI NU di Ponpes Nahdlatul Ulum di Maros. Namun, veto Kiai Sanusi akhirnya memilih KH Zain Irwanto sebagai ketua Tanfidz.

Baca: Ketua PCNU Parepare Dilobi Arfah Siddiq, Dorong Puang Makka dalam Konferwil

Di forum, Pak Kiai hanya “ berfatwa”, “karena Pak Thahir Syarkawi sudah sepuh, maka saya minta dia mendampingi saya di dewan syuriah.”
Kala itu, air mata Thahir Syarkawi tak terbendung. Bukan ketua tandfidz, ia jadi wakil ketua dewan syuriah NU Sulsel.

Di Konferwil XII, di Ponpes Darul Muhlisin UMI Padanglampe, Ma’rang, Pangkep, 2013 lalu, fatwa Pak Kiai kembali mujarab.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, sejauh ini isyarat itu belum gamblang. Putra Sang Sanusi, Dr Nur Taufiq Sanusi, menyebutkan empat figur ketua sudah bertemu dan bertamu ke kediaman ayahnya, di JL Kelapa Tiga, Rappocini.

Dari keempatnya, salah satunya cerita dari Sayyid Abdul Rahim Assegaf Puang Makka, putra Puang Ramma, yang sudah bertemu dua kali dalam dua bulan terakhir.

Baca: Usai Ditemui Sanusi Baco, Gubernur Sulsel Blak-blakan Bakal Cari Duit untuk Konferwil NU

Hari Rabu (24/10) malam, Pak Kiai juga kembali mengundang Puang Makka. “Puang ke rumah Pak Kiai, sepulang dari minta restu ke Habib Lutfhi Bin Yahya, (Rais Aam Ahlu Thareqat Al Muqtabarat Annahdliyah di Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (22/10) lalu),” ujar Jamaluddin Iskandar, orang dekat Rais Awwal Jatman NU itu.

Selain Jamaluddin, ikut menyaksikan pertemuan itu adalah dua putra Pak Kiai,: M Irfan Sanusi dan Dr Nur Taufiq Sanusi.

Hadir juga Mahmud Suyuti dan Salim Busyairih Juddah.

Sebelumnya, Rabu, 29 Agustus 2018 lalu, Kiai Sanusi mengundang khusus mantan Ketua DPW PKB Sulsel ini ke Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum, Soreang, Barandasi, Kecamatan Lau. Maros.

Baca: Sanusi Baco Berperan Tentukan Ketua PWNU Sulsel

“Rannu-rannuka ri katte anne (saya merindukanmu) Andi,” begitu ucapan Pak Kiai saat mengundang Puang Makka. Pak Kiai memang selalu menyapa, Puang Makka dengan sapaan Andi’ (adik).

Mahmud Suyuti dan Tonang Cawidu, orang dekat Puang Makka, menceritakan selama hampir empat jam Pak Kiai menggunakan bahasa Makassar saat berbicara dengan Puang Makka; “Kami memang jarang dengar Gurutta pakai Bahasa Makassar, kebanyakan Bugis, atau bahasa Indonesia.”

Karena rindu, selain supir Pak Kiai, hanya berdua-duan di dalam kabin mobil Toyota Sedan Camry DD 9 SB. “Erokki kupanai na ripisa’ringi tongi otona (saya mau kau juga merasakan mobil) Ketua MUI, Andi,” ujar Pak Kiai, sebagaimana ditirukan Djamaluddin, yang sempat mendengar ajakan itu.

Baca: Ketua PCNU Barru Mundur dari Bursa Konferwil PWNU Sulsel, Begini Pertimbangannya

Sepanjang perjalanan Pak Kiai berkomunikasi dengan bahasa ibu-nya itu. Sekadar diketahui, di Maros, ayah Puang Makka, juga tetangga kampung dengan Kiai Sanusi.

Almarhum Puang Ramma lahir dan besar di Kampung Tambua, sekitar 1,3 km dari Barandasi, kampung kelahiran Kiai Sanusi, sekaligus kini jadi kompleks pesantren yang dia dirikan awal dekade 2000-an ini.

“Seingat saya, sejak kecil, Abah memang selalu bahasa Makassar dengan Gurutta (Pak Kiai) kalau komunikasi,” ujar Puang Makka kepada Tribun, sesaat sebelum pengajian rutin di kediamannya Jl Baji Bicara, Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, selatan kota Makassar, Kamis (25/10) malam.

Di Pesantren NU di Maros, Kiai Sanusi baru berbicara selain bahasa Makassar ke Puang Makka, saat jadi protokoler acara tauziyah dan perkenalan ke sekitar 1000-an santri di sana.

Kiai Sanusi menceritakan kondisi terakhir pondok binaannya dan jadi protokoler acara dalam bahasa Arab.

Lalu, Puang Makka juga membalas pengantar Pak Kiai dalam bahasa Arab.

Apakah ini isyarat restu?

Wallahu A’lam bissawab. 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved