Teknik Sipil Unhas Studi Lebih Lanjut Potensi Likuifaksi di Kota Makassar
Ia pun mengungkapkan, masalah Makassar berpotensi terjadi likuifaksi masih dalam batasan studi internal Teknik Sipil Universitas Hasanuddin.
Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Imam Wahyudi
Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Staf Dosen Departemen Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar, Tri Harianto mananggapi temuan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar, Haady Muqtadir, 2014, dengan judul penelitian," Zonasi Potensi Likuifaksi Kota Makassar Menggunakan Metode National Center For Earthquake Engineering Research (NCEER).
Beberapa wilayah kota Makassar berpotensi likuifaksi berada di Kecamatan Rappocini, Mamajang, Tamalate, Mariso, Makassar, Ujung Pandang, Manggala, Pannakukang, Wajo, Bontoala, Tallo, Ujung Tanah.
Daerah tak terindikasi likuifaksi hanya di Kecamatan Tamalanrea dan Biringkanaya.
Tri mengatakan temuan ini tidaklah salah tapi perlu validasi lebih lanjut.
"Tulisan ini merupakan tugas akhir mahasiswa S1 kami dan masih bersifat temuan awal dan belum temuan akhir (final) karena kami masih membutuhkan studi yang lebih komprehensif," kata Tri, Sabtu (13/10/2018).
Ia pun mengungkapkan, masalah Makassar berpotensi terjadi likuifaksi masih dalam batasan studi internal Teknik Sipil Universitas Hasanuddin.
"Masih butuh studi lebih lanjut dan kami sedang lakukan kajian inovasi teknologi adaptasi terhadap masalah tersebut yang sedang berlangsung di laboratorium geo-environmemtal Departemen," katanya.
Dalam Wikipedia.com, Pencairan tanah atau likuifaksi tanah adalah fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara mendadak, sehingga tanah yang padat berubah wujud menjadi cairan atau air berat.
Peristiwa Likuifaksi ini memporak-porandakan Perumahan Petobo Kota Palu.
Wilayah Kelurahan Petobo di Palu menjadi salah satu daerah yang terkena dampak parah karena 'ditelan bumi'.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut wilayah yang 'ditelan bumi' itu mencapai 180 hektare dari total luas keseluruhan Petobo sekitar 1.040 hektare.
Selain itu, ratusan orang meninggal dalam peristiwa ini.