Gempa di Donggala
Dosen Geologi Unhas: Waspada Tiga Dampak Pascagempa Palu dan Sekitarnya
Patahan-patahan kecil ini juga melewati daerah Pantai Parigi ke Donggala yang relatif sejajar dengan patahan Palu-Koro.
Penulis: Alfian | Editor: Hasriyani Latif
Laporan Wartawan Tribun Timur, Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wilayah Palu dan sekitarnya diprediksi masih menyimpan sejumlah ancaman bencana alam pascagempa dan Tsunami yang terjadi, Jumat (28/9/2018) lalu.
Yang pertama, Palu merupakan daerah yang dikelilingi patahan, bukan hanya patahan atau sesar Palu-Koro, tetapi wilayah Palu dilewati jalur patahan besar lainnya termasuk Patahan Sorong dan Patahan Australia.
Dosen Tektonik dan Tsunami Departemen Geologi Universitas Hasanuddin, Kaharuddin menyebut bahwa hal ini kemudian juga memunculkan cabang-cabang patahan kecil. Meskipun kecil tetapi patahan ini juga berpotensi menyebabkan gempa dengan skala kekuatan dan periodik yang berbeda.
"Patahan-patahan kecil ini juga melewati daerah Pantai Parigi ke Donggala yang relatif sejajar dengan patahan Palu-Koro, di bagian selatan Donggala ada juga patahan ke arah selat Makassar dan juga memotong Palu-Koro," jelasnya.
Ia juga menyebut ada patahan kecil yang memotong di wilayah perbatasan Donggala dan Mamuju Utara. "Maka wilayah Palu dan sekitarnya ini dikelilingi patahan dengan potensi gempa yang berbeda karena tidak searah dan daya tampung energi berbeda sehingga kekuatan dan periodenya juga berbeda," lanjutnya.
Baca: Nobar G30S/PKI, Gema LMP Sulsel-Sapma PP Makassar Doakan Korban Gempa Palu
Baca: Gerakan Salat Subuh Berjamaah Pemkot Makassar Doakan Korban Gempa Palu dan Donggala
Adapun tiga dampak lanjutan yang patut diwaspadai adalah:
1. Longsor
Pascagempa, wilayah Palu dan sekitarnya terutama di wilayah perbukitan berpotensi mengalami longsor. Hal ini diakibatkan adanya Deporisasi atau penghancuran akibat gempa dan terjadilah retahan-retahan terbuka terhadap lapisan batuan dan tanah.
Hal ini kemudian menyebabkan daya tahan batuan dan tanah berkurang yang selanjutnya rawan adanya gerakan. "Ada dua gerakan tanah yang diwaspadai yakni rayapan tanah ini tidak terlihat tapi berbahaya karena adanya pergerakan tanah secara tiba-tiba menyebabkan amblas dan yang kedua gerakan tanah longsor," paparnya.
Kondisi ini bisa terjadi di wilayah perbukitan terutama yang memiliki sudut lereng 15 derajat. "Ketika hujan terjadi maka yakinlah ada pergerakan tanah," paparnya.
2. Banjir Bandang
Dampak selanjutnya yakni banjir bandang. Kaharuddin menyebut bahwa potensi ini sangat terbuka bisa terjadi. Pertama ia menuturkan bahwa kondisi ini tercipta akibat adanya pergeseran material batuan.
Wilayah Palu dan sekitarnya dikelilingi oleh patahan-patahan aktif menyebabkan lapisan batuan labil. Akibat terjadinya longsor dan pergerakan tanah ini membuat sungai menyempit.
"Apalagi daerah Palu diketahui banyak memiliki sungai yang kering akibat adanya jalur patahan yang mana batuan yang ada di wilayah itu tidak bisa menahan air sungai. Material longsor pun akhirnya tidak hanyut oleh aliran sungai, kemudian inilah yang membentuk bendungan-bendungan semu," jelasnya.