Idrus Marham Mundur karena Tersangka KPK, Teman Ungkap Kecerdasannya Saat Sekolah
Idrus membenarkan bahwa pengunduran dirinya ini terkait statusnya sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TRIBUN-TIMUR.COM - Idrus Marham mengundurkan diri dari posisi Menteri Sosial.
Idrus membenarkan bahwa pengunduran dirinya ini terkait statusnya sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Idrus mengaku sudah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) KPK pada Kamis (23/8/2018) kemarin.
"Kemarin sudah pemberitahuan dimulainya penyidikan. Namanya penyidikan sudah pasti tersangka," kata Idrus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (24/8/2018) siang.
Idrus sebelumnya sudah beberapa kali diperiksa KPK sebagai saksi terkait kasus kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau, Rabu (15/8/2018).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka kasus suap. Eni ditangkap saat berada di rumah Idrus Marham.
Politisi Golkar itu diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5% dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Baca: BREAKING NEWS: Menteri Sosial Idrus Marham Mengundurkan Diri Usai Bertemu Jokowi
Fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.
Cerita Kades soal Idrus di kampung
Idrus Marham dilantik menjadi Menteri Sosial di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Saat itu ia menjabat sekretaris Jenderal Partai Golkar.
Idrus menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang mundur karena maju sebagai calon Gubernur Jawa Timur.
Selain melantik Idrus, Presiden RI, Joko Widodo alias Jokowi didamping Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla juga melantik mantan Panglima TNI, Jenderal Purnawirawan Moeldoko menjadi Kepala Staf Kepresidenan menggantikan Teten Masduki.
Juga Agum Gumelar menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden menggantikan almarhum KH Hasyim Muzadi.
Presiden juga melantik Marsekal Madya Yuyu Sutisna menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Udara menggantikan Marsekal Hadi Cahyanto yang kini menjabat Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo.
Teten kini mendapatkan posisi baru dari Jokowi, yakni sebagai Koordinator Staf Khusus Presiden RI.
Teten menjabat sebagai Kepala Staf Presiden sejak tahun 2016.
Saat itu, dia menggantikan Luhut Binsar Panjaitan yang saat itu digeser sebagai Menkopolhukam.
Lompat Kelas
Pelantikan Idrus menjadi menteri menjadi buah bibir di Pinrang, kampung halaman Idrus.
Sejumlah teman sepermainan Idrus di kala bocah di Kampung Sempang, Desa Mattiro Ade, Kecamatan Patampanua, Pinrang, Sulawesi Selatan menyambut haru-bangga pelantikan itu.
Kepala Desa Mattiro Ade Rustan Sali, mengungkapkan, Idrus tercatat sebagai anak yang cerdas di masa kecilnya.
"Saking cerdasnya, beliau pernah lompat kelas saat masih duduk di bangku SDN 126 Sempang Pinrang. Saya tidak tahu persis pada saat kelas berapa," katanya.
Rustan menyebutkan, Idrus andal di berbagai bidang pengetahuan. Baik soal eksak, sosial, bahkan agama.
"Selain hebat ceramah, dia juga lihai dalam pengetahuan umum. Memang usia Idrus jauh lebih tua dari saya, tapi kakak saya seumuran dengan beliau. Makanya beberapa kisah tentang Idrus Marham saya tahu," jelasnya.
Selain itu, Idrus juga dikenal sebagai sosok yang dermawan, ramah dan senantiasa menjaga silaturrahmi.
"Buktinya beliau rutin menyambangi kampung halaman dan bertutur sapa dengan keluarga dan warga sekitar," ucapnya.
Idrus merupakan anak kedua dari 8 bersaudara, Samad (Almarhum), Mannagau, Salma, Usman, Ardin, Qadar, dan Anca.
Politisi Golkar
Idrus adalah orang Sulawesi Selatan kedua dalam Kabinet Kerja, setelah Amran Sulaiman yang dilantik menjadi Menteri Pertanian sejak awal pemerintahan Jokowi-JK, 2014.
Idrus juga politisi Golkar ketiga pada Kabinet Kerja, selain Luhut dan Menteri Perindustrian RI, Airlangga Hartarto (Ketua Umum DPP Golkar).
Kendati menjabat Ketua Umum Golkar sejak Kongres Luar Biasa (KLB) di Jakarta, 18 Desember 2017 lalu, presiden memastikan tidak akan mengganti Airlangga pada Kabinet Kerja.
"Kita tahu ya ini Pak Airlangga ini kan di dalam sudah menjadi menteri, ini kan tinggal berapa, tinggal satu tahun saja (masa kerja Kabinet Kerja). Kalau ditaruh orang baru, belajar paling nggak enam bulan, kalau nggak cepat bisa setahun untuk menguasai itu," kata Presiden ketika ditemui di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Mantan Wali Kota Solo itu juga menilai Airlangga sebagai sosok yang benar-benar mengerti dan menguasai sektor perindustrian.
"Kita lihat dan memang di Kementerian Perindustrian Pak Airlangga itu betul-betul menguasai dan mengerti betul yang berkaitan dengan makro, konsep makro industri di negara kita, menyiapkan strategi industri hilirisasi ke depan seperti apa," katanya.
Oleh karena itu, Presiden tidak ingin ada jeda waktu yang tidak produktif jika posisi tersebut digantikan oleh orang lain lantaran adanya isu pelarangan rangkap jabatan.
"Jangan sampai tinggal waktu seperti ini kita ubah dan baru bisa belajar. Ini kementerian yang tidak mudah," katanya.
Presiden juga mempertimbangkan urusan di Partai Golkar yang belum selesai.
"Urusan di Golkar tanyakan ke Pak Airlangga (Ketum Golkar) karena proses di Golkar sendiri kan belum selesai. Jadi kalau proses belum selesai jangan ditanyakan dulu," katanya.
Sedangkan JK mengatakan ketua partai yang menjadi menteri bisa mengurus partai pada malam hari sehingga tetap dapat lebih berkonsentrasi menjalankan tugas sebagai pejabat pemerintah.
"Urusan partai itu kan bisa diurus malam-malam," katanya.
Posisi Airlangga, menurutnya, berbeda dengan Khofifah yang mengundurkan diri sebagai Menteri Sosial karena akan mengikuti pemilihan Gubernur Jawa Timur.
"Beda dengan Khofifah karena di Jawa Timur. Ini Jakarta, jadi masih ada waktu untuk mengurus kebijakan di kabinet dan tentu akan ada penegasan-penegasan lagi," katanya.
Saat ditanya apakah itu berarti Airlangga tetap akan di kabinet, JK hanya mempersilakan apabila ada yang menafsirkannya demikian.
JK mengatakan setiap partai punya kebijakan berbeda.
"Kalau Pak Airlangga jelas kebijakannya. Ia jadi menteri dulu baru Ketua Umum DPP Partai Golkar, kemudian ada waktu yang harus setidaknya 90 persen tetap mengurus kementeriannya," kata Kalla.
Mengenai posisinya yang tetap berada di kabinet, Airlangga mengatakan kondisi itu sepenuhnya menjadi hak prerogatif Presiden Joko Widodo.
"Itu sepenuhnya hak prerogatif beliau (Presiden RI)," kata Airlangga yang ditemui ketika menghadiri pelantikan di Istana Negara.
Ketika disinggung mengenai komitmen Presiden Jokowi pada awal jabatannya yang menyatakan tidak ada rangkap jabatan pada kabinet dan pada partai politik, Airlangga hanya tersenyum.(*)