Dugaan Korupsi APBD Sulbar
Saksi Ahli Nilai Dakwaan 4 Eks Pimpinan DPRD Sulbar 'Kabur', JPU: Itukan Pendapat Ahli
Prof Andi Muhammad Sofyan, yang hadir memberikan keterangan ahli dalam sidang perkara dugaan korupsi dana APBD Sulbar 2016
Penulis: Nurhadi | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan TribunSulbar.com, Nurhadi
TRIBUNSULBAR.COM, MAMUJU - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mudazzir menggapi pernyataan Prof Andi Muhammad Sofyan, yang hadir memberikan keterangan ahli dalam sidang perkara dugaan korupsi dana APBD Sulbar 2016 yang mendudukkan empat eks pimpinan DPRD Sulbar sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Mamuju, Senin (30/7/2018).
Dalam Prof Andi Muhammad Sofyan di depan majelis hakim pengadilan Tipikor Mamuju menegaskan, pasal yang didakwakan kepada empat mantan pimpinan DPRD Sulbar kabur atau tidak jelas.
"Itu menurut pendapatnya dia (Ahli), pendapat Itu bisa diambil oleh majelis hakim, JPU ataupun penasehat hukum, tergantung apakah memang itu sesuai dengan yang kita mau, dan bagi kami tapi tidak semua juga keterangan ahli benar,"kata Mudazzir.
Jaksa Fungsional Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbat itu mencontohkan, pendapat ahli yang mengatakan, lembaga yang berhak melakukan perhitunga kerugian negara hanyalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Memang di undang-undang BPK dijelaskan bahwa yang berhak melakukan perhitunga kerugian negara hanya BPK, tapi adanya namanya APIP yang didalamnya ada Inspektorak dan BPKP,"ujar dia.
Sementara, lanjutnya, umumnya yang dilakukan selama ini jika ingin melakukan penyidikan perkara korupsi, merujuk pada hasil audit BPKP atau Inspektorat.
"Tapi kalau seperti itu maunya ahli, tidak bakalan ada perkara korupsi di Indonesia. Jaksa juga dapat dikatan ahli dalam hal hukum pidana, sehingga boleh melalukan perhitungan kerugian negara selama bisa dibuktikan dalam dakwaan,"katanya.
"Pertanyaannya, apakah itu masih membutuhkan BPK, saya kira tidak perlu. Sehingga tidak semua penyataan ahli kami sepakat, apalagi terkait pernyataannya di pasal 2 dan 3 harus ada kerugian negara,"lanjutnya.
Mudazzin menjelaskan, dalam undang-undang MD3 dan undang-undang pemerintah daerah disebutkan, tugas, wewenang dan fungsi anggota DPRD, anggaran, legislasi dan pengawasan.
"Pengawasan itu yang kami permasalahkan, kenapa mereka masuk sampai ke pengawasan teknis sementara ada yang punya tugas. Dalam unsur pengawasan itu dibedakan atas dua unsur yakni pengawasn kebijakan dan teknis. Pengawasan teknis merupakan ranah dinas atau SKPD sementara pengawasan kebijakan ranah DPRD,"jelasnya.
Namun, kata Mudazzir, yang meraka temukan tidak sesuai dengan yang seharusnya, setelah ditetapkan menjadi APBD para anggota DPRD masih mencari paket pekerjaan yang mereka ajukan.
"Meskipun sudah tidak terkoper di APBD, tapi mereka masih menyimpan catatan atau daftar, jadi jelas fungsi teknis tidak bisa mereka masuki, sehingga kami masih sangat yakin dengan dakwaan pasal 12 huruf (i), juga pasal 22,"ucapnya.
Sebelum, empat eks pimpinan DPRD Sulbar didakwan dengan empat pasal, yakni pasal12 huruf (i), kedua pasal 22 undang-undang nepotisme, undang-undang 28 tahun 1999 tentang KKN dan subsider pasal 3 undang-undang Tipikor.
"Kalau mereka melampai kewenangan, apakah itu tidak salah, itu tadi yang saya tanyakan sama ahli, sementara kita tahu bahwa ada perbuatan aktif dan pasif, dan kami temukan perbuatan aktif, yang seharusnya tugas fungsi DPRD hanya sampai di persetujuan Perda tapi mereka masih mengurusi hingga teknis,"tuturnya.