Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Siapa Budayawan Ishak Ngeljaratan?

Pemerhati budaya dan penganjur pluralisme Indonesia berduka. Ishak Ngeljaratan MS menghembuskan nafas terakhir di ruang ICU RS Stella Maris

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Suryana Anas
handover
Thamzil Thahir dan Ishak Ngeljaratan (kanan) 

Dua nama yang diistilahkan ‘dosen seangkatan’ Ishak Ngeljaratan, oleh mantan Pemimpin Redaksi harian Pedoman Rakyat (1947-2007) ini, adalah dua mendiang guru besar ilmu budaya dan sastra dari Unhas.

Ishak termasuk mahasiswa sekaligus dosen ‘terlama’ di Fakultas Sastra dan Budaya Unhas. “Kalau saya hampir 10 tahun kuliah di Fakultas Sastra, karena asik jadi wartawan. 

Kalau Pak Ishak itu, lebih lama lagi, mungkin hampir 15 tahun, Kenapa? Selain dia aktif urus budaya, sastra dan jadi wartawan.Dia bilang semua yang mau menguji skripsi dia adalah mahasiswanya semua,” ujar mahasiswa Sastra Unhas angkatan 1972, M Dahlan Abubakar.

 Meski resmi pensiun dari status dosen di Fakultas Sastra Unhas, namun Ishak masih rutin masuk kampus memberi kuliah lepas dan jadi pembicara seminar budaya dan kemanusiaan.

Ahmad Sudirman Kambie, mahasiswa Fakultas Sastra Unhas angkatan 1996, mengenang. Dialah yang menjadi “ketua panitia” saat Alwy Rachman dan Prof Dr Nurhayati Rachman dua dosen senior fakultas tertua ke-4 di Unhas (setelah Ekonomi, Hukum, dan Teknik) itu, menggagas pelepasan Ishak Ngeljaratan di awal tahun 2000-an.

“Seingat saya, sejak kita melepas Pak Ishak, mata kuliah bahasa Latin di sastra juga pergi dan tak pernah kembali ke Unhas lagi,” ujar Kambie, yang kini menjabat Redaktur Pelaksana harian Tribun Timur.

Kambie mengenang, jika Ishak menggunakan istilah latin dalam beberapa matakuliah yang diajarkan; seperti ilmu budaya dasar, filsafat, logika, filsafat ilmu, apalagi jika mata kuliah bahasa latin. “Setahu kita di kampus saat itu, Pak Ishak fasih berbahasa Inggris, Jerman, Belanda, dan Latin. Bahasa yang jadi sumber utama ilmu filsafat,” ujarnya.

Meski disebut Nasrani dan pernah sekolah pendeta Katolik, Ishak tidak alergi dengan masjid. Bahkan di banyak kesempatan, dia mengajar mahasiswa Sastra di Musala.

“Saya pertama kali dengar ceramah Pak Ishak di Musala Al Adab Fakultas Sastra Unhas saat masih gundul, mahasiswa baru,” ujar Kambie, alumnus Sastra Asia Barat Fakultas Sastra Unhas. 

Ishak Ngeljaratan memang mencintai fakultas itu sepenuh hati. “Kalau pengurus senat mau bikin seminar yang pembicaranya tak diberi honor, ya undang saja Pak Ishak. Cukup dijemput pakai motor, dia akan datang berbagi ilmu dan hikmat kebudayaan,” ujar Kambie.

Selepas kuliah di sekolah tinggi Teologia dan Kependetaan di Minahasa, Sulawesi Utara, Ishak ke Makassar, di awal dekade 1950-an.

“Beliau itu pernah cerita, dia keluar dari sekolah pendeta di Minahasa tahun 1940-an, sebab jauh-jauh dari Tanimbar, setiap hari hanya dengar khutbah tentang Ilahi, tapi khutbah itu melupakan sisi kemanusiaan yang juga titipan ilahi di bumi,” ujar Dahlan.

Dahlan menyebut, Ishak sebagai guru penulisan kreatifnya di awal dekade 1970-an, sekaligus pengamal ilmu filsafat kemanusiaan dan ketuhanan yang belum ada duanya. “Dia lebih Islami dari seorang Muslim. Dia lebih Bugis dan Makassar dari mereka yang lahir di sini,” kata Dahlan, jurnalis senior kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat.

Sejak fakultas sastra Unhas itu dibuka Desember 1960-an, Ishak sudah jadi mahasiswa sekaligus dosen. 

Gelar Magister Sains (MS) di belakang nama Ishak diraih saat kuliah di Manchester University di UK. Ishak juga pernah jadi dosen tamu di ANU, Australia dekade 1990-an.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved