Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Keteladanan Kiai Djamal (1): Bangun Unismuh Tanpa Uang Negara

Beli tanah delapan hektare, tahun 1985, seharga Rp 180 juta. Guru, dosen diajari berkorban

Penulis: AS Kambie | Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Keteladanan Kiai Djamal (1): Bangun Unismuh Tanpa Uang Negara
handover
KH Djamaluddin Amien

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - KH Djamaluddin Amien memiliki suara khas. Ketika pidato, lebih sering mengatakan, “saudara-saudara...”

Mantan Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sulsel itu wafat di usia 84 tahun dan dimakamkan di kampung halamannya, Bantaeng, Senin, 17 November 2014.

Jenazah Kiai Djamal, sapaan Kiai Djamaluddin Amien, dilepas oleh Gubernur Sulsel (ketika itu) Syahrul Yasin Limpo dan Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu'mang di Masjid Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh), Jl Sultan Alauddin, Makassar.

Kiai Djamal yang juga pendiri Kampus Unismuh ini tutup usia di Private Care Centre (PCC) RSUP dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Minggu (16/11/2014) sore.

"Abba (ayah) itu orang disiplin, masjid, dakwah, mengajar, dan selalu pegang buku, kitab," ucap Abdul Hadi Djamal mengenang ayahandanya.

Mantan anggota DPR RI itu menilai Kiai Djamal sangat demokratis mendidik anak-anaknya.

"Waktu kami masih kecil, Abba pintar caranya hukum kami, kalau kami nakal-nakal, saudara yang benar disuruh hukum yang salah. Abba juga tidak langsung mengatakan kalau ada salahnya orang. Tapi ada analogi, pengetahuan baru dimunculkan, istilahnya kena halus, biasa berkisah tentang nabi bahwa yang begini, akibatnya ini, hukumnya, dan betul," jelas Hadi Djamal.

"Abba boleh dikata mengajar sampai akhir hayat. Rajin membaca, gigih berda'wah, di tangannya selalu ada buku. Pikirannya, kembangkan sekolah agama, pendidikan tidak boleh berhenti, makanya beliau bikin sekolah tarjih (pendidikan ulama) di belakang rumah," kata Hadi menambahkan.

Selain itu, kata Hadi, jelang akhir hayat, Kiai Djamal yang juga mantan rektor terlama di Unismuh itu, rajin menonton siaran televisi Timur Tengah, Al Jazerah.

"Selalu itu mau nalihat kabarnya Palestina, Abba sedih ketika tahu kabar Palestina diserang lagi," ungkapnya.

Cucu Kiai Djamal, Ilham Rifurio HD, juga mengakui sang nenek adalah ulama panutan. Banyak kesan putra Hadi Djamal ini terkait sang nenek.

Ketua BM PAN Sulsel ini mengungkapkan, Kiai Djamal, punya semangat keulamaan dan intelektualitas yang tinggi. Tak kenal capek untuk umat.

"Nenek senang memberi, mengajar, dan keliling da'wah hingga usia senja, tak kenal lelah, itu baru istirahat kalau sakit," ungkap Islam.

Menurutnya, di sela masuk keluar dirawat di rumah sakit selama setahun ini, kegigihan mengajar tarjih dan da'wah tak pernah redup.

"Itu kalau saya datang ke sini bermalam. Paling mengesankan kalau waktu jelang salat subuh, nenek itu biasa pergi salat subuh ke Masjid Al Markaz, itu jauh dari Tala Salapang,

Nyetir sendiri ke sana. Meski almarhum sudah tua tapi senang pergi salat di masjid yang jauh, keliling," ungkap Ilham.

Paling mengesankan lagi, menurut Ketua BM PAN Sulsel ini, "Itu waktu keluar rumah sakit (sebelum terakhir masuk rumah sakit dan tutup usia) nenek ke Al Markaz lagi itu salat subuh, sendiri."

Bangun Unismuh
Suka duka Kiai Djamal dalam membangun Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar (pada 1980an) juga diungkapkan Hadi.

Kiai Djamal adalah Rektor Unismuh tiga periode. Almarhum yang juga ketua Dewan Penasihat PW Muhammadiyah itu tercatat sebagai Rektor Unismuh terlama.

"Itu betul-betul mandiri caranya tanpa uang pemerintah. Beli tanah delapan hektare, tahun 1985, Rp 180 juta. Guru, dosen diajari berkorban, berbuat ikhlas, gaji mereka dipangkas untuk beli tanah, Alhamdulillah jadi. Makanya itu dia pesan, bahwa tidak ada itu pengorbanan tanpa hasil," jelas Hadi.

Kiai Djamal, lanjut Hadi, selalu ada gagasan untuk pendidikan agama. Tak hanya membangun Kampus Unismuh melainkan juga segment pendidikan menengah di Unismuh.

"Abba ingin pendidikan terus dikembangkan. Beliau juga bangun Tsanawiah Unismuh, SMP Unismuh, SMA Unismuh. Itu termasuk langka, karena belum ada perguruan tinggi yang ada SMP-nya atau SMA

Ada ma'had, ada lagi beliau bikin sekolah tarjih di belakang rumah. Pokoknya tidak mau berenti untuk pendidikan dan da'wah, itulah saya bilang, Abba mengajar sampai akhir hayat. Hanya saja, saya ji yang tidak sekolah agama, saudara yang lain sekolah agama," jelas Hadi.

Nikmati Tarjih
Saudara kandung Hadi, Ashabul Kahfi, mengungkapkan, ayandanya mengembangkan sekolah Tarjih Muhammadiyah Unismuh demi menjaga generasi penerus ulama.

"Abba ingin agar ulama pewaris nabi terjaga. Ulama yang betul-betul ulama. Dengan semangat, ikhlas dan gigih membina pendidikan tarjih ini, boleh dikata sampai tutup usia," ungkap Wakil Ketua DPRD Sulsel ini.

Pendidikan tarjih Unismuh berada di belakang rumah almarhum, di Tala Salapang, tidak jauh dari kampus Unismuh Makassar.
"Tidak ada itu gajinya Abba di situ, beliau ikhlas dan kalau ada uangnya, dia sendiri belikan peserta didik makanan, senang dan beliau nikmati betul," ujar Kahfi.

Setiap angkatan, sekolah tarjih Muhammadiyah diikuti 43 mahasiswa yang terjaring dalam program ini. Mereka dibina selama empat tahun. Fasilitas pendidikan dan akomadasi, gratis.
Sistem pendidikan pun digagas Kiai Djamal ala pondok pesantren. Kiai Djamal jadi guru bersama majelis ulama Muhammadiyah lainnya.

Semua materi pelajaran tarjih ini serba Bahasa Arab dan kitab gundul. Bahasa Inggris juga dipakai sebagai bahasa pengantar, menggabungkan sistem klasik dan modern.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved