Cerita Imigran Ronghiya, Nikahi Perempuan Makassar Berawal dari Medsos
230 imigran Ronghiya, Myanmar berada di Makassar. Mereka ditempatkan di beberapa tempat penampungan di Makassar.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Suryana Anas
Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Sebanyak 230 imigran Ronghiya, Myanmar berada di Makassar. Mereka ditampung beberapa tempat penampungan yang tersebar di beberapa titik di Makassar.
Salah satunya adalah Riah (25). Pria ini sudah hampir sembilan tahun tinggal di tempat penampungan wilayah Mariso, Makassar.
"Saya tinggal di Makassar sejak 2011. Sebelumnya sempat tinggal di Medan selama tiga tahun," kata Riah kepada Tribun.
Ia mengaku ingin segera dikirim ke tempat ketiga yang menjadi negara tujuanya untuk mencari suaka. Seperti, Australia, Kanada atau Amerika.
Tapi, sampai sekarang mereka belum diberangkatkan oleh pihak United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
"Dari awal sampai di Makassar telah dijanjikan dikirim paling lambat enam bulan setelah berada di Makassar. Tapi sudah hampir sembilan tahun belum ada kepastian,"tuturnya.
Ia mengaku tidak ingin lagi kembali ke negara asalnya, Ronghiya. Mereka takut pasca kondisi negaranya bergejolak. Apalagi rumah mereka sudah tidak ada setelah hangus dibakar.
Serta orangtua dan saudara saudaranya telah ikut mengungsi ke negara lain pasca peristiwa itu. "Kami sudah tidak diakui.Jadi sekarang mencari suaka perlindungan;" sebutnya.
Nikahi Warga Makassar dan Sudah Punya Anak
Meskipun nasib Riah untuk dikirim ke negara ketiga mencari suaka belum ada kejelasan, tetapi keberadaan Riah mendapatkan harapan baru.
Riah berhasil menikahi seorang perempuan asal warga Makassar bernama Isma. Bahkan hasil pernikahanya, telah dikaruniai seorang anak.
Awal perkenalanya dengan Asma melalui media sosial Facebook. Setelah mereka melakukan komonikasi dan ada kecocokan, merekapun langsung sepakat untuk melangsungkan pernikahan sejak 2015 tiga tahun lalu.
"Ada izin dari Imigrasi, tapi dilarang membawa istri untuk tinggal se rumah di penampungan," tuturnya.
Dengan aturan itu, Riah mengaku kebingungan, karena tidak bisa tinggal bersama dengan istrinya dan anaknya.
"Setelah ini saya akan kembali ke penampungan dan makan sahur di penampungan," ujarnya. (*)