Pilwali Makassar 2018
DIAmi Gugur, Pilwali Makassar Diikuti Satu Paslon, Ini Ulasan Hamdan Zoelva dan Hamid Awaluddin
Pilwali Makassar pun dipastikan hanya diikuti satu pasangan calon Munafri Arifuddin dan Rachmatika Dewi.
TRIBUN-TIMUR.COM-- KPU Kota Makassar akhirnya memutuskan untuk tetap berpedoman pada putusan Mahkamah Agung dalam menyikapi putusan Panwas Kota Makassar Nomor 002/PS/PWSL.MKS/27.01/V/2018 tertanggal 13 Mei 2018.
Dengan begitu Pasangan Danny Pomanto-Indira Mulyasari tetap terpental dari kontestasi Pilwali Makassar.
Pilwali Makassar pun dipastikan hanya diikuti satu pasangan calon Munafri Arifuddin dan Rachmatika Dewi.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK-RI) periode 2013-2015, Hamdan Zoelva turut angkat bicara terkait sengketa gugatan pilkada di Makassar.
Pengacara senior ini pun menilai hasil pleno KPU Kota Makassar mengakomodir putusan Mahkamah Agung sudah tepat.
"Sudah sangat tepat KPU mengambil posisi itu, dimana tetap melaksanakan dan menghormati perintah putusan Mahkamah Agung, karena itu sudah benar dari dua pilihan tersebut," tegasnya saat ditemui di Makassar, Jumat (18/5/2018).
Bukan tanpa alasan, Hamdan menilai keputusan KPU tepat, menurutnya, putusan peradilan bisa dibatalkan atau diabaikan dengan peradilan itu sendiri.
"Apapun alasannya, putusan peradilan mesti dijalankan dan dihormati, sehingga sekali lagi saya katakan itu sudah tepat,"katanya.
Terkait putusan panwaslu, Hamdan mengingatkan kembali keputusan Mahkamah Agung yang diatur Undang- Undang tak bisa di review kembali.
"Memang KPU menghadapi masalah,karena ada dua yang harus dilaksanakan, yakni putusan panwaslu dan keputusan MA, namun kita harus melihat sisi tingkat peradilan itu,"tuturnya.
Sementara itu, rencana Panwaslu untuk melaporkan KPU ke pihak Gakumdu dan DKPP, hal itu pun dinilai hanya sebatas laporan etika.
"DKPP yang akan menilai, itu adalah hak masing-masing intstitusi, tapi itu tidak mengubah subtansi putusan, hanya sanksi bagi penyelenggara,"tutupnya.
Sebelumnya, KPU telah mengabaikan putusan Panwaslu sehingga dipastikan pilwali Makassar hanya akan diikuti satu kandidat pasangan calon yakni Munafri Arifuddin- Andi Rachmatika Dewi.
Setali tiga uang, Menteri Hukum dan HAM RI RI Kabinet Indonesia Bersatu 20 Oktober 2004-8 Mei 2007, Hamid Awaluddin PhD, menegaskan, sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar menolak putusan Panwaslu Makassar, terkait sengketa Pilwali Makassar 2018, sudah benar.
“Yang dilakukan KPU Makassar adalah menjalankan perintah hukum, jadi kalau ada pihak atau orang yang menghalangi KPU menjalankan perintah putusan MA, berarti itu bisa dikategorikan menghalangi penegakan hukum,” jelasnya.
Hamid menilai, keputusan Mahkamah Agung itu sudah imperatif untuk dijalankan.
“Jadi itu sudah final, tak usah lagi cari alasan ini dan itu, tidak ada. Kalau ada pihak yang mencari lagi alasan itu, suruh dia tiinggal di negara lain yang tidak ada hukumnya,” jelas Hamid.
Menurutnya, andaikan ini kasus objek perkaranya pidana, maka setelah keputusan MA yang mengikat dan final itu masih ada upaya lain bernama grasi agar mengurangi hukuman.
Tapi kalau ini, sudah tidak ada karena perkaranya bukan pidana, tapi tata usaha negara.
“Ini bukan pidana yang masih ada upaya hukum dengan grasi agar bebas, itupun grasi persyartannya melalui pertimbangan MA lagi,” ujar anggota KPU RI 2004-2005 itu.
“Keputusan hukum tetap yang mengikat itu artinya sudah final, tidak ada lagi upaya hukum lain yang harus dicari, dan dicari-cari untuk mengelak upaya melakukan eksekusi. Siapa yang mepersoalkan keputusan KPU Makassar, itu berarti mempersoalkan pelaksanaan hukum, mempersoalkan orang yang menegakkan hukum,” jelas Hamid menambahkan.
Dia meminta pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan KPU Makassar berdasar putusan MA itu untuk berbesar hati dan berhenti mencari dalih.
“Jadi sudahlah, berbesar jiwa hidup di negara hukum. Kalau Anda mencari alasan terus, yah sudah, jangan hidup di Republik Indonesia,” kata Hamid.
Dia menilai, Panwaslu Makassar keliru karena meregistrasi permohonan Danny Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi), apalagi mengabulkannya.
“Panwaslu itu salah, coba belajar hukum deh. Kalau begini terus, kapan itu ada kepastian hukum,” katanya.
Malah, KPU Makassar menurutnya bisa mempersoalkan sikap panwaslu itu.
“Kalau KPU Makassar mau "nakal", dia bisa persoalkan Panwaslu, itu bisa saja dilakukan, tapi masa kita mau seperti itu. Kita belajarlah hidup di negara hukum, sebab jika ada putusan final tidak dilaksanakan, ini kapan berakhirnya,” jelas Hamid.
Dia menyarankan agar KPU Makassar untuk segera konsolidasi dengan tim pendamping dan pendukung Munafri rifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) dan DIAmi.
“Saran saya, segeralah rekonsiliasi para tim pendamping, duduk bersama. KPU memediasi para tim pendamping, bukan hanya para calon kandidat saja. Pendamping, pendukung, dan tim hukum duduk bersama, kan katanya kedua pihak mau majukan Makassar. Harus ada penengah di sini, dan KPU harus melakukan itu,” jelas Hamid.