Kabar Buruk Datang dari Pedangdut Tanah Air, Dia Digigit Ular di Rumah Anggota DPR
"Boro-boro jenguk, dia malah nyalahin aku karena main ularnya gak seizin dia," kata Lia kesal.
TRIBUN-TIMUR.COM - Pedangdut asal Banjarmasin Lia Callia merasa masih trauma akibat digigit ular sanca piaraan milik artis yang juga pencinta binatang Lucky Hakim dikomplek DPR Kalibata, Jakarta Selatan.
"Sekarang sudah pulang setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit Siloam Jakarta Selatan," penyanyi yang memomulerkan goyang pecut ini kepada Banjarmasin Post, Selasa (1/5/2018) malam.
Meski sudah diperbolehkan pulang, namun Lia mengaku amsih tetap syok atas kejadian yang menimpanya itu.
Lia mengaku dia masih kepikiran soal kejadian itu.
"Aduh saya syok berat akibat kejadian ini, takut jadinya lihat ular," kata Lia.
Soal kronologis kejadian Lia menejlaskan dirinya bertandang ke rumah Lucky Hakim untuk melakukan sesi pemotretan dengan ular sanca milik Lucky Hakim.
"Nah Mas Lucky Hakim lagi siapin ular yang buat di foto. Aku dipersilahkan masuk kedalam rumah. Ada banyak ular-ular kecil aku mainin aja," kata Lia.
Lia berpikiran ular kecil itu tidak bakal menggigitnya ternyata dugaan itu salah satu ular jenis Sanca Kembang menggigitnya di tangan kirinya.
"Aku langsung kaget dan syok langsung pusing. Tim managemen langsung bawa aku ke rumah sakit," kata dia.
Setelah menjalani pemeriksaan Lia diperbolehkan pulang oleh dokter dan perawat setempat.
Disinggung apakah Lucky Hakim ikut menjenguknya di rumah sakit, Lia mengatakan tidak sama sekali.
"Boro-boro jenguk, dia malah nyalahin aku karena main ularnya gak seizin dia," kata Lia kesal.
Lia mengaku masih menunggu kabar baik dari Lucky Hakim bahkan manajemen Lia berniat mau menuntut jika Lucky Hakim tidak mau minta maaf.
"Management sih mau nuntut kalau dia gak mau minta maaf, saya nunggu saja," pungkas dia.
Tonton video di bawah ini.
Cara Penanganan
Perawatan tepat saat kondisi darurat akan menentukan kesintasan seseorang melewati sebuah kecelakaan atau kejadian fatal, tak terkecuali perawatan usai mengalami gigitan ular.
Pakar toksikologi dan bisa ular DR dr Tri Maharani MSi SP EM mengatakan, ada pemahaman masyarakat soal penanganan pertama ketika mengalami gigitan ular yang salah besar.
Umumnya, tindakan pertama dilakukan dengan mengikat daerah disekitar area gigitan ular.
Tujuannya adalah untuk menghentikan pergerakan bisa ular agar tak menyebar ke seluruh tubuh.
Tindakan lainnya yang sering dilakukan adalah membuat sayatan di dearah gigitan untuk mengeluarkan darah.
Tujuanya pun sama, menghindari penyebaran bisa ular.
Menurut Tri, kedua tindakan tersebut salah besar, tidak membantu sama sekali. Bisa ular akan tetap menyebar ke bagian tubuh lainnya.
“Kalau diikat hanya membuat kondisi seolah-olah bisa ular berhenti. Padahal yang diikat adalah pembuluh darah. Akibatnya pembekuan darah hingga amputasi,” kata Tri saat dihubungi, Minggu (10/9/2017).
Tri menjelaskan, cara penanganan yang tepat adalah dengan membuat bagian tubuh yang terkena gigitan tak bergerak.
Caranya sebenarnya tak sulit.
Anggota tubuh dihimpit dengan kayu, bambu, atau kardus layaknya orang patah tulang.
“Betul-betul tidak bergerak sehingga bisa ular hanya ada di tempat gigitan, tidak menyebar ke seluruh tubuh,” kata Tri.
Bila bagian yang digigit ular telah berhasil diimobilisasi, waktu yang dimiliki untuk pergi ke rumah sakit atau klinik guna mendapatkan perawatan dan antibisa ular sebenarnya cukup lama.
"Anak teman saya di Papua dia kena neurotoksin. Karena tinggal di base camp di atas gunung untuk turun ke Puskesmas butuh 2 hari. Anak ini selamat dengan imobilisasi. Masih hidup sampai sekarang,” ujar Tri.
Tri menambahkan, bila klinik atau tempat kesehatan tak mengetahui jenis bisa ular, siapa pun bisa menghubungi dirinya pada Remote Envenomation Consultan Service (RECS) melalui blog recsindonesia.blogspot.com atau melalui pesan WhatsApp di nomor 085334030409.
Kesalahan penangan pertama terjadi pada Ananda Yue Riastanto (8) yang digigit ular weling (Bungarus candidus) pada 5 Januari 2017 lalu.
Anak asal Peduhukan Dhisil, Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Khusus Yogyakarta itu diberikan pertolongan pertama dengan mengikat bagian yang tergigit.
Beruntung, dengan jenis bisa neurotoksin, Ananda masih selamat dari kematian meskipun mengalami enselofati yang berakibat pada kelumpuhan dan ketidakmampuan bicara.
“Neurotoksin memang berakibat lebih fatal karena bisa menimbulkan kelumpuhan otot pernafasan yang berakibat kematian. Kalau hemotoksin kan racunnya menyerang, membuat pendarahan, jadi matinya itu lama. Kalau neurotoksin matinya cepat,” ucap Tri.
Tri menuturkan, saat seseorang dengan luka gigitan ular, tenaga medis harus dapat mengatur jalannya pernafasan.
Pasien harus segera dibawa ke inkubasi, dipasang fentilator dan dibantu dengan pernapasan buatan. Jika terjadi gagal jatung, tenaga medis dapat melakukan pijat jantung.(*)