Selain Korupsi, 4 Mantan Pimpinan DPRD Sulbar Juga Didakwa Pasal Ini
Sidang dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1B Mamuju, Beslin Sihombing, selaku ketua majelis hakim didampingi
Penulis: Nurhadi | Editor: Imam Wahyudi
Laporan Wartawan TribunSulbar.com, Nurhadi
TRIBUNSULBAR.COM, MAMUJU - Sidang perdana terdakwa kasus dugaan korupsi APBD Sulbar 2016, H. Andi Mappangara dan H. Hamzah Hapati Hasan, berlangsung di Pengadilan Tipikor Mamuju, Jl. AP. Pettarani, Kelurahan Binanga, Kecamatan Mamuju, Rabu (25/4/2018).
Sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh enam orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) diantaranya, Kajari Mamuju, Andi Muh. Hamka, Kasi Pidsus Kejari, Cahyadi Syam, Abdul Bahtiar, Nur Alim, Yusriana Yunus dan Adriyana Yuliana.
Andi Mappangara didampingi pengacaranya Nasrun dan Abdul Wahab. Sementara H. Hamzah Hapati Hasan juga didampingi pengacaranya yakni, Abdul Gafur, Arfan, Suhardy, Sholihin Halafah dan Agus Melas dari Lembaga Hukum Gabriel Yugo Kristo Perbanna.
Sidang dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1B Mamuju, Beslin Sihombing, selaku ketua majelis hakim didampingi dua orang anggota majelis hakim yakni Irawan Ismail dan Andi Adha.
Dalam pembacaan dakwaan JPU menyebutkan, Andi Mappangara dan Hamzah Hapati Hasan, telah melakukan pengusulan puluhan paket pekerjaan tampa melalui forum musyawarah rencana pembangunan daerah (Musrembang) dan peket pekerjaan tersebut banyak direalisasikan di luar daerah pemilihan pada terdakwa.
Disebutkan, Andi Mappangara mengusulkan 90 paket pekerjaan dengan nilai Rp 24 miliar. Sementara Hamzah Hapati Hasan mengusulkan 81 paket pekerjaan dengan 20 miliar rupiah.
Dari puluhan paket pekerjaan tersebut tidak semua terealisasi. Sebab, adanya rasionalisasi anggaran akibat pelaksanaan Pilgub Sulbar 2017 dan hasil asistensi Kemendagri yang mengisyaratkan penambahan 20 persen anggaran pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Dari 91 peket yang diusulkan H. Andi Mappangara, JPU menyebutkan hanya terealisasi sebanyak 10 paket pekerjaan yang terdapat di dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing di Dinas PUPR 5 paket dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 5 Paket dengan nilai Rp 1,7 miliar.
Sementara H. Hamzah Hapati Hasan, JPU menyebutkan hanya terealiasi sebanyak 51 paket pekerjaan. Masing-masing 51 paket pada Dinas PUPR dan 4 paket pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan nilai Rp 9, 64 miliar.
Dua tersangka lainnya yakni Munandar Wijaya, juga disebutkan mengusulkan 77 paket pekerjaan dengan nilai Rp 15,1 miliar. Sementara H. Harun mengusulkan 79 paket pekerjaan. Serta 41 anggota DPRD lainnya disebutkan mendapat jatah masing-masing Rp 7 miliar, dari program yang diusulkan tampa melalui forum musyawarah.
Selain dimasukkan tampa melalui forum Musrembang, puluhan paket pekerjaan tersebut dilaksanakan tampa dilakukan peninjauan lokasi pekerjaan sehingga OPD yang bersangkutan tidak mengatahui sasaran dan manfaat dari puluhan paket pekerjaan tersebut.
Juga disebutkan bahwa puluhan paket pekerjaan tersebut dikerjakan oleh orang-orang terdekat kedua terdakwa. JPU menyebutkan perbuatan tersebut dilakukan secara berkelanjutanm sehingga dinilai dinilai suatu penyalahgunaan kewenangan kewenangan atau jabatan yang ada pada terdakwah.
Kasi Pidsus Mamuju yang juga selaku JPU mengatakan, para terdakwa diduga melanggar pasal 12 huruf i Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Undang-undang RI Nomor 21 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kemudian Pasal 22 Jo Pasal 1 angka 5 Undang-undang RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Selanjutnnya Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi.
Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Tak hanya itu, para terdakwa juga diduga melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Permendgri) Nomor 52 tahun 2015 tentang pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah karena dinilai yang mengerjakan proyek tidak memiliki keahlian.
"Kita nanti akan fakta persidangan, kita belum mengetahui pasal mana yang akan diterapkan karena belum ada fakta persidangan, kalau dalam proses persidangan diketahui perbuatannya benar melanggar, baru kita tahu pasal apa yang diterapkan,"kata Cahyadi Syam kepada TribunSulbar.com.
Sementara Kuasa Hukum H. Hamzah Hapati Hasan, Abdul Gafur, mengatakan, pihaknya tidak mengajukan eksepsi karena menilai dakwaan yang dibacakan oleh JPU cukup jelas atau sesuai dengan materi perkara.
"Kami memilih fokus ke pokok perkara, karana eksepsi itu dilakukan jika ada sebuah peristiwa hukum tidak masuk dalam pokok perkara, karena umumnya jika mengajukan eksepsi berarti dinilai ada hal di luar dari pokok perkara yang masuk dalam dakwaan,"ujarnya.
Secara formil, lanjut dia, semua dakwaan yang dibacakan para JPU sudah memenuhi unsur perkara. Untuk membuktikan apakah terdakwa bersalah atau tidak, kami sudah sepakat dengan klien kami nanti di pokok perkara.
Kuasa Hukum Andi Mappangara, Nasrun Natsir mengatakan hal yang sama, pihaknya tidak mengajukan materi eksepsi karena menilai materi dakwaan sudah sesuai dengan pokok perkara.
"Kami dengan tim sepakat tidak mengajukan eksepsi. Kami sudah menyimak dakwaan yang dibaca oleh JPU maka kami akan membuktikannya di persidangan selanjutnya. Yang jelas dari kami sebagai kuasa hukum, juga diberi kewenangan untuk membela klien kami dan kami sudah siap,"tutur Nasrun kepada TribunSulbar.com.